skip to main content

Kompetensi Komunikasi Guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar Berbasis Student Center Learning di SMA N 9 Semarang Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik Unive


Citation Format:
Abstract

Kompetensi Komunikasi Guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Berbasis Student Center Learning di SMA N 9 Semarang
COMMUNICATION COMPETENCE OF TEACHER IN CLASS ACTIVITY-BASED ON
STUDENT CENTER LEARNING AT SMA N 9 SEMARANG
Abstrak
The changing of Teacher Center Learning (TCL) methods which focuses on teacher as the
main source of knowledge change become Student Center Learning(SCL) methods that
requires students to be active in the learning process because Teacher Center Learning
methods is considered ineffective. This SCL methods require the teacher must be clever to
stimulating students to be active in class activities. However, not all teachers have such
capabilities. Communication competence can be measured from the motivational
communication, communication knowledge and communication skills. SCL methods that
applied at Semarang 9 senior high school not always used in class activities. Application of
the method used depends on the subject matter presented. The purpose of this research is to
describe the communication competence of teachers in class activity based on Student Center
Learning at Semarang 9 Senior High School. And this research is descriptive quantitative
statistics and the population are students of SMA N 9 Semarang, 1031 students. The
Sampling technique is simple random. And to determine the number of samples taken,
researchers used the Frank Lynch formula and got 88 samples that were selected randomly.
Based on the findings and analysis research, assessment of the students to
communication competence of teacher in class activities based on student center learning
(SCL) in SMA N 9 Semarang competent classified. Motivation, teachers rated competent by
the students to motivate his students. This motivation can be measured by positif motivation
as efforts and desire that drive teacher performance toward excellence and negative
motivation as result in fear, anxiety, or avoidance. Knowledge, content knowledge such
knowing what to communicate and procedural knowledge such knowing how to
cummunicate, teachers have quite high knowledge. And teachers’s skills, have low skill.
With low skills, teacher cannot practice knowledge. So high knowledge of teacher can not be
applied by the teacher in teaching and learning activities. And the teachers must pay attention
to skills many factors such as empathy, speaking, and listening comprehension.
Key word: motivation, knowledge, communication skill
KOMPETENSI KOMUNIKASI GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
BERBASIS STUDENT CENTER LEARNING DI SMA N 9 SEMARANG
Abstrak
Perubahan metode belajar Teacher Center Learning (TCL) yang memusatkan guru sebagai
sumber pengetahuan bergeser menjadi Student Center Learning yang menuntut murid untuk
aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar, kebijakan tersebut ini didasari karena metode
Teacher Center Learning yang dianggap tidak efektif. Metode SCL ini menuntut guru harus
pandai menstimuli kesediaan murid untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Namun,
tidak semua guru memiliki kemampuan seperti itu. Kompetensi komunikasi ini dapat diukur
dari motivasi komunikasi, pengetahuan komunikasi dan ketrampilan komunikasi. Metode
SCL yang diterapkan SMA N 9 Semarang tidak selamanya digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar. Penerapan metode yang digunakan bergantung pada materi pelajaran yang
disampaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kompetensi komunikasi guru
dalam menyampaikan materi belajar berbasis Student Center Learning di SMA N 9
Semarang. Jenis penelitian ini adalah statistik deskriptif yang bersifat kuantitatif dengan
populasi murid SMA N 9 Semarang yang berjumlah 1031 orang. Melalui teknik simpel
random sampling peneliti mendapat 88 sampel yang dipilih secara random.
Berdasarkan temuan dan analisis penelitian, penilaian murid terhadap kompetensi
komunikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar berbasis student center learning (SCL) di
SMA N 9 Semarang tergolong dalam kategori kompeten. Dari unsur-unsur yang terdapat
pada motivasi komunikasi, guru dinilai berkompeten oleh murid dalam memberikan motivasi
pada muridnya. Motivasi ini dapat dilihat dari motivasi positif seperti faktor-faktor yang
menyebabnkan ketertarikan, dorongan dan kesiapan untuk berkomunikasi serta motivasi
negatif seperti faktor-faktor yang dapat menyebabkan ketakutan, kecemasan dan
penghindaran. Sedangkan indikator pengetahuan seperti pengetahuan konten dan
pengetahuan prosedural, guru tergolong dikategorikan mempunyai pengetahuan yang baik.
