BibTex Citation Data :
@article{IO3638, author = {Anindya Pratiwi and Sunarto Sunarto and Agus Naryoso}, title = {Komunikasi Antarpribadi Guru Dalam Membangun Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Pada Siswa Tunarungu di SLB Negeri Semarang)}, journal = {Interaksi Online}, volume = {1}, number = {4}, year = {2013}, keywords = {}, abstract = { 1 Komunikasi Antarpribadi Guru Dalam Membangun Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Pada Siswa Tunarungu di SLB Negeri Semarang) Summary Penelitian Disusun untuk memenuhi persayaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Penyusun Nama : Anindya Ratna Pratiwi NIM : D2C309008 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2013 ABSTRAK 2 JUDUL : KOMUNIKASI ANTARPRIBADI GURU DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (STUDI KASUS PADA SISWA TUNARUNGU DI SLB NEGERI SEMARANG) NAMA : ANINDYA RATNA PRATIWI Tunarungu merupakan bagian dari kelompok anak berkebutuhan khusus, dimana mereka memiliki hambatan dalam hal pendengarannya. Ketidakmampuan tunarungu dalam mendengar mengakibatkan terhambatnya perkembangan berbagai aspek dalam kehidupannya, seperti bahasa dan bicara, intelegensi, emosi, maupun sosialnya. Keterbatasan yang mereka miliki menimbulkan rasa kekhawatiran tersendiri baik pada diri anak tunarungu, orangtua dan lingkungan terdekatnya dalam hal kemandiriannya, baik dalam hal bina diri hingga kemandirian dalam hal pemenuhan kebutuhannya di masa depan. Fokus penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran fenomena komunikasi antarpribadi guru dengan siswa tunarungu di SLB Negeri Semarang. Selain itu juga untuk mengetahui kegiatan komunikasi antarpribadi guru dengan siswa tunarungu dalam membangun kemandirian mereka. Penelitian kualitatif ini menggunakan paradigma post-positivistik dengan tipe penelitian deskriptif. Metode penelitiannya memakai Studi Kasus yang mengacu pada Yin (2006) dengan analisis perjodohan pola. Data diperoleh dari hasil wawancara secara mendalam pada enam informan, yakni satu orang Kepala sekolah, satu orang guru tunarungu, dua dari orangtua siswa tunarungu, serta dua orang informan anak tunarungu, kemudian data dilengkapi dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Teori utama dalam penelitian ini yakni Social Penetration Theory (SPT) atau Teori Penetrasi Sosial. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa komunikasi antarpribadi yang efektif dirasa penting untuk diterapkan dalam aktifitas mengajar guru pada siswa berkebutuhan khusus. Komunikasi antarpribadi yang mampu berjalan efektif, dapat mewujudkan perasaan akrab (intimated) antara kedua belah pihak. Selain itu, komunikasi antarpribadi juga mampu menunjukkan perasaan kasih sayang dan perhatian guru kepada siswanya, yang mampu menyentuh sisi emosional sehingga siswa dengan kebutuhan khusus ini tidak merasa dikesampingkan. Perasaan positif ini dapat memacu semangat belajar siswa dan dapat mempermudah penyerapan materi dari guru, dalam hal ini terkait pembelajaran kemandirian. Kata Kunci : tunarungu, komunikasi antarpribadi, penetrasi sosial. 3 ABSTRACT Teacher’s Interpersonal Communication in A Special Needs Students to Build Self Reliance (Case Study on Deaf Students in SLB N Semarang) Deaf is part of a group of children with special needs, where they have a bottleneck in terms of hearing. Inability of the deaf hear, resulting in inhibition of the development of various aspects of their lives, such as speech and language development, intelligence, emotional, and social. Limitations they have cause a sense of its own concerns both in children with hearing impairment, the parent and its immediate environment in terms of independence, both in terms of building themselves up to independence in fulfilling their needs in the future. The focus of this study was to describe the picture of the phenomenon of interpersonal communication between teacher with the deaf students in SLB Negeri Semarang. In addition, to determine teacher’s interpersonal communication activities with the deaf students to build self reliance of them. This qualitative study using post-positivistic paradigm with descriptive type. Case study research methods used referring to Yin (2006) the analysis of mating patterns. Data obtained from in-depth interviews with six informants, are one principal, one teacher deaf, two of deaf parents, and two informants deaf children, then the data furnished by the observations made by the researcher. The main theory in this study namely, Social Penetration Theory (SPT) or Social Penetration Theory. Results of this study illustrate that effective interpersonal communication is considered important to apply in teaching activities of teachers on students with special needs. Interpersonal communication that is able to run effectively, can realize a familiar feeling (intimated) between the two sides. In addition, interpersonal communication is also able to show feelings of affection and attention from the teacher to the students, who are able to touch the emotional side so that students with special needs do not feel excluded. These positive feelings can spur students' enthusiasm for learning and to facilitate the absorption of material from the teacher, in this case related to learning independence. Keywords: deaf, interpersonal communication, social penetration. 