BibTex Citation Data :
@article{IO4319, author = {Niki Fatimah and Wiwid Rakhmad and Triyono Lukmantoro}, title = {Representasi Figur Ustaz/Ustazah pada Iklan Televisi}, journal = {Interaksi Online}, volume = {2}, number = {1}, year = {2014}, keywords = {}, abstract = { Representasi Figur Ustaz/Ustazah pada Iklan Televisi ABSTRAK Fenomena ustaz/ustazah masuk dalam ranah dunia entertaiment di Indonesia tidaklah menjadi hal yang tabu bahkan sudah menjadi trend. Termasuk keikutsertaan ustaz/ustazh sebagai endorser untuk produk-produk komersial. Menunjukan bagaimana representasi figur ustaz/ustazah dalam iklan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga dan provider Telkomsel, peneliti menggunakan konsep yang dikemukakan oleh John Fiske dalam buku Television Culture, yaitu tentang The Codes of Television. Setelah melakukan analisis sintagmatik pada level reality dan level representation, peneliti kemudian melakukan analisis secara paradigmatik untuk level ideology. Analisis paradigmatik dilakukan untuk mengetahui makna terdalam dari teks iklan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga dan Telkomsel dengan melihat hubungan eksternal pada suatu tanda dengan tanda lain. Selain itu, analisis paradigmatik juga berfungsi untuk menunjukkan adanya arti „kedua‟ dan realitas lain yang mungkin bersifat abstrak yang ada di balik gagasan-gagasan yang teridentifikasi dalam analisis sintagmatik. Setelah melakukan analisis sintagmatik dan analisis paradigmatik, maka didapat beberapa temuan penelitian, yaitu adanya eksploitasi simbol-simbol keislaman, di mana figur ustaz/ustazah di jadikan sebagai komoditas, representasi ustaz/ustazah sebagai icon dunia konsumsi, serta mitos di balik representasi figur ustaz/ustazah pada iklan televisi. Temuan-temuan penelitian yang didapat oleh peneliti menjelaskan bahwa ustaz/ustazah yang ditampilkan di iklan televisi oleh si pembuat iklan bukan lagi sebagai ustaz seperti yang masyarakat kenal sebagai seorang suri tauladan, seorang yang berilmu dan nasehatnya dituruti banyak orang atau pun penyambung wahyu Tuhan yang diterima nabi, melainkan sebagai icon konsumsi dan tidak berbeda dengan endorser-endorser lain dari kalangan bintang film, penyanyi, dsb. Kata Kunci: Iklan, Representasi, Simbol-simbol keislaman, Ustaz/ustazah, Semiotika. ABSTRACT The phenomenon ustaz/ustazah entered in the realm of entertainment world in Indonesia is not a taboo even has become a trend. Including participation ustaz/ustazah as endorser of commercial products. Researcher use John Fiske‟s idea in Television Culture, about The Codes of Television to show how ustaz/ustazah figure representation on Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga and Telkomsel commercial ads. After conducted syntagmatic analysis at the level of reality and level of representation, researcher then conduct a paradigmatic analysis to the level of ideology. Paradigmatic analysis conducted to know meaning of text in Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga and Telkomsel commercial ads within looking at eksternal relation on a symbol with another. Besides, paradigmatic analysis usefull to show the second meaning and another reality that may be abstract behind some ideas which indentified with sintagmatic analysis. After conducting sintagmatic analysis and paradigmatic analysis, then there are some research finding, that is Islamic symbol exploitation where ustaz/ustazah figure used as commodity, ustaz/ustazah representation as communication icon, and the myth behind ustaz/ustazah figure representation on television ads. Research findings which obtained explain that exposed ustaz/ustazah on commercial tv ads by advertiser is not the ustaz whom people know as role models/knowledgeable person whose their advice obeyed/connector of God‟s revelation which accepeted by the prophet anymore, but as the commercial icon and hasn‟t difference from another endorsers fo movie stars, singers, ect. Keywords: Ads (advertising), Representation, Islamic symbols, Ustaz/ustazah, Semiotic I. Pendaguluan Sekarang ini banyak sekali iklan di layar televisi yang menawarkan berbagai macam produk dengan variasi dan kreativitas bermacam-macam. Pada umumnya iklan televisi menampilkan model iklan wanita yang cantik, atau jika pria yang ditampilkan berparas tampan. Seringkali iklan-iklan televisi menggunakan model iklan yang dikenal oleh masyarakat seperti bintang film, bintang sinetron, penyanyi, peragawati atau peragawan, musisi, pelawak hingga tokoh ustaz/ustazah yang merupakan simbol keislaman bagi masyarakat Indonesia. Pengiklan dalam hal ini produsen memang menganggarkan dana untuk promosi dalam bentuk iklan televisi dan sesuai kebutuhan dari produknya masing-masing. Popularitas televisi kemudian membuat televisi tidak lagi dipandang sebagai seperangkat kotak elektronik yang berkemampuan audio visual, tapi lebih dari itu, televisi merupakan seperangkat media transfer nilai, ideologi serta budaya yang sarat akan kepentingan dan