Pengetahuan konten merupakan pengetahuan apa yang akan diinformasikan dan pengetahuan
procedural adalah pengetahuan bagaimana cara menyampaikan pesan yang diciptakan.
Sedangkan dari segi ketrampilan guru, guru dikatakan mempunyai ketrampilan yang rendah.
Dengan ketrampilan komunikasi yang rendah ini, guru tidak dapat mempraktekan
pengetahuan yang dimiliki sehingga pengetahuan yang dimilki tidak dapat diterapkan secara
baik oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga guru harus memperhatikan
indikator ketrampilan seperti empati, ketrampilan berbahasa baik verbal ataupun non verbal,
dan mendengarkan.
Kata kunci : motivasi, pengetahuan, ketrampilan komunikasi
PENDAHULUAN
Harus diakui hingga kini bahwa guru masih memainkan peranan utama dalam proses
menghasilkan pendidikan yang berkualitas, namun guru bukan satu-satunya sumber ilmu
pengetahuan. Kegiatan belajar mengajar merupakan proses interaksi langsung antara siswa
dan guru. Perkembangan ilmu komunikasi juga berpengaruh pada metode pembelajaran.
Model komunikasi yang pertama adalah model komunikasi linier, dalam proses model ini
komunikator mengirimkan pesan pada komunikan dengan cara merubah pesan menjadi
sinyal-sinyal melalui alat pemancar kemudian sinyal-sinyal ini harus disesuaikan dengan
saluran yang menuju alat penerima. Fungsi alat penerima mengubah kembali sinyal menjadi
pesan. Pesan yang diterima ini kemudian mencapai tujuan. Sinyal ini dapat berubah karena
adanya noise (gangguan) yang dapat terjadi (Suprapto, 2009: 62). Hal tersebut dapat
mengakibatkan isi pesan yang dihasilkan oleh komunikator akan diterima oleh komunikan
dengan isi yang berbeda. Proses komunikasi linier sama dengan metode pembelajaran
Teacher Center Learning (TCL), pembelajaran satu arah yang bersumber pada guru dalam
mentransfer pengetahuan pada murid tanpa ada timbal balik secara langsung. Karena
ketidakmampuan komunikator untuk menyadari bahwa pesan yang dikirim dan pesan yang
diterima tidak selalu identik, merupakan satu alasan sebuah komunikasi itu gagal (Suprapto,
2009: 62).
Model komunikasi linier ini kemudian dikembangkan menjadi model komunikasi
transaksional. Dalam model ini komunikator dapat berperan sebagai komunikan dan juga
sebaliknya, komunikan dapat berperan sebagai komunikator. Kemudian model ini
dikembangkan menjadi model komunikasi konvergen di mana komunikasi sebenarnya bukan
sekedar suatu proses pemindahan informasi, tetapi suatu proses konvergensi di mana dua
orang atau lebih berpartisipasi dalam tukar menukar informasi untuk mencapai saling
pengertian antara satu dengan yang lainnya (Suprapto, 2009: 77). Pada metode pembelajaran
Student Center Learning (SCL) ini guru dan murid memiliki peran yang sama yaitu sebagai
partisipan, tidak ada istilah peran komunikator dan komunikan pada model konvergensi ini,
dan partisipan dituntut untuk sama-sama aktif dalam berkomunikasi. Perubahan metode
belajar Teacher Center Learning (TCL) yang mempusatkan guru sebagai sumber
pengetahuan bergeser menjadi Student Center Learning (SCL) yang menuntut murid untuk
aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar ini didasari karena metode Teacher Center
Learning (TCL) yang dianggap tidak efektif. Metode pembelajaran TCL, guru berperan
sebagai sumber pengetahuan yang utama sedangkan dalam metode pembelajaran SCL guru
berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran. Metode SCL ini
menuntut guru harus pandai menstimulasi kesediaan murid untuk aktif dalam kegiatan belajar
mengajar. Namun, tidak banyak guru yang memiliki kemampuan seperti itu.
Realitanya, metode pembelajaran SCL ini tidak seefektif seperti yang dibayangkan.