4 1. Pendahuluan Banyak orang yang beranggapan bahwa berkomunikasi itu merupakan hal yang mudah. Namun, seseorang akan tersadar ketika komunikasi yang dihadapi mengalami hambatan. Situasi tersebut menjadi rumit karena seseorang tidak berhasil menyampaikan maksudnya kepada lawan bicaranya (komunikan) sehingga proses komunikasi berjalan tidak efektif. Proses komunikasi yang terhambat seperti demikian seringkali terjadi pada interaksi komunikasi yang melibatkan anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus sama halnya dengan anak normal lainnya yang akan memasuki masa remaja kemudian menuju kedewasaan penuh. Perubahan anak menuju dewasa ini menuntut peran orangtua dan orang terdekatnya untuk membentuk anak menjadi pribadi mandiri. Perkembangan kemandirian mereka, khususnya pada tunarungu inilah yang menjadi kekhawatiran orangtua. Hal ini mengingat kemandirian menjadi aspek yang teramat penting sebagai bekal masa depannya sehingga individu mampu melaksanakan tugas hidup dengan tanggungjawab, berdasarkan norma yang berlaku. Kemandirian (self relliance) sendiri merupakan kemampuan untuk mengelola semua milik kita, tahu bagaimana mengelola waktu, dapat berjalan dan berpikir secara mandiri, disertai dengan kemampuan untuk mengambil resiko dan memecahkan masalah (Deborah,2005:226). Pendidikan khusus diperlukan anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengontrol perkembangan emosional dan melatih kemandirian anak secara lebih intensif disertai materi pembelajaran yang lebih terarah. Pendidikan khusus yang bermutu baik sangat diharapkan ketersediannya mengingat angka anak berkebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat. Untuk tunarungu jumlahnya sudah mencapai angka 2.547.626 jiwa. Salah satu sekolah pendidikan khusus yang patut dijadikan contoh yakni SLB Negeri Semarang, yang dikenal unggul mencetak siswa-siwa berkebutuhan khusus yang berprestasi. SLB negeri Semarang kini juga menjadi rintisan sekolah 5 bertaraf internasinal. Prestasi SLB Negeri Semarang sudah dikenal hingga tingkat Nasional. Bahkan, beberapa kali masuk dalam pemberitaan media nasional. Dalam lingkungan sekolah, aktifitas komunikasi antarpribadi terutama antara guru dengan siswa sangat berperan penting. Johnson (1981) menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia. Identitas atau jati diri seseorang juga terbentuk lewat komunikasi dengan orang lain dan ternyata kesehatan mental seseorang ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungannya dengan orang lain (Supraktiknya,1995:9). Meskipun, dalam perkembangan anak tunarungu sendiri, keluarga yang mendukung kemajuan perkembangan siswa juga berpengaruh dalam pembentukan kemandiriannya Melihat pentingnya kualitas komunikasi antarpribadi, maka peran guru tunarungu bukan sekedar mengajar dan menuntaskan kurikulum, melainkan juga bagaimana menjalin kualitas komunikasi yang baik dengan siswa tunarugu dan membantunya untuk berkomunikasi secara lebih baik sehingga proses pembentukan kemandirian pada diri siswa dapat lebih mudah tercapai. Dari uraian tersebut, kemudian menjadi hal yang menarik untuk diteliti bagaimana komunikasi antarpribadi guru tunarungu dalam membangun kemandirian siswa tunarungu di SLB Negeri Semarang. 2. Batang Tubuh 2.1. Penetrasi sosial dalam komunikasi antarpribadi Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara individu-individu). Sedangkan pendapat Deddy Mulyana (2008 : 81) bahwa komunikasi antarpribadi memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Suranto, 2011 : 3). 