perebutan pengaruh/kekuasaan. Popularitas juga dirasakan oleh ustaz/ustazah di ranah pertelevisian dengan memiliki banyak jamaah pada gilirannya menyeret tokoh masyarakat tersebut untuk ikut terlibat dalam iklan-iklan produk komersial. Sayangnya, ustaz/ustazah yang ditampilkan di iklan televisi oleh si pembuat iklan bukan lagi sebagai ustaz seperti yang masyarakat kenal sebagai seorang suri tauladan, seorang yang berilmu dan nasehatnya dituruti banyak orang, penyambung wahyu Tuhan yang diterima nabi, melainkan sebagai icon konsumsi dan tidak berbeda dengan endorser-endorser lain dari kalangan bintang film, penyanyi, dsb. Masyarakat di Indonesia sejatinya mengenal ustaz adalah pemuka masyarakat, karena dianggap sebagai orang yang berilmu dan nasehatnya diturut oleh banyak orang. Masyarakat menetapkan siapa yang bakal menjadi 'ustaz' mereka. Ustaz/ustazah yang merupakan simbol keislaman muncul di layar televesi tidak lagi hanya berada di balik mimbar untuk berdakwah, melainkan menjadi endorser iklan produk-produk yang bersifat komersial, seperti iklan untuk produk helm GM, AXIS, Ekstra Joss, Fresh Care yang dibintangi oleh ustaz Jefri Al Buchori (Uje), iklan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga, “Bintang Toedjoe Masuk Angin” oleh Mamah Dedeh, serta iklan Telkomsel, oleh ustaz Maulana, dan beberapa iklan produk komersial lainnya. Kemuculan ustaz/ustazah pada iklan-iklan tersebut bukanlah sebuah kebetulan, melainkan tanda pada media iklan televisi yang bisa dikaji dengan perspektif semiotika. Secara teoretis semua teks media termasuk iklan merupakan representasi dari realitas. Namun realitas tersebut bukan realitas yang sesungguhnya, akan tetapi realitas dalam versi si pembuat teks, yakni realitas yang dibentuk oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses mediasi teks. Demikian pun representasi figur para ustaz/ustazah merupakan realitas yang dikemas sesuai kebutuhan si pembuat iklan. Akan banyak arti ‟kedua‟ yang muncul dari tanda berupa representasi ustaz/ustazah yang ada pada iklan Telkomsel versi Ustaz Maulana, serta Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga oleh Mamah Dedeh. Pada penelitian ini, peneliti akan membahas masalah seperti yang telah dirumuskan yaitu, bagaimana figur ustaz/ustazah sebagai simbol keislaman direpresentasikan pada iklan televisi? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap makna ‟kedua‟ atau makna konotatif dari representasi ustaz/ustazah sebagai simbol keislaman di dalam iklan televisi. II. Kerangka Teori dan Metode Penelitian. Mengungkap makna di balik repesentasi ustaz/ustazah dalam iklan televisi artinya mengkaji tentang tanda. Ilmu tentang tanda yang mampu menemukan makna tersembunyi di balik sebuah teks seperti pada iklan yang melibatkan ustaz/ustazah adalah bidang semiotika. Semiotika adalah cabang ilmu yang berhubungan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda (Zoest, 1993: 1). Semiotika yang mengulas masalah-masalah, katakanlah, tanda tanpa disengaja dan konotasi dikenal dengan semiotika konotatif. Seperti munculnya figur ustaz/ustazah pada iklan televisi tentu saja tidak kemudian diartikan sebagai siar agama seperti halnya ketika ustaz/ustazah tersebut berdiri di balik mimbar. Ada arti „kedua‟ di balik representasi ustaz/ustazah sebagai simbol keislamaan. Memaknai representasi melibatkan faktor-faktor yang kompleks. Representasi didefinisikan sebagai penggunaan “tanda-tanda” (gambar, suara, dan sebagainya) untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, diindrakan, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik. Representasi bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pemahaman bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal balik (Hartley, 2004: 265). Kemunculan Ustaz Maulana dan Mamah Dedeh pada iklan televisi misalnya, merupakan bentuk representasi, yakni mewakili suatu fakta figur ustaz/ustazah yang dikenal masyarakat sebagai pemuka agama. Melalui fungsi tanda „mewakili‟ kita mempelajari realitas. Agama memainkan peranan yang sangat penting di dalam mempertahankan ikatan anatara individu dan kelompok yang lebih luas, baik sebagai dasar persekutuan maupun sebagai sarana untuk mengungkapkan nilai-nilai yang di hayati bersama (Raho, 2013: 77). Ilmu sosiologipun memiliki pendekatan teoritis untuk mempelajari Agama di tengah masyarakat. Sosiolog Prancis Emile Durkheim mengidentifikasi salah satu fungsi utama agama untuk operasi masyarakat, adalah membangun kohesi sosial. Agama menyatukan orang melalui simbolisme bersama, nilai-nilai, dan norma. Pemikiran keagamaan dan ritual mendirikan aturan fair play, mengatur kehidupan sosial kita. Simbol merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan beragama. Hubungan yang suci tidak dapat dilakukan tanpa simbol-simbol. Simbolsimbol keagamaan tersebut membangkitkan perasaan keterikatan dan kesatuan pada anggota-anggota pemeluk agama yang sama. Memiliki simbol yang sama merupakan cara efektif untuk semakin memperkuat rsa persatuan di