skip to main content

KANDUNGAN BAHAN ORGANIK SEDIMEN DAN KADAR H2S AIR DI DALAM DAN DI LUAR TEGAKAN MANGROVE DESA BEDONO, KABUPATEN DEMAK

1Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Departemen Sumberdaya Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Indonesia

2Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,, Indonesia

3Departemen Sumberdaya Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Indonesia

Received: 19 Dec 2018; Published: 19 Dec 2018.
Open Access Copyright (c) 2018 Management of Aquatic Resources Journal under http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0.

Citation Format:
Abstract

Kawasan mangrove dapat memproduksi bahan organik dari proses dekomposisi serasah yang jatuh yang menjadi penyuplai nuterien ke lingkungannya. Proses tersebut menggunakan oksigen terlarut yang apabila oksigen terlarut habis maka proses tersebut beralih ke proses dekomposisi secara anaerob yang menyebabkan terbentuknya senyawa H2S. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan bahan organik sedimen dan kadar H2S air di dalam dan di luar kawasan mangrove serta untuk mengetahui hubungan kandungan kadar H2S air dengan bahan organik sedimen dan oksigen terlarut di kawasan mangrove desa Bedono. Metode penelitian adalah metode survey. Penelitian ini dilakasanakn pada bulan Mei- Juni 2017 di lokasi yang mewakili kawasan mangrove dan lingkungan sekitarnya. Data yang diukur adalah suhu air, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, oksigen terlarut, pH, bahan organik sedimen dan H2S air yang dilaksanakan empat kali dengan selang pengukuran dua minggu. Hasil yang didapat yaitu suhu air 28-31oC, kecerahan 14,5-68 cm, kedalaman 33-165 cm, kecepatan arus 0-0,1 m/s, oksigen terlarut , pH 5-6, bahan organik sedimen 7,73-20,27%, H2S air 0,003-0,037 mg/l. Kandungan bahan organik sedimen dan kadar H2S air tertinggi di dalam kawasan mangrove dengan rata-rata 16,36% dan 0,031 mg/l, dan terendah di luar kawasan mangrove dengan rata-rata 9,78% dan 0,01 mg/l. Kadar H2S tinggi di dalam kawasan mangrove dan lebih rendah di luar kawasan mangrove. Kadar H2S air dengan bahan organik sedimen dan oksigen terlarut berhubungan linier dengan persamaan H2S= 0,027 + 0,001BOS- 0,006 DO (r= 0,7246, BOS= Bahan Organik Sedimen, DO= Dissolved Oxygen).

 

Mangroves produce organic matter from the decomposition of falling leaves, twigs etc, which supply nutrient to the environment. The process uses dissolved oxygen; when dissolved oxygen exhausted, it switches into anaerobic decomposition which causes the formation of H2S compounds. This study aims to knowing differences in sediment organic materials and H2S within and adjacent of mangrove areas and to determine the relation of H2S with sediment organic materials and dissolved oxygen in the mangrove areas of Bedono. Survey method is refered, and the study was conducted in May - June 2017 on locations representing mangrove areas and the surrounding environment. The data measured are water temperature, brightness, depth, current speed, dissolved oxygen, pH, sediment organic materials and H2S in the water. Sampling was conducted four times every fortnight. The result of the water temperature is  28-31 ° C, brightness 14.5 to 68 cm, 33-165 cm depth, current speed 0-0.1 m/s, dissolved oxygen 2-5,2 mg/l, pH 5-6, sediment organic material 7,73 to 20.27%, H2S 0.003 to 0.037 mg/l. Sediment organic materials and H2S were highest within the mangrove area, with an average 16.36% and 0.031 mg/l, and the lowest outside of mangrove area with an average 9.78% and 0.01 mg/l. H2S higher in the inside of  the mangrove areas compared to the outside of it. The relation of H2S with sediment organic materials and dissolved oxygen is linearly related according to the equation H2S= 0.027+ 0.001SOM- 0.006DO (r= 0.7246, SOM= Sediment Organic Materials, DO= Dissolved Oxygen).