6 Teori penetrasi sosial kemudian digunakan peneliti untuk menjelaskan hubungan dalam konteks komunikasi antarpribadi yang terjadi antara guru dengan siswa berkebutuhan khusus tunarungu di SLB Negeri Semarang. Teori ini merupakan bagian dari teori pengembangan hubungan atau relationship development theory. Teori ini dikembangkan oleh Irwin Altman and Dalmas Taylor. Menurut Irwin dan Dalmas, komunikasi adalah penting dalam mengembangkan dan memelihara hubungan-hubungan antarpribadi. Altman dan Taylor (1973) dalam teori penetrasi sosial menjelaskan secara terperinci peran dari pengungkapan diri, keakraban, dan komunikasi dalam pengembangan hubungan antarpribadi. Selanjutnya teori mereka menjelaskan peran variabel-variabel ini dalam terputusnya hubungan - tidak adanya penetrasi. (Budyatna dan Leila, 2011: 225-226). Terdapat beberapa asumsi yang dianut Social Penetration Theory (SPT). Asumsi –asumsinya yakni, 1) perkembangan hubungan dari tidak intim menuju ke hubungan yang intim. Asumsi berikutnya, 2) perkembangan hubungan umumnya sistematis dan dapat diramalkan. Asumsi yang terakhir adalah 4) pengungkapan diri (self disclosure) adalah inti dari sebuah perkembangan hubungan. Dalam proses penetrasi sosial hubungan antara guru dengan siswa tunarungu, mengenai proses perkembangan hubungan dan pengungkapan diri (self disclosure) merupakan dua bagian penting yang perlu dipahami dengan lebih mendalam (West dan Turner, 2007:187). 2.2. Subyek penelitian Dalam penelitian ini yang akan menjadi subyek penelitian adalah pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian ini termasuk yang berperan dalam 7 pembentukan kemandirian pada siswa tunarungu. Subjek penelitian ini mencakup informan-informan penelitian yang terdiri dari 1) Kepala sekolah sejumlah satu orang. 2) Guru sejumlah satu orang, yakni satu dari guru pengajar setingkat SMP pada kelas B (tunarungu). 3) Orangtua murid (ayah/ibu) dengan jumlah dua orang informan, yakni satu dari orangtua tunarungu yang tinggal di asrama SLB N Semarang dan satu lagi dari orangtua tunarungu yang tidak tinggal di asrama (tinggal dirumah orangtua). 4) siswa/siswi sejumlah dua orang yang terdiri dari siswa SMP tunarungu yang tinggal di asrama dan siswa tunarungu yang tinggalnya bersama orangtuanya dirumah. Keduanya termasuk tunarungu golongan berat hingga sangat berat. 2.3. Metodologi Penelitian Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus dan pendekatan penelitiannya menggunakan post-positivistik. Sedangkan untuk jenis penelitiannya adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan tipe studi kasus (case study), dimana studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pernyataan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why (K.Yin, 2006 : 1). 2.4. Temuan Dalam penelitian ini, diketahui bahwa siswa tunarungu umumnya belum bisa bersikap terbuka terhadap gurunya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterbukaan pada diri anak tunarungu, yakni : 1) minimnya jumlah perbendaharaan kosakata yang dimiliki. Semakin minim jumlah kosakata yang dimiliki, semakin sulit mengungkapkan perasaannya terutama komunikasinya secara verbal, sedangkan siswa tunarungu yang kosakatanya cukup banyak akan lebih aktif berkomunikasi dan mudah menceritakan isi hati atau permasalahan yang dialami. 2) Tipe karakter kepribadian anak tunarungu. Siswa tunarungu yang karakternya introvert akan cenderung menyimpan masalah yang dimiliki 8 dibandingkan dengan dengan tipe kepribadiannya ekstrovert. Namun dalam penelitian ini, informan dengan tipe ekstrovert ternyata enggan juga untuk bercerita dengan gurunya, 3) Penilaian siswa tunarungu terhadap guru. Guru yang dinilai kurang sabar dan mudah marah pada siswa mampu mempengaruhi sikap keterbukaannya, karena timbul rasa ketidaknyamanan, 4) Kedekatan guru dengan siswanya. Semakin baik dan harmonis hubungan guru dengan siswanya, maka siswa akan mudah bercerita apa saja tentang dirinya tanpa harus diminta atau ditanya. Komunikasi antarpribadi yang berlangsung efektif antara guru dengan siswa tunarungu dapat mendukung terwujudnya kemandirian siswa. Tunarungu dikatakan mandiri apabila mampu berkomunikasi dengan baik, dapat hidup berdampingan dengan orang lain, dan kelak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Faktor yang mendukung terbentuknya kemandirian siswa yakni kemauan anak untuk belajar, dukungan positif dari orangtua serta guru, fasilitas sekolah yang mendukung, serta komunikasi yang baik antara orangtua dengan pihak sekolah. Sedangkan faktor penghambat kemandirian siswa tunarungu yakni anak yang tidak semangat belajar atau malas belajar, orangtua yang tidak peduli dengan perkembangan anak, fasilitas sekolah yang tidak mendukung, serta guru yang tidak mendukung perkembangan kemandirian siswa dan tidak mampu mengontrol kesabarannya. 