dalam kelompok pemeluk. Dalam budaya dominan yang telah mapan di masyarakat. Indonesia yang mayoritas beragama islam, ustaz/ustazah sebagai simbol agama merupakan figur yang memiliki pengaruh terhadap pengikutnya. Tokoh agama seperti misalnya ustaz/ustazah adalah figur yang dijadikan panutan dan memiliki pengaruh pada para jamaah, ummat, atau pengikutnya dan dianggap memiliki kharisma. Kharisma merupakan suatu kualitas tertentu dalam kepribadian seseorang dengan mana dia dibedakan dari orang biasa dan diperlakukan sebagai seseorang yang memilik anugrah kekuasaan adikodrati, adimunusiawi, atau setidaknya kekuatan/ kualitas yang sangat luar biasa. Ustaz/ustazah di mana istilah tersebut merupakan salah satu status yang ada di tengah masyarakat dan memiliki peranan. Sosiologi menggunakan dua istilah, status dan peran, untuk menggambarkan bentuk dasar interaksi dalam masyarakat (Kimmel & Aronson, 2010: 76). Status Ustaz/ustazah merupakan pencapaian status yang dianggap begitu penting sehingga membayangi, mendominasi dan mengendalikan posisi di masyarakat serta menjadi status master. Peran sosial adalah set perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menempati status tertentu. Peran sebagai tokoh masyarakat dalam hal ini ustaz/ustazah, tentunya merupakan representasi dari adanya sifat-sifat tanggung jawab, mampu menyampaikan pesan-pesan agama. Iklan adalah sebuah message, artinya bahwa iklan mengandung suatu sumber yang mengeluarkannya, yaitu perusahaan yang menghasilkan produk yang diluncurkan dengan semua keunggulannya, suatu titik resepsi-penerimaan, yaitu publik, dan suatu saluran transmisi, yang disebut media (Barthes, 2007: 281). Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, bisa dikaji lewat sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik yang berupa verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film. Menunjukkan bagaimana representasi figur ustaz/ustazah pada iklan televisi, peneliti menggunakan konsep yang dikemukakan oleh John Fiske dalam buku Television Culture, yaitu tentang The Codes of Television. John Fiske menyatakan bahwa untuk menganalisis iklan di media televisi dibagi menjadi tiga level, yaitu level reality, level representation dan level ideology. Pada level reality kode-kode yang diamati dapat berupa penampilan, pakaian, riasan, lingkungan, gaya bicara, dan ekspresi. Sedangkan pada level kedua, yaitu representation meliputi kamera, pencahayaan, musik dan suara, penarasian, dialog, karakter, dan pemeranan. Dan pada level terakhir, level ideology yaitu berusaha menampilkan kode-kode yang tersembunyi dalam sebuah gambar seperti patriarki, kelas, individu, feminisme dan juga kode-kode di balik representasi figur ustaz/ustazah pada iklan produk komersial di televisi (Fiske, 2001: 4-5). Tiga level tersebut diurai dalam dua bagian, yakni analisis sitagmatik dan paradigmatik. Pada analisis sintagmatik menjelaskan tanda-tanda atau makna-makna yang muncul dalam shot atau adegan dari berbagai aspek teknis yang merujuk pada representasi figur ustaz/ustaz pada iklan televisi pada level reality dan level representation. Level ideology akan diuraikan dengan analisis paradigmatik, dimana analisis paradigmatik berusaha mengetahui makna terdalam dari sebuah teks dengan melihat hubungan eksternal pada suatu tanda dengan tanda lain. Analisis paradigmatic berguna dalam penelitian representasi, dan khususnya untuk memastikan tanda apa yang telah dipilih pada pengeluaran yang lain (Hartley, 2004: 221). III. Pembahasan Analisis sintagmatik menguraikan tanda-tanda atau makna-makna yang muncul dalam shot-shot dan adegan-adegan yang terjalin dari berbagai kombinasi aspek teknis yang merujuk pada representasi figur ustaz/ustazah pada iklan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga yang dibintangi oleh Mamah Dedeh dan juga iklan Telkomsel yang dibintangi oleh Ustaz Maulana. Secara sintagmatik, iklan-iklan tersebut akan dianalisis sebatas tanda-tanda yang muncul dari hal-hal teknis produksi iklan. Kode sosial dalam sebuah iklan televisi terlihat jelas dan nyata pada level ini, sehingga pemirsa bisa lebih dekat dengan unsur-unsur yang ada dalam iklan. Seperti saat pemirsa melihat penampilan yang ditunjukkan oleh para endorser iklan. Penampilan yang ditambah dengan kostum dan riasan yang digunakan dan dipakai oleh para pemain akan memperjelas karakter seseorang dalam sebuah iklan. Lingkungan yang menjadi latar dalam iklan juga memberikan pengaruh yang sangat penting dalam iklan. Bahasa tubuh yang ditunjukkan oleh para pemain melalui mimik muka dan ekspresi dapat membuat para pemirsa lebih memahami perasaan sang tokoh. Hal-hal dalam level reality telah diencode secara elektronik oleh kode-kode teknis (technical code), sedangkan dalam level ke-2, yaitu level representation. Seperti halnya dalam produksi film, yang penting dalam sebuah iklan adalah gambar dan suara, tanpa gambar dan suara yang mendukung maka tidak akan tercipta sebuah iklan yang bagus. Oleh sebab itu, untuk mendukung