Murid yang diharapkan mempunyai kedudukan sejajar dengan guru lebih terkesan pasif dan
tidak siap dengan metode pembelajaran yang ada. Murid lebih terkesan mejadikan guru
sebagai sumber utama pengetahuan dalam pembelajaran. Murid yang disiapkan untuk
menjadi aktif dalam proses pembelajaran tidak berperan seperti guru yang juga mempunyai
kedudukan yang sama sebagai partisipan. Kemampuan seorang guru yang kreatif dalam
menyampaikkan pesan dalam bentuk materi pelajaran pada siswanya sangat dibutuhkan.
Kemampuan seseorang dalam menyampaikan isi pesan dalam dunia komunikasi biasa disebut
dengan kompetensi komunikasi. Kompetensi komunikasi merupakan kemampuan seorang
komunikator untuk mengirimkan pesan-pesan dengan baik menggunakan pesan-pesan yang
dianggap tepat dan efektif dalam suatu situasi tertentu (Morreale et al, 2004: 28). Kompetensi
komunikasi ini dapat diukur dengan indikator motivasi komunikasi, pengetahuan komunikasi,
dan ketrampilan komunikasi (Morreale et al, 2004: 37).
ISI
Metode Student Center Learning (SCL) juga diterapkan di SMA N 9 Semarang. Metode SCL
yang diterapkan tidak selamanya digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Penerapan
model ini bergantung pada materi yang akan disampaikan, jika materi yang disampaikan
terlalu rumit maka model Teacher Center Learning (TCL) yang digunakan. Seperti pada
mata pelajaran matematika, guru berperan menjadi sumber utama dari pengetahuan itu
sendiri, murid hanya menerima materi dari guru. Dan ketika murid tidak memahami materi
yang disampaikan, murid memilih untuk bertanya pada teman atau pada guru les dari pada
bertanya pada guru yang mengajar. Selain itu, model SCL seperti diskusi kelompok
merupakan cara mengajar yang paling gemar diterapkan oleh guru. Walaupun murid telah
diposisikan dalam metode belajar yang menuntut mereka untuk aktif, tidak selamanya mereka
berperilaku aktif seperti yang diharapkan. Dan hanya anak tertentu saja yang mampu
berperilaku aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Kompetensi komunikasi merupakan suatu keinginan yang dipenuhi melalui
komunikasi dengan sebuah cara yang sesuai dalam situasi tertentu (Morreale et al, 2004:28).
Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara
efektif. Kompetensi sendiri memiliki pengertian kemampuan seseorang yang meliputi
keterampilan, pengetahuan, dan sikap dalam melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan
tertentu sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Kata kunci dari kompetensi
adalah kemampuan yang sesuai standar. Sedangkan kompetensi komunikasi memiliki
pengertian kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai
dalam mengelola pertukaran pesan verbal dan non-verbal berdasarkan patokan-patokan
tertentu.
Kompetensi komunikasi mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran
lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesan
komunikasi (Devito, 1997: 27). Kemampuan merupakan potensi untuk melakukan beberapa
aktifitas secara konsisten. Adapun komponen-komponen kompetensi komunikasi dapat
digambarkan dalam skema:
Motivation (motivasi) + Knowledge (pengetahuan) + Skills (keterampilan) = Communication
Competency
Motivasi merupakan daya tarik dari komunikator yang mendorong seseorang untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Pada dasarnya, aktifitas manusia selalu berhubungan
dengan adanya dorongan, alasan ataupun kemauan. Motivasi komunikasi ini terdiri dari dua
tipe yaitu motivasi positif dan motivasi negatif (Morreale et al, 2004:38). Motivasi negatif
mengacu pada faktor-faktor yang mengakibatkan ketakutan, kecemasan, atau penghidaran.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari kepercayaan diri dan keyakinan yang kurang
dimiliki oleh komunikator. Sedangkan motivasi positif merupakan hasil dari usaha dan
keinginan yang mengarahkan perbuatan individu menuju hal yang positif seperti ketertarikan,
dorongan untuk memulai komunikasi, kesiapan untuk berkomunikasi.
Pengetahuan komunikasi merupakan kegiatan komunikator dalam mencari informasi
tentang lawan bicaranya sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan dalam
berkomunikasi. Seorang individu harus memahami dan menyadari peraturan, norma, dan
harapan yang diasosiasikan dengan latar belakang orang yang berhubungan dengan individu
tersebut. Untuk menjadi kompeten, dibutuhkan dua jenis pengetahuan yaitu pengetahuan
konten dan pengetahuan prosedural (Morreale, et al, 2004: 38). Pengetahuan konten meliputi
pengetahuan meliputi topik apa, kata-kata yang digunakan, pemahaman situasi dan
seterusnya yang dibutuhkan dalam suatu situasi. Pengetahuan prosedural merujuk pada
pengetahuan bagaimana cara menyusun, merencanakan, dan mentransfer pengetahuan yang
dimilki dalam situasi tertentu.