Fulltext View|Download
Keywords: Bahan Organik Sedimen; H2S Air; Mangrove; Desa Bedono

Article Metrics:

  1. Ahmad, T. 1989. Shrimp aquaculture in Indonesia. In Akiyama, D.A.(ed.). Proceedings of the Southeast Asia Shrimps Farm Management Workshop. American Soybean Asociation Singapore. 109-117
  2. Amin, B., i. Nurrachmi., dan Marwan. 2012. Kandungan Bahan Organik Sedimen Dan Kelimpahan Makrozoobenthos Sebagai Indikator Pencemaran Perairan Pantai Tanjung Uban Kepulauan Riau. Makalah Lembaga Penelitian Universitas Riau. 9 hlm
  3. Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 21 hlm
  4. Apriliana, R., S. Rudiyanti, dan P.W. Purnomo. 2014. Keanekaragaman Jenis Bakteri Perairan Dasar Berdasarkan Tipe Tutupan Permukaan Perairan Di Rawa Pening. Management of Aquatic Resources. 3 (2): 119-128
  5. Chafid, M.A., R. Pribadi, dan A. Anugroho DS. 2012. Kajian Perubahan Luas Lahan Mangrove di Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak Menggunakan Citra Satelit Ikonos Tahun 2004 dan 2009. Journal of Marine Research. Volume 1(2):167-173
  6. Chapman, V.J. 1976. Wet Coastal Ecosystems. Ecosystems of the World: 1. Elsevier Scientific Publishing Company, 428 hal
  7. Dent, D.L. 1986. Acid sulphate soils: A baseline for research and development. Pub. 39, Int. Land Reclamation and Improvement, Wageningen, 196 hlm
  8. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 259 hlm
  9. Hartoko, A., P. Soedarsono, dan A. Indrawati. 2013. Analisa Klorofil-α, Nitrat dan Fosfat pada Vegetasi Mangrove Berdasarkan Data Lapangan dan Data Satelit Geoeye di Pulau Parang, Kepulauan Karimunjawa. Management of Aquatic Resources. Volume 2 (2): 28-37
  10. Kuenzer, C., A. Bluemel, S. Gebhardt, T.V. Quoc, and S. Dech. 2011. Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review. Remote Sens, 3: 878-928
  11. Kushartono, E.W. 2009. Beberapa Aspek Bio-Fisik Kimia Tanah di Daerah Mangrove Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Ilmu Kelautan. Volume 14 (2):76-83
  12. Libes, S.M. 1992. An Introduction to Marine Biogeochemistry. John Wiley and Sons Inc. New York. 928 hlm
  13. Nugroho, R.A., S. Widada, dan R. Pribadi. 2013. Studi Kandungan Bahan Organik dan Mineral (N, P, K, Fe, dan Mg) Sedimen di Kawasan Mangrove Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Journal of Marine Research. Volume 2(1):62-70
  14. Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada Press. Yogyakarta. (diterjemahkan oleh Tj. Samigan). 697 hlm
  15. Pantjara, B., M. Mangampa, dan R. Syah. 2010. Budidaya Udang Windu Penaeus monodon pada Tambak Tanah Sulfat Masam di Tarakan, Kalimantan Timur. Jurnal Perikanan. Volume 12(1): 1-10
  16. Poppo, A., Mahendra, M.S., dan Sundra, I.K. 2009. Studi Kualitas Perairan Pantai di Kawasan Industri Perikanan, Desa Pengambean, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana. Ecotrophic. Volume 3(2):98-103
  17. Purnomo, P.W., M. Nitisupardjo, dan Y. Purwandari. 2013. Hubungan Antara Total Bakteri Dengan Bahan Organik, NO3 dan H2S pada Lokasi Sekitar Eceng Gondok dan Perairan Terbuka Di Rawa Pening. Management of Aquatic Resources. Volume 2 (3): 85-92
  18. Roswaty, S., M. R. Muskananfola, dan P. W. Purnomo. 2014. Tingkat Sedimentasi di Muara Sungai Wedung Kecamatan Wedung, Demak. Management of Aquatic Resources. Volume 3(2): 129-137
  19. Sulistiyowati, H. 2009. Biodiversitas Mangrove di Cagar Alam Pulau Sempu. Jurnal Sainstek. Volume 8 (1):59-61
  20. Suwardi, E. Tambaru, Ambeng, dan D. Priosambodo. 2014. Keanekaragaman Jenis Mangrove di Pulau Panikiang Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. 9 hlm
  21. Triani, W., A. Pangastuti, dan O.P. Astirin. 2005. Populasi Bakteri Pengoksidasi Sulfur Anorganik dan Kadar H2S di Tambak Udang Putih (Panaeus vannamei Boone) Sistem Intensif. Jurnal Biosmart. Volume 7 (1): 23-26

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.