3. Penutup 3.1 Implikasi Teoretis Dalam SPT (Social Penetration Theory), hubungan dapat mengalami perkembangan dari tidak intim menjadi intim. Seiring berjalannya waktu, suatu hubungan antarpribadi berpeluang menjadi intim. Meskipun tidak semua 9 hubungan secara ektrim bergerak dari tidak intim menjadi intim. Namun, seringkali sebuah hubungan berada diantara kedua kutub keintiman tersebut, dalam artian hubungannya dekat tapi tidak terlalu dekat (sedang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara guru dengan informan siswa tunarungu belum berada pada tahap intim atau belum akrab. Hal ini dinilai berdasarkan sikap keterbukaan diri (self disclosure) siswa tunarungu kepada gurunya. Menurut West dan Turner (2007:187), pengungkapan diri (self disclosure) adalah inti dari perkembangan hubungan. Keengganan dalam mengungkapkan diri dapat dikarenakan faktor kepribadian dari masing-masing individu. Individu yang introvert biasanya jarang berinteraksi dengan orang lain, cenderung diam dan lebih senang menyendiri. Seorang yang introvert biasanya hanya berbicara seperlunya dan hanya ingin berbicara mengenai apa yang memang ingin mereka bicarakan. Sedangkan individu dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung lebih menyukai interaksi dengan banyak orang, dan tidak nyaman dengan suasana sepi serta lebih aktif berbicara (Suranto,2011 :158-159). Namun perlu dipahami bahwa berkomunikasi dengan tunarungu tidak semudah dengan anak normal. Ketidakterbukaan pada anak tunarungu ini dapat pula disebabkkan karena kemampuan komunikasi yang rendah karena minimnya perbendaharaan kosakata yang dimiliki sehingga timbul kecemasan dalam diri tunarungu untuk berkomunikasi, terutama dengan orang lain yang normal karena biasanya seorang tunarungu kesulitan berkomunikasi secara verbal. Kecemasan berkomunikasi (communication apprehension) ini dapat menyebabkan sikap keengganan untuk mengungkapkan atau membuka diri. Orang yang apprehensif dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi, dan hanya akan berbicara apabila terdesak saja (Jalaluddin,2007 : 109). Jika dilihat dari komunikasi nonverbal, yang paling sering dipakai informan I dalam aktifitas pembelajaran di sekolah antara lain dengan bahasa 10 isyarat tangan, gerakan mulut, ekspresi wajah, kontak mata, serta gerakan tubuh lainnya berbarengan dengan komunikasi verbalnya. Gerakan tubuh ini dinamakan kinesics. Kinesics merupakan suatu nama teknis bagi studi mengenai gerakan tubuh yang digunakan dalam komunikasi. Gerakan tubuh (kinesics) antara lain kontak mata, ekspresi wajah, gerak-isyarat, postur atau perawakan, dan sentuhan (Budyatna dan Ganiem, 2011 :125). 3.2 Implikasi Praktis Kajian komunikasi terutama pada komunikasi antarpribadi memiliki berbagai manfaat dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Dalam aktifitas pembelajaran yang melibatkan aspek komunikasi antarpribadi, mampu lebih menyentuh sisi emosional mereka, sehingga siswa tidak merasa dikesampingkan, serta dapat merasakan kasih sayang orang-orang disekitarnya. Komunikasi antarpribadi oleh diharapkan juga dapat membantu mempengaruhi sikap dan perilaku anak berkebutuhan khusus, agar lebih mandiri sebagai bekal hidupnya di masa depan. Penelitian ini selain diharapkan berguna untuk media kajian komunikasi bagi SLB, juga diharapkan mampu bermanfaat sebagai media kajian komunikasi bagi orangtua yang membutuhkan informasi berkaitan dengan model komunikasi pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus, secara lebih khususnya pada anak tunarungu. 3.3 Implikasi Sosial Secara sosial, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran pada masyarakat yang masih memandang rendah anak berkebutuhan khusus agar tidak lagi meremehkan mereka, karena setiap orang yang terlahir di dunia pasti memiliki kelebihan serta kekurangan masing-masing. Selain itu, diharapkan bagi masyarakat, keluarga serta lingkungan disekitar anak berkebutuhan khusus ini, 11 untuk tidak melakukan tindakan diskriminasi terhadap mereka dalam pemenuhan haknya, mengingat, setiap manusia memiliki derajat yang sama di mata Tuhan. 12 Daftar Pustaka Aw, Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu Budyatna, Muhammad dan Leila Mona Ganiem.(2011). Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group Mulyana, Deddy.(2005). Ilmu komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Parker, Deborah.(2005). Menumbuhkan Kemandirian Dan Harga Diri Anak. Jakarta: Prestasi Pustakaraya Richard West, dan Lynn H. Turner. (2007). Introducing Communication Theory : analysis and application Third Edition. New York: The McGraw-Hill companies, Inc Supratiknya. (1995). Komunikasi Antarpribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius Yin, Robert K.(2006). Studi Kasus: desain dan metode. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta Rakhmat, Jalaluddin. (2007).Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Yin, Robert K.(2006). Studi Kasus: desain dan metode. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/3638} }