terciptanya gambar dan musik yang bagus terdapat beberapa aspek penting yang dibutuhkan. Aspek-aspek yang terdapat dalam level representation sebuah iklan bisa merepresentasikan pesan atau ide yang ingin diutarakan oleh sutradaranya. Misalnya dalam level ini terdapat aspek kamera. Pengambilan gambar oleh kamera akan membawa pemirsa kepada gambar-gambar yang dapat merepresentasikan pesan dari sebuah iklan. Sebuah gambar dengan menggunakan teknik-tekniknya dapat membawa pemirsa mengenal tokoh-tokoh, tempat dan suasana dalam sebuah iklan. Dengan didukung pencahayaan yang baik, maka akan menghasilkan gambar yang baik. Pencahayaan bertujuan untuk lebih memperjelas maksud dari sebuah gambar. Demikian juga pada musik yang dapat mendukung terciptanya suasana dalam iklan. Dialog dan konflik juga menjadi aspek penting dalam sebuah iklan. Dengan adanya konflik dan dialog yang menarik, maka akan tercipta jalan cerita yang juga menarik. Secara garis besar pada level reality Mamah Dedeh dan Ustaz Maulana di tampilkan sesuai dengan statusnya di masyarakat, yakni dengan busana muslim/muslimah sesuai dengan identitas agama islam, gaya bicara yang santun dan penuh ajakan, setting dan suasana yang akrab dengan statusnya sebagai ustaz/ustazah seperti tanah suci Mekah, dsb. Tetapi, masuk pada level representation aspek-aspek di dalamnya mengerucut pada kepentingan si pembuat iklan. Seperti, pengambilan gambar yang didominasi gambar produk komersial, dialog yang mengarah pada pesan promosi produk, dsb. Berikutnya, pada analisis paradigmatik, berusaha mengetahui makna terdalam dari teks iklan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga dan Telkomsel dengan melihat hubungan eksternal pada suatu tanda dengan tanda lain. Selain itu, analisis paradigmatik juga berfungsi untuk menunjukkan adanya arti „kedua‟ dan realitas lain yang mungkin bersifat abstrak yang ada di balik gagasan-gagasan yang teridentifikasi dalam analisis sintagmatik. Setelah melakukan analisis sintagmatik dan analisis paradigmatik dari representasi figur ustaz/ustazah pada kedua iklan, maka didapat beberapa temuan penelitian, yaitu adanya eksploitasi simbol-simbol keIslaman, di mana figur ustaz/ustazah, tempat peribadatan, busana yang merupakan identitas muslim/muslimah di jadikan sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan untuk mendapat keuntungan. Kemudian, ustaz/ustazah yang muncul dalam iklan televisi tidak lain adalah penanda dan memiliki kesamaan dari dunia konsumsi itu sendiri. Ustaz Maulana dan Mamah Dedeh hadir dalam iklan-iklan tersebut hanyalah mewakili dunia pemakaian atau penggunaan produk-produk yang mereka iklankan, dengan kata lain representasi ustaz/ustazah pada iklan televisi hanya sebagai icon dunia konsumsi. Temuan berikuntya adalah adanya mitos yang menganggap bahwa semua pesan yang disampaikan ustaz/ustazah adalah benar dan pantas dijadikan panutan di balik representasi figur ustaz/ustazah pada iklan televisi. IV. Kesimpulan Teori semiotika konotatif milik Barthes membawa peneliti menemukan arti „kedua„ di dalam iklan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga dan Telkomsel, dimana Mamah Dedeh dan ustaz Maulana yang merupakan figur ustaz/ustazah hadir dalam iklan televisi justru bukan sebagai penyampai pesan agama yang melainkan menyampaikan pesan-pesan untuk mempromosikan produk komersial. Representasi figur ustaz/ustazah pada iklan televisi untuk produk komersial pada akhirnya menggeser peran ustaz/ustazah di masyarakat. Jika peran merupakan set perilaku yang diharapkan pada seseorang yang memiliki status, dalam hal ini ustaz/ustazah dengan perannya menyampaikan pesan Tuhan, maka representasi ustaz/ustazah pada iklan televisi untuk produk komersial pesan ustaz/ustazah adalah menyampaikan pesan promosi produk komersial yang diiklankan. Agama menurut Email Durkheim diidentifikasikan sebagai pembangun kohesi masyarakat salah satunya melalui simbol. Ustaz/ustazah merupakan salah satu bentuk simbol agama Islam dimana figur tersebut juga menjadi alat untuk membangun kohesi di masyarakat. Teori tersebut kemudian digunakan pembuat iklan untuk menggiring jamaah dari ustaz/ustazah yang memiliki kohesi tersebut untuk menggunakan produk yang sama atau yang digunakan oleh panutannya seperti yang direpresentasikan dalam iklan. Representasi figur ustaz/ustazah pada iklan televisi yang diperlihatkan peneliti, serta temuan-temuan penelitian yang didapat, diharapkan mampu membuat pembaca sebagai penikmat televisi untuk lebih berfikir kritis ketika akan memaknai pesanpesan iklan televisi yang kenyataannya sarat akan kepentingan. Daftar Pustaka Barthes, Roland. 2007. Petualang Semiologi. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Fiske, J. 2001. Television Culture. London: Methuen & Co. Ltd. Hartley, John. 2004. Communication, Cultural, & Media Studies.Yogjakarta: Jalasutra. Kimmel, Michael. Amy Aronson. 2010. Sociology now: the essentials (2nd ed.). Boston: Allyn & Bacon. Stout, Daniel A. 2006. Encyclopedia of Religion, Communication, and Media. London and New York: Routledge. Zoest, Art Van. 1993. Semiotika. Jakarta: Yayasan Sumber Agung. }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/4319} }
