BibTex Citation Data :
@article{IO2867, author = {Rifki Pratiwi and Turnomo Rahardjo and Tandiyo Pradekso}, title = {Penerapan Standar Program Siaran Dalam Tayangan Pesbukers}, journal = {Interaksi Online}, volume = {1}, number = {3}, year = {2013}, keywords = {}, abstract = { JUDUL : Penerapan Standar Program Siaran dalam Tayangan Pesbukers NAMA : Rifki Nur Pratiwi NIM : 14030110151007 ABSTRAKSI Televisi dan penyiaran merupakan dua kata yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia modern. Konsumsi akan kotak ajaib menjelma sebagai kebutuhan primer bagi sebagian besar masyarakat. Sayangnya, hiruk pikuk perkembangan dunia pertelevisian mengalami sedikit permasalahan. Penyiaran dianggap sebagai industri yang sangat menguntungkan hanya apabila mampu menuruti keinginan pasar. Market oriented menjadi sebuah isu yang krusial karena mampu menggeser fungsi ideal media massa. Di sisi lain, Komisi Penyiaran Indonesia sebagai lembaga yang berwenang atas regulasi penyiaran di Indonesia, dianggap belum memiliki peran yang optimal dalam fungsi pengawasan penyiaran. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya program siaran yang memperoleh sanksi administratif KPI, namun tidak menunjukkan perbaikan dalam tayangannya, seperti tayangan Bukan Empat Mata, Silet, dan Pesbukers. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pelanggaran yang dilakukan tayangan Pesbukers terhadap Standar Program Siaran, sehingga akan diketahui bagaimana penerapan SPS dalam sketsa reality tersebut. Analisis dilakukan dengan metode analisis isi terhadap tayangan Pesbukers periode 1-31 Agustus 2012, menggunakan sepuluh (10) kategori berdasarkan peraturan yang dikeluarkan KPI pada tahun 2012. Sebagai perbandingan, analisis juga dilakukan terhadap sanksi administratif yang dikeluarkan KPI sepanjang periode yang sama. Hasil penelitian menemukan bahwa tayangan Pesbukers melakukan banyak pelanggaran. Dalam setiap episode ditemukan sedikitnya tiga kategori pelanggaran, yakni pelanggaran terhadap norma kesopanan dan kesusilaan, pelanggaran terhadap perlindungan orang tertentu, serta pelanggaran terhadap adegan kekerasan, ungkapan kasar, dan makian. Pelanggaran lain yang ditemukan adalah pelanggaran terhadap privasi, pelanggaran terhadap pembatasan adegan seksualitas, pelanggaran terhadap perlindungan anak, pelanggaran terhadap lingkungan pendidikan, serta pelanggaran terhadap pembatasan tayangan mistik dan supranatural. Penelitian ini juga menemukan bentuk inkonsistensi KPI dalam pelaksanaan pengawasan isi siaran, ditunjukkan dari pelaksanaan sanksi pemberhentian sementara tayangan Pesbukers yang baru dijalankan 6 bulan setelah sanksi dikeluarkan. Selain itu, KPI tidak konsisten dalam pemberian sanksi administratif. Selama bulan Agustus 2012 ditemukan 5 teguran terhadap program yang melakukan pelanggaran identik dengan Pesbukers, namun tidak ditemukan satu pun teguran terhadap tayangan ini. Kata kunci: penyiaran, analisis isi, Pesbukers, KPI TITLE : The Implementation of The Broadcasting Program Standard in Pesbukers Program NAME : Rifki Nur Pratiwi NIM : 14030110151007 ABSTRACT Television and broadcasting are inseparable words in the modern life. The consumption of this “magic box” become primary needs for almost human being. Unfortunately, television development has a little problem. As a form of market industry, broadcasting is considered to give benefit only if it can follow the market. This issue becomes a crucial one that able to replace the ideal function of mass media. On the other hand, the Indonesian Broadcasting Commission (KPI) as an independent institution who makes the regulation of broadcasting in Indonesia, is considered do not have optimal role in the supervision function of broadcasting. There are many broadcast programs that gain administrative sanctions, but never make a better improvement, such as Bukan Empat Mata, Silet, and Pesbukers. This research aims to study the violations in Pesbukers program based on Broadcasting Program Standard (SPS), and to know the application of SPS in this sketch reality. The analysis used in this research was content analysis from August 1st until 31st of 2012 period, using ten (10) categories based on the regulations of KPI which issued on 2012. For comparison, this research also analized the administrative sanctions which was released by KPI during the same period. The final results of the research find out that there are a lot of violations vary in Pesbukers program. In every episode, at least three forms of