Refworks Citation Data :
1Komunikasi Antarpribadi Guru Dalam Membangun Kemandirian AnakBerkebutuhan Khusus(Studi Kasus Pada Siswa Tunarungu di SLB Negeri Semarang)Summary PenelitianDisusun untuk memenuhi persayaratan menyelesaikanPendidikan Strata 1PenyusunNama : Anindya Ratna PratiwiNIM : D2C309008JURUSAN ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS DIPONEGORO2013ABSTRAK2JUDUL : KOMUNIKASI ANTARPRIBADI GURU DALAMMEMBANGUN KEMANDIRIAN ANAK BERKEBUTUHANKHUSUS (STUDI KASUS PADA SISWA TUNARUNGU DI SLBNEGERI SEMARANG)NAMA : ANINDYA RATNA PRATIWITunarungu merupakan bagian dari kelompok anak berkebutuhan khusus,dimana mereka memiliki hambatan dalam hal pendengarannya. Ketidakmampuantunarungu dalam mendengar mengakibatkan terhambatnya perkembangan berbagaiaspek dalam kehidupannya, seperti bahasa dan bicara, intelegensi, emosi, maupunsosialnya. Keterbatasan yang mereka miliki menimbulkan rasa kekhawatirantersendiri baik pada diri anak tunarungu, orangtua dan lingkungan terdekatnya dalamhal kemandiriannya, baik dalam hal bina diri hingga kemandirian dalam halpemenuhan kebutuhannya di masa depan.Fokus penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran fenomenakomunikasi antarpribadi guru dengan siswa tunarungu di SLB Negeri Semarang.Selain itu juga untuk mengetahui kegiatan komunikasi antarpribadi guru dengansiswa tunarungu dalam membangun kemandirian mereka.Penelitian kualitatif ini menggunakan paradigma post-positivistik dengan tipepenelitian deskriptif. Metode penelitiannya memakai Studi Kasus yang mengacu padaYin (2006) dengan analisis perjodohan pola. Data diperoleh dari hasil wawancarasecara mendalam pada enam informan, yakni satu orang Kepala sekolah, satu orangguru tunarungu, dua dari orangtua siswa tunarungu, serta dua orang informan anaktunarungu, kemudian data dilengkapi dengan hasil observasi yang dilakukan olehpeneliti. Teori utama dalam penelitian ini yakni Social Penetration Theory (SPT) atauTeori Penetrasi Sosial.Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa komunikasi antarpribadi yangefektif dirasa penting untuk diterapkan dalam aktifitas mengajar guru pada siswaberkebutuhan khusus. Komunikasi antarpribadi yang mampu berjalan efektif, dapatmewujudkan perasaan akrab (intimated) antara kedua belah pihak. Selain itu,komunikasi antarpribadi juga mampu menunjukkan perasaan kasih sayang danperhatian guru kepada siswanya, yang mampu menyentuh sisi emosional sehinggasiswa dengan kebutuhan khusus ini tidak merasa dikesampingkan. Perasaan positif inidapat memacu semangat belajar siswa dan dapat mempermudah penyerapan materidari guru, dalam hal ini terkait pembelajaran kemandirian.Kata Kunci : tunarungu, komunikasi antarpribadi, penetrasi sosial.3ABSTRACTTeacher’s Interpersonal Communication in A Special Needs Students to BuildSelf Reliance(Case Study on Deaf Students in SLB N Semarang)Deaf is part of a group of children with special needs, where they have a bottleneck interms of hearing. Inability of the deaf hear, resulting in inhibition of the developmentof various aspects of their lives, such as speech and language development,intelligence, emotional, and social. Limitations they have cause a sense of its ownconcerns both in children with hearing impairment, the parent and its immediateenvironment in terms of independence, both in terms of building themselves up toindependence in fulfilling their needs in the future.The focus of this study was to describe the picture of the phenomenon ofinterpersonal communication between teacher with the deaf students in SLB NegeriSemarang. In addition, to determine teacher’s interpersonal communication activitieswith the deaf students to build self reliance of them.This qualitative study using post-positivistic paradigm with descriptive type. Casestudy research methods used referring to Yin (2006) the analysis of mating patterns.Data obtained from in-depth interviews with six informants, are one principal, oneteacher deaf, two of deaf parents, and two informants deaf children, then the datafurnished by the observations made by the researcher. The main theory in this studynamely, Social Penetration Theory (SPT) or Social Penetration Theory.Results of this study illustrate that effective interpersonal communication isconsidered important to apply in teaching activities of teachers on students withspecial needs. Interpersonal communication that is able to run effectively, can realizea familiar feeling (intimated) between the two sides. In addition, interpersonalcommunication is also able to show feelings of affection and attention from