Refworks Citation Data :
Representasi Figur Ustaz/Ustazah pada Iklan TelevisiABSTRAKFenomena ustaz/ustazah masuk dalam ranah dunia entertaiment di Indonesiatidaklah menjadi hal yang tabu bahkan sudah menjadi trend. Termasuk keikutsertaanustaz/ustazh sebagai endorser untuk produk-produk komersial. Menunjukanbagaimana representasi figur ustaz/ustazah dalam iklan Larutan Penyegar Cap KakiTiga dan provider Telkomsel, peneliti menggunakan konsep yang dikemukakan olehJohn Fiske dalam buku Television Culture, yaitu tentang The Codes of Television.Setelah melakukan analisis sintagmatik pada level reality dan level representation,peneliti kemudian melakukan analisis secara paradigmatik untuk level ideology.Analisis paradigmatik dilakukan untuk mengetahui makna terdalam dari teks iklanLarutan Penyegar Cap Kaki Tiga dan Telkomsel dengan melihat hubungan eksternalpada suatu tanda dengan tanda lain. Selain itu, analisis paradigmatik juga berfungsiuntuk menunjukkan adanya arti „kedua‟ dan realitas lain yang mungkin bersifatabstrak yang ada di balik gagasan-gagasan yang teridentifikasi dalam analisissintagmatik.Setelah melakukan analisis sintagmatik dan analisis paradigmatik, makadidapat beberapa temuan penelitian, yaitu adanya eksploitasi simbol-simbolkeislaman, di mana figur ustaz/ustazah di jadikan sebagai komoditas, representasiustaz/ustazah sebagai icon dunia konsumsi, serta mitos di balik representasi figurustaz/ustazah pada iklan televisi. Temuan-temuan penelitian yang didapat olehpeneliti menjelaskan bahwa ustaz/ustazah yang ditampilkan di iklan televisi oleh sipembuat iklan bukan lagi sebagai ustaz seperti yang masyarakat kenal sebagaiseorang suri tauladan, seorang yang berilmu dan nasehatnya dituruti banyak orangatau pun penyambung wahyu Tuhan yang diterima nabi, melainkan sebagai iconkonsumsi dan tidak berbeda dengan endorser-endorser lain dari kalangan bintangfilm, penyanyi, dsb.Kata Kunci: Iklan, Representasi, Simbol-simbol keislaman, Ustaz/ustazah, Semiotika.ABSTRACTThe phenomenon ustaz/ustazah entered in the realm of entertainment world inIndonesia is not a taboo even has become a trend. Including participationustaz/ustazah as endorser of commercial products. Researcher use John Fiske‟s ideain Television Culture, about The Codes of Television to show how ustaz/ustazahfigure representation on Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga and Telkomsel commercialads. After conducted syntagmatic analysis at the level of reality and level ofrepresentation, researcher then conduct a paradigmatic analysis to the level ofideology. Paradigmatic analysis conducted to know meaning of text in LarutanPenyegar Cap Kaki Tiga and Telkomsel commercial ads within looking at eksternalrelation on a symbol with another. Besides, paradigmatic analysis usefull to show thesecond meaning and another reality that may be abstract behind some ideas whichindentified with sintagmatic analysis.After conducting sintagmatic analysis and paradigmatic analysis, then thereare some research finding, that is Islamic symbol exploitation where ustaz/ustazahfigure used as commodity, ustaz/ustazah representation as communication icon, andthe myth behind ustaz/ustazah figure representation on television ads. Researchfindings which obtained explain that exposed ustaz/ustazah on commercial tv ads byadvertiser is not the ustaz whom people know as role models/knowledgeable personwhose their advice obeyed/connector of God‟s revelation which accepeted by theprophet anymore, but as the commercial icon and hasn‟t difference from anotherendorsers fo movie stars, singers, ect.Keywords: Ads (advertising), Representation, Islamic symbols, Ustaz/ustazah,SemioticI. PendaguluanSekarang ini banyak sekali iklan di layar televisi yang menawarkan berbagaimacam produk dengan variasi dan kreativitas bermacam-macam. Pada umumnyaiklan televisi menampilkan model iklan wanita yang cantik, atau jika pria yangditampilkan berparas tampan. Seringkali iklan-iklan televisi menggunakan modeliklan yang dikenal oleh masyarakat seperti bintang film, bintang sinetron, penyanyi,peragawati atau peragawan, musisi, pelawak hingga tokoh ustaz/ustazah yangmerupakan simbol keislaman bagi masyarakat Indonesia. Pengiklan dalam hal iniprodusen memang menganggarkan dana untuk promosi dalam bentuk iklan televisidan sesuai kebutuhan dari produknya masing-masing.Popularitas televisi kemudian membuat televisi tidak lagi dipandang sebagaiseperangkat kotak elektronik yang berkemampuan audio visual, tapi lebih dari itu,televisi merupakan seperangkat media transfer nilai, ideologi serta budaya yang saratakan kepentingan dan perebutan pengaruh/kekuasaan. Popularitas juga dirasakan olehustaz/ustazah di ranah pertelevisian dengan memiliki banyak jamaah pada gilirannyamenyeret tokoh masyarakat tersebut untuk ikut terlibat dalam