Ketrampilan komunikasi merupakan kemampuan yang dapat membimbing seseorang
untuk menghadirkan sebuah perilaku tertentu yang cukup dan mampu mendukung proses
komunikasi secara tepat dan efektif (Morreale et al, 2004: 39). Untuk mengurangi
ketidakpastian, seorang komunikator sedapat mungkin harus memiliki tiga ketrampilan yaitu
empati, berperilaku seluwes mungkin, dan kemampuan mengurangi ketidakpastian itu
sendiri.
Tabel II.1
Persentase Tanggapan Responden Terhadap Motivasi Komunikasi
Motivasi Komunikasi F %
Sangat Tinggi 7 8
Tinggi 63 72
Sedang 17 19
Rendah 1 1
Total 88 100
Menurut data di atas, dapat dilihat bahwa motivasi komunikasi guru SMA N 9
Semarang sudah tergolong berkompeten yaitu dengan terbukti angka 72% pada kategori
jawaban motivasi komunikasi sangat tinggi dan 8% pada motivasi komunikasi tinggi.
Responden atau murid di sini juga berpendapat bahwa motivasi komunikasi yang diberikan
guru seperti motivasi positif dapat mendorong murid untuk berpendapat dalam kelas.
Walaupun ada beberapa responden yang berpendapat bahwa 19% motivasi komunikasi guru
sedang dan 1% motivasi komunikasi guru rendah.
Tabel II.2
Persentase Tanggapan Responden Terhadap Pengetahuan Komunikasi
Pengetahuan Komunikasi F %
Sangat Tinggi 8 9
Tinggi 42 48
Sedang 38 43
Rendah 0 0
Total 88 100
Dengan melihat data di atas, 48% responden berpendapat bahwa pengetahuan
komunikasi yang dimiliki oleh guru SMA N 9 Semarang dalam kegiatan belajar mengajar
dapat dikatakan memiliki pengetahuan yang tinggi. Akan tetapi temuan angka pada kategori
berpengetahuan sedang juga tidak jauh dengan kategori berpengetahuan tinggi yaitu 43%,
selisih 5% dengan kategori berpengetahuan tinggi.
Tabel II.3
Persentase Tanggapan Responden Terhadap Ketrampilan Komunikasi
Ketrampilan Komunikasi F %
Sangat Terampil 6 7
Terampil 32 36
Kurang terampil 50 57
Tidak terampil 0 0
Total 88 100
Sebagian responden berpendapat bahwa ketrampilan komunikasi guru masih dapat
dikatakan kurang terampil. 57% responden berpendapat bahwa empati, perilaku luwes,
kemampuan dalam mengurangi ketidakpastian guru belum dapat membantu murid untuk aktif
berinteraksi di dalam kelas. Sehingga diperlukan usaha guru yang lebih untuk dapat menarik
perhatian murid agar dapat ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar baik itu
melalui cara mengajar, kondisi kelas, dan lain-lain. Akan tetapi, 36% responden berpendapat
bahwa ketrampilan komunikasi guru sudah masuk dalam katagori terampil.
Untuk mengetahui gambaran kompetensi komunikasi secara keseluruhan berdasarkan
tabel-tabel yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat dilihat melalui gabungan skor indikator
motivasi komunikasi, pengetahuan komunikasi dan ketrampilan komunikasi. Dari gabungan
skor indikator tersebut diklasifikasikan ke dalam 4 kategori yaitu: sangat kompeten,
kompeten, tidak kompeten dan sangat tidak kompeten.
Tabel II.4
Persentase Tanggapan Responden Terhadap Kompetensi Komunikasi
Kompetensi Komunikasi F %
Sangat Kompeten 6 7
Kompeten 42 48
Tidak Kompeten 40 45
Sangat Tidak Kompeten 0 0
Total 88 100
Berdasarkan perhitungan interval kelas di atas dapat diketahui bahwa persepsi
responden mengenai kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh guru dalam kegiatan belajar
mengajar berbasis Student Center Learning di SMA N 9 Semarang tergolong berkompeten.