theteacher to the students, who are able to touch the emotional side so that students withspecial needs do not feel excluded. These positive feelings can spur students'enthusiasm for learning and to facilitate the absorption of material from the teacher,in this case related to learning independence.Keywords: deaf, interpersonal communication, social penetration.41. PendahuluanBanyak orang yang beranggapan bahwa berkomunikasi itu merupakan hal yangmudah. Namun, seseorang akan tersadar ketika komunikasi yang dihadapimengalami hambatan. Situasi tersebut menjadi rumit karena seseorang tidakberhasil menyampaikan maksudnya kepada lawan bicaranya (komunikan)sehingga proses komunikasi berjalan tidak efektif. Proses komunikasi yangterhambat seperti demikian seringkali terjadi pada interaksi komunikasi yangmelibatkan anak berkebutuhan khusus.Anak berkebutuhan khusus sama halnya dengan anak normal lainnya yangakan memasuki masa remaja kemudian menuju kedewasaan penuh. Perubahananak menuju dewasa ini menuntut peran orangtua dan orang terdekatnya untukmembentuk anak menjadi pribadi mandiri.Perkembangan kemandirian mereka, khususnya pada tunarungu inilah yangmenjadi kekhawatiran orangtua. Hal ini mengingat kemandirian menjadi aspekyang teramat penting sebagai bekal masa depannya sehingga individu mampumelaksanakan tugas hidup dengan tanggungjawab, berdasarkan norma yangberlaku. Kemandirian (self relliance) sendiri merupakan kemampuan untukmengelola semua milik kita, tahu bagaimana mengelola waktu, dapat berjalandan berpikir secara mandiri, disertai dengan kemampuan untuk mengambil resikodan memecahkan masalah (Deborah,2005:226).Pendidikan khusus diperlukan anak-anak berkebutuhan khusus untukmengontrol perkembangan emosional dan melatih kemandirian anak secara lebihintensif disertai materi pembelajaran yang lebih terarah. Pendidikan khusus yangbermutu baik sangat diharapkan ketersediannya mengingat angka anakberkebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat. Untuk tunarungu jumlahnyasudah mencapai angka 2.547.626 jiwa.Salah satu sekolah pendidikan khusus yang patut dijadikan contoh yakniSLB Negeri Semarang, yang dikenal unggul mencetak siswa-siwa berkebutuhankhusus yang berprestasi. SLB negeri Semarang kini juga menjadi rintisan sekolah5bertaraf internasinal. Prestasi SLB Negeri Semarang sudah dikenal hinggatingkat Nasional. Bahkan, beberapa kali masuk dalam pemberitaan medianasional.Dalam lingkungan sekolah, aktifitas komunikasi antarpribadi terutamaantara guru dengan siswa sangat berperan penting. Johnson (1981) menunjukkanbeberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalamrangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia. Identitas atau jati diri seseorangjuga terbentuk lewat komunikasi dengan orang lain dan ternyata kesehatanmental seseorang ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungannya denganorang lain (Supraktiknya,1995:9). Meskipun, dalam perkembangan anaktunarungu sendiri, keluarga yang mendukung kemajuan perkembangan siswajuga berpengaruh dalam pembentukan kemandiriannyaMelihat pentingnya kualitas komunikasi antarpribadi, maka peran gurutunarungu bukan sekedar mengajar dan menuntaskan kurikulum, melainkan jugabagaimana menjalin kualitas komunikasi yang baik dengan siswa tunarugu danmembantunya untuk berkomunikasi secara lebih baik sehingga prosespembentukan kemandirian pada diri siswa dapat lebih mudah tercapai.Dari uraian tersebut, kemudian menjadi hal yang menarik untuk ditelitibagaimana komunikasi antarpribadi guru tunarungu dalam membangunkemandirian siswa tunarungu di SLB Negeri Semarang.2. Batang Tubuh2.1. Penetrasi sosial dalam komunikasi antarpribadiKomunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalahkomunikasi antara individu-individu). Sedangkan pendapat Deddy Mulyana(2008 : 81) bahwa komunikasi antarpribadi memungkinkan setiap pesertanyamenangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupunnonverbal (Suranto, 2011 : 3).6Teori penetrasi sosial kemudian digunakan peneliti untuk menjelaskanhubungan dalam konteks komunikasi antarpribadi yang terjadi antara gurudengan siswa berkebutuhan khusus tunarungu di SLB Negeri Semarang. Teori inimerupakan bagian dari teori pengembangan hubungan atau relationshipdevelopment theory. Teori ini dikembangkan oleh Irwin Altman and DalmasTaylor. Menurut Irwin dan Dalmas, komunikasi adalah penting dalammengembangkan dan memelihara hubungan-hubungan antarpribadi.Altman dan Taylor (1973) dalam teori penetrasi sosial menjelaskan secaraterperinci peran dari pengungkapan diri, keakraban, dan komunikasi dalampengembangan hubungan antarpribadi. Selanjutnya teori mereka menjelaskanperan variabel-variabel ini dalam terputusnya hubungan - tidak adanya penetrasi.