iklan-iklan produkkomersial. Sayangnya, ustaz/ustazah yang ditampilkan di iklan televisi oleh sipembuat iklan bukan lagi sebagai ustaz seperti yang masyarakat kenal sebagaiseorang suri tauladan, seorang yang berilmu dan nasehatnya dituruti banyak orang,penyambung wahyu Tuhan yang diterima nabi, melainkan sebagai icon konsumsi dantidak berbeda dengan endorser-endorser lain dari kalangan bintang film, penyanyi,dsb.Masyarakat di Indonesia sejatinya mengenal ustaz adalah pemuka masyarakat,karena dianggap sebagai orang yang berilmu dan nasehatnya diturut oleh banyakorang. Masyarakat menetapkan siapa yang bakal menjadi 'ustaz' mereka.Ustaz/ustazah yang merupakan simbol keislaman muncul di layar televesi tidak lagihanya berada di balik mimbar untuk berdakwah, melainkan menjadi endorser iklanproduk-produk yang bersifat komersial, seperti iklan untuk produk helm GM, AXIS,Ekstra Joss, Fresh Care yang dibintangi oleh ustaz Jefri Al Buchori (Uje), iklanLarutan Penyegar Cap Kaki Tiga, “Bintang Toedjoe Masuk Angin” oleh MamahDedeh, serta iklan Telkomsel, oleh ustaz Maulana, dan beberapa iklan produkkomersial lainnya. Kemuculan ustaz/ustazah pada iklan-iklan tersebut bukanlahsebuah kebetulan, melainkan tanda pada media iklan televisi yang bisa dikaji denganperspektif semiotika.Secara teoretis semua teks media termasuk iklan merupakan representasi darirealitas. Namun realitas tersebut bukan realitas yang sesungguhnya, akan tetapirealitas dalam versi si pembuat teks, yakni realitas yang dibentuk oleh pihak-pihakyang terlibat dalam proses mediasi teks. Demikian pun representasi figur paraustaz/ustazah merupakan realitas yang dikemas sesuai kebutuhan si pembuat iklan.Akan banyak arti ‟kedua‟ yang muncul dari tanda berupa representasi ustaz/ustazahyang ada pada iklan Telkomsel versi Ustaz Maulana, serta Larutan Penyegar CapKaki Tiga oleh Mamah Dedeh. Pada penelitian ini, peneliti akan membahas masalahseperti yang telah dirumuskan yaitu, bagaimana figur ustaz/ustazah sebagai simbolkeislaman direpresentasikan pada iklan televisi?Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap makna ‟kedua‟ atau maknakonotatif dari representasi ustaz/ustazah sebagai simbol keislaman di dalam iklantelevisi.II. Kerangka Teori dan Metode Penelitian.Mengungkap makna di balik repesentasi ustaz/ustazah dalam iklan televisiartinya mengkaji tentang tanda. Ilmu tentang tanda yang mampu menemukan maknatersembunyi di balik sebuah teks seperti pada iklan yang melibatkan ustaz/ustazahadalah bidang semiotika. Semiotika adalah cabang ilmu yang berhubungan denganpengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistemtanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda (Zoest, 1993: 1). Semiotika yangmengulas masalah-masalah, katakanlah, tanda tanpa disengaja dan konotasi dikenaldengan semiotika konotatif. Seperti munculnya figur ustaz/ustazah pada iklan televisitentu saja tidak kemudian diartikan sebagai siar agama seperti halnya ketikaustaz/ustazah tersebut berdiri di balik mimbar. Ada arti „kedua‟ di balik representasiustaz/ustazah sebagai simbol keislamaan.Memaknai representasi melibatkan faktor-faktor yang kompleks. Representasididefinisikan sebagai penggunaan “tanda-tanda” (gambar, suara, dan sebagainya)untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, diindrakan, dibayangkan, ataudirasakan dalam bentuk fisik. Representasi bergantung pada tanda dan citra yangsudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pemahaman bahasa dan penandaanyang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal balik (Hartley, 2004: 265).Kemunculan Ustaz Maulana dan Mamah Dedeh pada iklan televisi misalnya,merupakan bentuk representasi, yakni mewakili suatu fakta figur ustaz/ustazah yangdikenal masyarakat sebagai pemuka agama. Melalui fungsi tanda „mewakili‟ kitamempelajari realitas.Agama memainkan peranan yang sangat penting di dalam mempertahankanikatan anatara individu dan kelompok yang lebih luas, baik sebagai dasar persekutuanmaupun sebagai sarana untuk mengungkapkan nilai-nilai yang di hayati bersama(Raho, 2013: 77). Ilmu sosiologipun memiliki pendekatan teoritis untuk mempelajariAgama di tengah masyarakat. Sosiolog Prancis Emile Durkheim mengidentifikasisalah satu fungsi utama agama untuk operasi masyarakat, adalah membangun kohesisosial. Agama menyatukan orang melalui simbolisme bersama, nilai-nilai, dan norma.Pemikiran keagamaan dan ritual mendirikan aturan fair play, mengatur kehidupansosial kita.Simbol merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupanberagama. Hubungan yang suci tidak dapat dilakukan tanpa simbol-simbol. Simbolsimbolkeagamaan tersebut membangkitkan perasaan keterikatan dan kesatuan padaanggota-anggota pemeluk agama yang sama. Memiliki simbol yang sama merupakancara efektif untuk semakin memperkuat rsa persatuan di dalam kelompok pemeluk.Dalam budaya dominan yang telah mapan di masyarakat. Indonesia yangmayoritas beragama islam, ustaz/ustazah sebagai simbol agama merupakan figuryang memiliki pengaruh terhadap