Terbukti dengan tingginya angka pada kategori kompeten sebesar 48% dan sangat kompeten
7%. Meskipun begitu, terdapat sebagian yang menyatakan bahwa guru tidak berkompeten
dalam kegiatan belajar mengajar sebesar 45%. Penilaian responden pada motivasi,
pengetahuan dan kompetensi komunikasi yang dimiliki guru dinilai belum berkompeten
secara keseluruhan. Hal ini perlu menjadi perhatian bahwa guru perlu juga mengamati secara
langsung keadaan murid sehingga dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung guru dapat
mengetahui kondisi keadaan muridnya masing-masing.
PENUTUP
Berdasarkan latar belakang masalah, masalah dan tujuan penelitian, penilaian murid
terhadap kompetensi komunikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar berbasis student
center learning (SCL) di SMA N 9 Semarang, dari indikator kompetensi komunikasi yaitu
motivasi komunikasi, pengetahuan komunikasi dan keterampilan komunikasi dapat
disimpulkan bahwa kompetensi komunikasi guru tergolong dalam kategori kompeten (data
dalam bab III tabel III.41).
Dari unsur-unsur yang terdapat pada motivasi komunikasi, guru dinilai berkompeten
oleh murid dalam memberikan motivasi pada muridnya. Artinya, guru dapat memberikan
motivasi positif dalam mendorong murid untuk dapat mengeluarkan pendapat, menjawab
pertanyaan, aktif berdiskusi dan lain-lain. Indikator pengetahuan komunikasi seperti
pengetahuan konten dan pengetahuan prosedural, guru tergolong dikategorikan mempunyai
pengetahuan yang tinggi (data dalam bab III tabel III.42). Dan hal ini berarti guru mempunyai
pengetahuan apa yang harus disampaikan pada murid dan dalam cara bagaimana agar dapat
mendorong murid aktif berpatisipasi dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan dari
segi ketrampilan komunikasi guru, guru dikatakan mempunyai ketrampilan yang rendah (data
dalam bab III tabel III.43). Dengan ketrampilan komunikasi yang rendah ini, guru tidak dapat
mempraktekan pengetahuan komunikasi yang dimiliki sehingga pengetahuan komunikasi
yang tinggi tidak dapat diterapkan secara baik oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar.
Walaupun guru mempunyai ketrampilan komunikasi yang kurang, dapat disimpulkan
secara keseluruhan bahwa kompetensi komunikasi yang dimiliki guru SMA N 9 Semarang
termasuk dalam katagori kompeten (data dalam bab III tabel III.44). Seperti pada data temuan
sebelunya yang mendeskripsikan bahwa temuan angka pada ketegori tidak kompeten juga
tidak jauh dari kategori kompeten yaitu sebesar 45%. Hanya 55% responden yang
berpendapat bahwa guru memiliki kompetensi komunikasi yang kompeten.
DAFTAR PUSTAKA
Beebe, Steven A, Susan J.Beebe, Mark V.Redmond. 2005. Interpersonal Communication
Relating to Others. USA: Pearson Education.
Devito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia (edisi ke 5). Jakarta: Professional
Books.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program SPSS (cetakan ke 4).
Semarang: Universitas Diponegoro.
Morreale, Sherwyn P, Brian H. Spitzberg, J.Kevin Barge, Julia T. Wood, Sarah J.Tracy.
2004. Introduction to Human Communication. USA: Wadsworth Group.
Norton, Robert. 1983. Communicator Style. London: Beverly Hills.
Sekaran, Uma. 2006. Metode Penelitian untuk Bisnis (cetakan ke 4). Jakarta: Salemba Empat.
Siagian, Sondang P. 2004. Teori Motivasi dan Aplikasinya (cetakan ke 3). Jakarta:
Rineke Cipta.
Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (cetakan ke 4). Jakarta:
Rineka Cipta.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis (cetakan ke 7). Bandung: Alfabeta.
. 2006. Statisitka untuk Penelitian (cetakan ke 9). Bandung: Alfabeta.
Suranto, Aw. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi (cetakan 1).
Yogyakarta: Media Presindo.
Syarbini, Amirulloh. 2011. Rahasia Sukses Mejadi Pembicara Hebat. Jakarta: Gramedia.
Kurnaefi, “Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan
Tinggi” www.unud.ac.id diakses pada 2 April 2013

Fulltext View|Download

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.