violation found, they are the violation to the norms of decency and morality issue, violation to the protection of special people, and violation to the scenes of violence, coarse expressions, and invective issues. Other forms of violation found in here are violation to human privacy issue, violation to the control of scene of sexuality issue, violation to child protection issue, violation to environmental education issue, and violations to the control of impressions mystical and supernatural issue. This research also found the inconcistencies role of KPI about the supervision of the broadcasting contents. It shown by implementations of lay-off sanctions that delayed for almost 6 months after it was released. Other form of its inconcistencies was in granting administrative sanction. During August 2012, there are 5 warnings gave to several programs that showed forms of violation similar to Pesbukers programs, but there are no warning against these programs. Key words: broadcasting, content analysis, Pesbukers, KPI Penerapan Standar Program Siaran Dalam Tayangan Pesbukers PENDAHULUAN Kebutuhan akan media televisi bagi masyarakat modern merupakan kebutuhan primer yang tak terelakkan. Konsumsi akan media ini berawal saat bangun tidur hingga menjelang tidur kembali. Sayangnya, besarnya kebutuhan akan media tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas isi siaran. Produsen program siaran lebih mementingkan rating dan pasar tanpa mempertimbangkan dampak siaran mereka bagi konsumen. Mengutip pernyataan yang digunakan Morissan dalam buku Jurnalistik Televisi Mutakhir, walaupun banyak televisi swasta bermunculan di Indonesia, namun belum satu pun yang menunjukkan profesionalismenya (Morissan, 2004:3). Data yang dihimpun oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah menyatakan bahwa “sedikitnya 30% acara di televisi nasional dan radio mengandung unsur pornografi dan pornoaksi”. (http://tvku.tv/v2010b/index.php? page=stream&id=4883, diakses pada 27 Juni 2012 pk 22.01). Disamping pornografi, terdapat masalah lain yang muncul dalam dunia penyiaran Indonesia. Problematika tersebut antara lain: tayangan sinetron, drama dan variety show yang menonjolkan unsur kekerasan, umpatan kasar, kalimat tidak sopan dan alur cerita tidak masuk akal; tayangan infotainment yang tidak mendidik dan hanya mencari aib seseorang; liputan jurnalistik yang cenderung menguntungkan kepentingan pihak tertentu, terkesan provokatif dan kurang memenuhi standar etika jurnalistik, serta tayangan yang menonjolkan sisi dunia mistis dan gaib yang tidak rasional. Untuk mengawasi isi siaran, Indonesia sudah memiliki lembaga yang memiliki fungsi dan wewenang khusus dalam dunia penyiaran, yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Namun, peran KPI saat ini bisa dikatakan kurang optimal. Beberapa program siaran, meskipun mendapat berkali-kali teguran bahkan hingga dihentikan penayangannya, masih tetap ditayangkan oleh lembaga penyiaran yang bersangkutan. Sebut saja Bukan Empat Mata, infotainment Silet, dan Pesbukers. Banyaknya program penyiaran yang mendapat teguran KPI membuktikan jika kelayakan isi siaran di Indonesia sebenarnya masih relatif rendah. Permasalahan baru muncul karena meskipun teguran sudah dilayangkan, tayangan yang disediakan masih relatif sama tanpa perubahan yang cukup signifikan. Tayangan Pesbukers misalnya, dalam sebulan pertama penayangannya sudah memperoleh teguran KPI. Tidak sampai setahun kemudian, setelah beberapa kali teguran tertulis, KPI memutuskan untuk memberi sanksi administratif berupa penghentian sementara. Berdasarkan fakta di atas, permasalahan dalam penelitian ini merumuskan tentang penerapan Standar Program Siaran dalam program acara Pesbukers. ISI Penelitian ini menggunakan metode analisis isi, untuk memperoleh informasi yang detail berkaitan dengan penerapan SPS dalam tayangan Pesbukers. Analisis dilakukan terhadap acara ini selama satu bulan penuh, yakni episode 1 hingga 31 Agustus 2012. Di periode yang sama, juga dilakukan analisis terhadap teguran yang dikeluarkan oleh KPI. Keduanya kemudian digabungkan dan dikaitkan untuk memperoleh deskripsi tentang peran KPI dalam pengawasan isi siaran di Indonesia. Definisi siaran sesuai Pasal 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. Sedangkan isi siaran merupakan seluruh materi program siaran yang disiarkan melalui lembaga penyiaran. Isi siaran mencakup segala bentuk siaran, baik berupa gambar, suara, maupun teks. Dalam hal ini, iklan juga tercakup dalam isi siaran. Regulasi