pengikutnya. Tokoh agama seperti misalnyaustaz/ustazah adalah figur yang dijadikan panutan dan memiliki pengaruh pada parajamaah, ummat, atau pengikutnya dan dianggap memiliki kharisma. Kharismamerupakan suatu kualitas tertentu dalam kepribadian seseorang dengan mana diadibedakan dari orang biasa dan diperlakukan sebagai seseorang yang memilikanugrah kekuasaan adikodrati, adimunusiawi, atau setidaknya kekuatan/ kualitas yangsangat luar biasa.Ustaz/ustazah di mana istilah tersebut merupakan salah satu status yang ada ditengah masyarakat dan memiliki peranan. Sosiologi menggunakan duaistilah, status dan peran, untuk menggambarkan bentuk dasar interaksi dalammasyarakat (Kimmel & Aronson, 2010: 76). Status Ustaz/ustazah merupakanpencapaian status yang dianggap begitu penting sehingga membayangi, mendominasidan mengendalikan posisi di masyarakat serta menjadi status master.Peran sosial adalah set perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menempatistatus tertentu. Peran sebagai tokoh masyarakat dalam hal ini ustaz/ustazah, tentunyamerupakan representasi dari adanya sifat-sifat tanggung jawab, mampumenyampaikan pesan-pesan agama.Iklan adalah sebuah message, artinya bahwa iklan mengandung suatu sumberyang mengeluarkannya, yaitu perusahaan yang menghasilkan produk yangdiluncurkan dengan semua keunggulannya, suatu titik resepsi-penerimaan, yaitupublik, dan suatu saluran transmisi, yang disebut media (Barthes, 2007: 281).Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, bisa dikaji lewat sistemtanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baikyang berupa verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan indeks,terutama dalam iklan radio, televisi, dan film.Menunjukkan bagaimana representasi figur ustaz/ustazah pada iklan televisi,peneliti menggunakan konsep yang dikemukakan oleh John Fiske dalam bukuTelevision Culture, yaitu tentang The Codes of Television. John Fiske menyatakanbahwa untuk menganalisis iklan di media televisi dibagi menjadi tiga level, yaitulevel reality, level representation dan level ideology. Pada level reality kode-kodeyang diamati dapat berupa penampilan, pakaian, riasan, lingkungan, gaya bicara, danekspresi. Sedangkan pada level kedua, yaitu representation meliputi kamera,pencahayaan, musik dan suara, penarasian, dialog, karakter, dan pemeranan. Danpada level terakhir, level ideology yaitu berusaha menampilkan kode-kode yangtersembunyi dalam sebuah gambar seperti patriarki, kelas, individu, feminisme danjuga kode-kode di balik representasi figur ustaz/ustazah pada iklan produk komersialdi televisi (Fiske, 2001: 4-5).Tiga level tersebut diurai dalam dua bagian, yakni analisis sitagmatik danparadigmatik. Pada analisis sintagmatik menjelaskan tanda-tanda atau makna-maknayang muncul dalam shot atau adegan dari berbagai aspek teknis yang merujuk padarepresentasi figur ustaz/ustaz pada iklan televisi pada level reality dan levelrepresentation. Level ideology akan diuraikan dengan analisis paradigmatik, dimanaanalisis paradigmatik berusaha mengetahui makna terdalam dari sebuah teks denganmelihat hubungan eksternal pada suatu tanda dengan tanda lain. Analisisparadigmatic berguna dalam penelitian representasi, dan khususnya untukmemastikan tanda apa yang telah dipilih pada pengeluaran yang lain (Hartley, 2004:221).III. PembahasanAnalisis sintagmatik menguraikan tanda-tanda atau makna-makna yangmuncul dalam shot-shot dan adegan-adegan yang terjalin dari berbagai kombinasiaspek teknis yang merujuk pada representasi figur ustaz/ustazah pada iklan LarutanPenyegar Cap Kaki Tiga yang dibintangi oleh Mamah Dedeh dan juga iklanTelkomsel yang dibintangi oleh Ustaz Maulana. Secara sintagmatik, iklan-iklantersebut akan dianalisis sebatas tanda-tanda yang muncul dari hal-hal teknis produksiiklan.Kode sosial dalam sebuah iklan televisi terlihat jelas dan nyata pada level ini,sehingga pemirsa bisa lebih dekat dengan unsur-unsur yang ada dalam iklan. Sepertisaat pemirsa melihat penampilan yang ditunjukkan oleh para endorser iklan.Penampilan yang ditambah dengan kostum dan riasan yang digunakan dan dipakaioleh para pemain akan memperjelas karakter seseorang dalam sebuah iklan.Lingkungan yang menjadi latar dalam iklan juga memberikan pengaruh yang sangatpenting dalam iklan. Bahasa tubuh yang ditunjukkan oleh para pemain melalui mimikmuka dan ekspresi dapat membuat para pemirsa lebih memahami perasaan sangtokoh.Hal-hal dalam level reality telah diencode secara elektronik oleh kode-kodeteknis (technical code), sedangkan dalam level ke-2, yaitu level representation.Seperti halnya dalam produksi film, yang penting dalam sebuah iklan adalah gambardan suara, tanpa gambar dan suara yang mendukung maka tidak akan tercipta sebuahiklan yang bagus. Oleh sebab itu, untuk mendukung terciptanya gambar dan musikyang bagus terdapat beberapa aspek penting yang dibutuhkan. Aspek-aspek yangterdapat dalam level representation sebuah iklan bisa merepresentasikan pesan atauide yang ingin diutarakan oleh sutradaranya.Misalnya