(Budyatna dan Leila, 2011: 225-226).Terdapat beberapa asumsi yang dianut Social Penetration Theory (SPT).Asumsi –asumsinya yakni, 1) perkembangan hubungan dari tidak intim menujuke hubungan yang intim. Asumsi berikutnya, 2) perkembangan hubunganumumnya sistematis dan dapat diramalkan. Asumsi yang terakhir adalah 4)pengungkapan diri (self disclosure) adalah inti dari sebuah perkembanganhubungan. Dalam proses penetrasi sosial hubungan antara guru dengan siswatunarungu, mengenai proses perkembangan hubungan dan pengungkapan diri(self disclosure) merupakan dua bagian penting yang perlu dipahami denganlebih mendalam (West dan Turner, 2007:187).2.2. Subyek penelitianDalam penelitian ini yang akan menjadi subyek penelitian adalah pihak-pihakyang berhubungan dengan penelitian ini termasuk yang berperan dalam7pembentukan kemandirian pada siswa tunarungu. Subjek penelitian inimencakup informan-informan penelitian yang terdiri dari 1) Kepala sekolahsejumlah satu orang. 2) Guru sejumlah satu orang, yakni satu dari guru pengajarsetingkat SMP pada kelas B (tunarungu). 3) Orangtua murid (ayah/ibu) denganjumlah dua orang informan, yakni satu dari orangtua tunarungu yang tinggal diasrama SLB N Semarang dan satu lagi dari orangtua tunarungu yang tidaktinggal di asrama (tinggal dirumah orangtua). 4) siswa/siswi sejumlah dua orangyang terdiri dari siswa SMP tunarungu yang tinggal di asrama dan siswatunarungu yang tinggalnya bersama orangtuanya dirumah. Keduanya termasuktunarungu golongan berat hingga sangat berat.2.3. Metodologi PenelitianTipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus danpendekatan penelitiannya menggunakan post-positivistik. Sedangkan untuk jenispenelitiannya adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan metodepenelitian dengan tipe studi kasus (case study), dimana studi kasus merupakanstrategi yang lebih cocok bila pokok pernyataan suatu penelitian berkenaandengan how atau why (K.Yin, 2006 : 1).2.4. TemuanDalam penelitian ini, diketahui bahwa siswa tunarungu umumnya belum bisabersikap terbuka terhadap gurunya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhiketerbukaan pada diri anak tunarungu, yakni : 1) minimnya jumlahperbendaharaan kosakata yang dimiliki. Semakin minim jumlah kosakata yangdimiliki, semakin sulit mengungkapkan perasaannya terutama komunikasinyasecara verbal, sedangkan siswa tunarungu yang kosakatanya cukup banyak akanlebih aktif berkomunikasi dan mudah menceritakan isi hati atau permasalahanyang dialami. 2) Tipe karakter kepribadian anak tunarungu. Siswa tunarunguyang karakternya introvert akan cenderung menyimpan masalah yang dimiliki8dibandingkan dengan dengan tipe kepribadiannya ekstrovert. Namun dalampenelitian ini, informan dengan tipe ekstrovert ternyata enggan juga untukbercerita dengan gurunya, 3) Penilaian siswa tunarungu terhadap guru. Guruyang dinilai kurang sabar dan mudah marah pada siswa mampu mempengaruhisikap keterbukaannya, karena timbul rasa ketidaknyamanan, 4) Kedekatan gurudengan siswanya. Semakin baik dan harmonis hubungan guru dengan siswanya,maka siswa akan mudah bercerita apa saja tentang dirinya tanpa harus dimintaatau ditanya.Komunikasi antarpribadi yang berlangsung efektif antara guru dengansiswa tunarungu dapat mendukung terwujudnya kemandirian siswa. Tunarungudikatakan mandiri apabila mampu berkomunikasi dengan baik, dapat hidupberdampingan dengan orang lain, dan kelak mampu memenuhi kebutuhannyasendiri.Faktor yang mendukung terbentuknya kemandirian siswa yakni kemauananak untuk belajar, dukungan positif dari orangtua serta guru, fasilitas sekolahyang mendukung, serta komunikasi yang baik antara orangtua dengan pihaksekolah. Sedangkan faktor penghambat kemandirian siswa tunarungu yakni anakyang tidak semangat belajar atau malas belajar, orangtua yang tidak pedulidengan perkembangan anak, fasilitas sekolah yang tidak mendukung, serta guruyang tidak mendukung perkembangan kemandirian siswa dan tidak mampumengontrol kesabarannya.3. Penutup3.1 Implikasi TeoretisDalam SPT (Social Penetration Theory), hubungan dapat mengalamiperkembangan dari tidak intim menjadi intim. Seiring berjalannya waktu, suatuhubungan antarpribadi berpeluang menjadi intim. Meskipun tidak semua9hubungan secara ektrim bergerak dari tidak intim menjadi intim. Namun,seringkali sebuah hubungan berada diantara kedua kutub keintiman tersebut,dalam artian hubungannya dekat tapi tidak terlalu dekat (sedang).Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara guru denganinforman siswa tunarungu belum berada pada tahap intim atau belum akrab. Halini dinilai berdasarkan sikap keterbukaan diri (self disclosure) siswa tunarungukepada gurunya. Menurut West dan Turner (2007:187), pengungkapan diri (selfdisclosure) adalah inti dari perkembangan hubungan.Keengganan dalam mengungkapkan diri dapat dikarenakan faktorkepribadian dari masing-masing individu. Individu yang introvert biasanyajarang berinteraksi dengan orang lain, cenderung diam dan lebih senangmenyendiri. Seorang yang introvert biasanya hanya berbicara seperlunya danhanya ingin berbicara mengenai apa yang memang ingin mereka bicarakan.Sedangkan individu dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung lebihmenyukai interaksi dengan banyak orang, dan tidak nyaman dengan suasana sepiserta lebih aktif berbicara (Suranto,2011 :158-159).Namun perlu dipahami bahwa berkomunikasi dengan tunarungu tidaksemudah dengan anak normal. Ketidakterbukaan pada anak tunarungu ini dapatpula disebabkkan karena kemampuan komunikasi yang rendah karena minimnyaperbendaharaan kosakata yang dimiliki sehingga timbul kecemasan dalam diritunarungu untuk berkomunikasi, terutama dengan orang lain yang normal karenabiasanya seorang tunarungu kesulitan berkomunikasi secara verbal. Kecemasanberkomunikasi (communication apprehension) ini dapat menyebabkan sikapkeengganan untuk mengungkapkan atau membuka diri. Orang yang apprehensifdalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkinberkomunikasi, dan hanya akan berbicara apabila terdesak saja (Jalaluddin,2007 :109).Jika dilihat dari komunikasi nonverbal, yang paling sering dipakaiinforman I dalam aktifitas pembelajaran di sekolah antara lain dengan bahasa10isyarat tangan, gerakan mulut, ekspresi wajah, kontak mata, serta gerakan tubuhlainnya berbarengan dengan komunikasi verbalnya. Gerakan tubuh inidinamakan kinesics. Kinesics merupakan suatu nama teknis bagi studi mengenaigerakan tubuh yang digunakan dalam komunikasi. Gerakan tubuh (kinesics)antara lain kontak mata, ekspresi wajah, gerak-isyarat, postur atau perawakan,dan sentuhan (Budyatna dan Ganiem, 2011 :125).3.2 Implikasi PraktisKajian komunikasi terutama pada komunikasi antarpribadi memilikiberbagai manfaat dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Dalam aktifitaspembelajaran yang melibatkan aspek komunikasi antarpribadi, mampu lebihmenyentuh sisi emosional mereka, sehingga siswa tidak merasa dikesampingkan,serta dapat merasakan kasih sayang orang-orang disekitarnya. Komunikasiantarpribadi oleh diharapkan juga dapat membantu mempengaruhi sikap danperilaku anak berkebutuhan khusus, agar lebih mandiri sebagai bekal hidupnyadi masa depan.Penelitian ini selain diharapkan berguna untuk media kajian komunikasibagi SLB, juga diharapkan mampu bermanfaat sebagai media kajian komunikasibagi orangtua yang membutuhkan informasi berkaitan dengan model komunikasipembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus, secara lebih khususnya padaanak tunarungu.3.3 Implikasi SosialSecara sosial, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaranpada masyarakat yang masih memandang rendah anak berkebutuhan khusus agartidak lagi meremehkan mereka, karena setiap orang yang terlahir di dunia pastimemiliki kelebihan serta kekurangan masing-masing. Selain itu, diharapkan bagimasyarakat, keluarga serta lingkungan disekitar anak berkebutuhan khusus ini,11untuk tidak melakukan tindakan diskriminasi terhadap mereka dalam pemenuhanhaknya, mengingat, setiap manusia memiliki derajat yang sama di mata Tuhan.12Daftar PustakaAw, Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha IlmuBudyatna, Muhammad dan Leila Mona Ganiem.(2011). Teori KomunikasiAntarpribadi. Jakarta : Kencana Prenada Media GroupMulyana, Deddy.(2005). Ilmu komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT.Remaja RosdakaryaParker, Deborah.(2005). Menumbuhkan Kemandirian Dan Harga Diri Anak.Jakarta: Prestasi PustakarayaRichard West, dan Lynn H. Turner. (2007). Introducing Communication Theory :analysis and application Third Edition. New York: The McGraw-Hillcompanies, IncSupratiknya. (1995). Komunikasi Antarpribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:KanisiusYin, Robert K.(2006). Studi Kasus: desain dan metode. PT. RajaGrafindoPersada : JakartaRakhmat, Jalaluddin. (2007).Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi. Bandung:PT.Remaja RosdakaryaYin, Robert K.(2006). Studi Kasus: desain dan metode. PT. RajaGrafindoPersada : Jakarta
Last update:
situs slot 4d
22crown
tokeslot88
Interaksi Online, is published by Undergraduate Program of Communication Science, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024) 7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
situs slot
toto slot
slot
slot 4d
scatter hitam