dalam level ini terdapat aspek kamera. Pengambilan gambar olehkamera akan membawa pemirsa kepada gambar-gambar yang dapatmerepresentasikan pesan dari sebuah iklan. Sebuah gambar dengan menggunakanteknik-tekniknya dapat membawa pemirsa mengenal tokoh-tokoh, tempat dansuasana dalam sebuah iklan. Dengan didukung pencahayaan yang baik, maka akanmenghasilkan gambar yang baik. Pencahayaan bertujuan untuk lebih memperjelasmaksud dari sebuah gambar. Demikian juga pada musik yang dapat mendukungterciptanya suasana dalam iklan. Dialog dan konflik juga menjadi aspek pentingdalam sebuah iklan. Dengan adanya konflik dan dialog yang menarik, maka akantercipta jalan cerita yang juga menarik.Secara garis besar pada level reality Mamah Dedeh dan Ustaz Maulana ditampilkan sesuai dengan statusnya di masyarakat, yakni dengan busanamuslim/muslimah sesuai dengan identitas agama islam, gaya bicara yang santun danpenuh ajakan, setting dan suasana yang akrab dengan statusnya sebagai ustaz/ustazahseperti tanah suci Mekah, dsb. Tetapi, masuk pada level representation aspek-aspekdi dalamnya mengerucut pada kepentingan si pembuat iklan. Seperti, pengambilangambar yang didominasi gambar produk komersial, dialog yang mengarah pada pesanpromosi produk, dsb.Berikutnya, pada analisis paradigmatik, berusaha mengetahui makna terdalamdari teks iklan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga dan Telkomsel dengan melihathubungan eksternal pada suatu tanda dengan tanda lain. Selain itu, analisisparadigmatik juga berfungsi untuk menunjukkan adanya arti „kedua‟ dan realitas lainyang mungkin bersifat abstrak yang ada di balik gagasan-gagasan yang teridentifikasidalam analisis sintagmatik.Setelah melakukan analisis sintagmatik dan analisis paradigmatik darirepresentasi figur ustaz/ustazah pada kedua iklan, maka didapat beberapa temuanpenelitian, yaitu adanya eksploitasi simbol-simbol keIslaman, di mana figurustaz/ustazah, tempat peribadatan, busana yang merupakan identitasmuslim/muslimah di jadikan sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan untukmendapat keuntungan. Kemudian, ustaz/ustazah yang muncul dalam iklan televisitidak lain adalah penanda dan memiliki kesamaan dari dunia konsumsi itu sendiri.Ustaz Maulana dan Mamah Dedeh hadir dalam iklan-iklan tersebut hanyalahmewakili dunia pemakaian atau penggunaan produk-produk yang mereka iklankan,dengan kata lain representasi ustaz/ustazah pada iklan televisi hanya sebagai icondunia konsumsi. Temuan berikuntya adalah adanya mitos yang menganggap bahwasemua pesan yang disampaikan ustaz/ustazah adalah benar dan pantas dijadikanpanutan di balik representasi figur ustaz/ustazah pada iklan televisi.IV. KesimpulanTeori semiotika konotatif milik Barthes membawa peneliti menemukan arti„kedua„ di dalam iklan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga dan Telkomsel, dimanaMamah Dedeh dan ustaz Maulana yang merupakan figur ustaz/ustazah hadir dalamiklan televisi justru bukan sebagai penyampai pesan agama yang melainkanmenyampaikan pesan-pesan untuk mempromosikan produk komersial.Representasi figur ustaz/ustazah pada iklan televisi untuk produk komersialpada akhirnya menggeser peran ustaz/ustazah di masyarakat. Jika peran merupakanset perilaku yang diharapkan pada seseorang yang memiliki status, dalam hal iniustaz/ustazah dengan perannya menyampaikan pesan Tuhan, maka representasiustaz/ustazah pada iklan televisi untuk produk komersial pesan ustaz/ustazah adalahmenyampaikan pesan promosi produk komersial yang diiklankan.Agama menurut Email Durkheim diidentifikasikan sebagai pembangun kohesimasyarakat salah satunya melalui simbol. Ustaz/ustazah merupakan salah satu bentuksimbol agama Islam dimana figur tersebut juga menjadi alat untuk membangunkohesi di masyarakat. Teori tersebut kemudian digunakan pembuat iklan untukmenggiring jamaah dari ustaz/ustazah yang memiliki kohesi tersebut untukmenggunakan produk yang sama atau yang digunakan oleh panutannya seperti yangdirepresentasikan dalam iklan.Representasi figur ustaz/ustazah pada iklan televisi yang diperlihatkan peneliti,serta temuan-temuan penelitian yang didapat, diharapkan mampu membuat pembacasebagai penikmat televisi untuk lebih berfikir kritis ketika akan memaknai pesanpesaniklan televisi yang kenyataannya sarat akan kepentingan.Daftar PustakaBarthes, Roland. 2007. Petualang Semiologi. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.Fiske, J. 2001. Television Culture. London: Methuen & Co. Ltd.Hartley, John. 2004. Communication, Cultural, & Media Studies.Yogjakarta:Jalasutra.Kimmel, Michael. Amy Aronson. 2010. Sociology now: the essentials (2nd ed.).Boston: Allyn & Bacon.Stout, Daniel A. 2006. Encyclopedia of Religion, Communication, and Media.London and New York: Routledge.Zoest, Art Van. 1993. Semiotika. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.
Last update:
Interaksi Online, is published by Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024)7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.