tentang konten penyiaran sudah diatur secara rinci dalam UU tersebut, antara lain dalam pasal 36 sebagai berikut: Ayat 1: Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. Ayat 4: Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. Ayat 5: Isi siaran dilarang: a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan. Ayat 6: Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan / atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional. Televisi idealnya berperan sebagai ruang pemberian informasi dan sebagai media jalinan komunikasi antar sesama warga dan sesama komponen dalam masyarakat (Wahidin, dkk, 2006: 4). Dalam prakteknya, fungsi penyiaran tak lebih dari sekedar media untuk mencari keuntungan komersial. Perkembangan televisi lebih banyak memberikan efek negatif bagi kehidupan, terutama ketika banyak program siaran yang melakukan pengabaian terhadap kepatutan sosial. Surbakti dalam bukunya Awas Tayangan Televisi menyebut jika saat ini banyak program siaran yang bermutu rendah (2008:64). Permasalahan ini bukan satu-satunya problem yang dimiliki media. Menurut Paul Johnson (Dahlan, 2008 :469), ada tujuh „dosa besar‟ apabila sebuah media tidak dikelola secara hati-hati, yakni: distorsi informasi, dramatisasi fakta palsu, mengganggu privacy, pembunuhan karakter, eksploitasi seks, meracuni pikiran anak-anak, serta penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Besarnya efek yang mampu ditimbulkan media penyiaran menjadi landasan pentingnya keberadaan kontrol negara atas sistem penyiaran yang berlaku. Peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga pengawas penyiaran sangat diperlukan untuk menjamin khalayak memperoleh tayangan yang layak. KPI pada hakikatnya merupakan jembatan di antara lembaga penyiaran dengan masyarakat yang memerlukan media untuk saling berkomunikasi (Wahidin dkk, 2006:4). Keberadaan KPI dan KPID merupakan fasilitator dalam menjembatani apa yang disampaikan lembaga-lembaga penyiaran dengan aspirasi masyarakat. Lembaga ini memiliki peran dan kewenangan khusus dalam regulasi penyiaran yang diatur dalam Undang-undang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 menyatakan bahwa KPI dibentuk untuk menciptakan sistem penyiaran nasional yang dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kepentingan masyarakat serta industri penyiaran di Indonesia. Sesuai Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/05/2009 tentang Kelembagaan KPI, tugas KPI di bidang pengawasan isi siaran mengatur beberapa poin sebagai berikut: a) penyusunan peraturan dan keputusan KPI yang menyangkut isi penyiaran; b) pengawasan terhadap pelaksanaan dan penegakan peraturan KPI menyangkut isi penyiaran; c) pemeliharaan tatanan informasi nasional yang adil, merata, seimbang; d) menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, kritik, dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran; Hasil analisis isi terhadap 10 (sepuluh) kategori dalam SPS selama periode 1-31 Agustus 2012 menunjukkan bahwa dalam setiap episode, Pesbukers mengandung paling sedikit tiga kategori pelanggaran terhadap SPS. Yaitu pelanggaran terhadap norma kesopanan dan kesusilaan, pelanggaran terhadap perlindungan orang dan masyarakat tertentu, serta pelanggaran terhadap pembatasan adegan kekerasan, ungkapan kasar dan makian. Pelanggaran lain yang ditemukan yaitu pelanggaran terhadap privasi (74,07%), pelanggaran terhadap perlindungan anak (7,40%), pelanggaran terhadap lingkungan pendidikan (3,70%), pelanggaran terhadap adegan seksualitas (55,55%), serta pelanggaran terhadap pembatasan tayangan mistik dan supranatural (3,70%). Hanya terdapat dua kategori yang tidak terdapat pelanggaran, yaitu kategori penghormatan terhadap nilai SARA serta kategori pembatasan terhadap materi rokok dan NAPZA. Hasil analisis terhadap teguran sepanjang bulan Agustus 2012, menemukan jika KPI mengeluarkan 24 peringatan, dengan perincian satu imbauan, lima peringatan tertulis, 15 (lima belas) teguran tertulis, serta tiga teguran tertulis kedua. Jenis tayangan yang memperoleh sanksi terbanyak adalah iklan (37,5%) atau sebanyak sembilan iklan, diikuti tayangan Ramadan sebesar 29,17%. Program tayangan asing berada di urutan ketiga dengan jumlah teguran sebanyak tiga acara (12,5%), program jurnalistik sebesar 8,33%. Sementara acara musik yaitu inbox, tayangan talkshow Bukan Empat Mata, dan tayangan Jendela dunia masing-masing mendapat satu buah sanksi administratif. Sebagai bentuk implementasi otoritas dalam pelaksanaan pengawasan penyiaran di Indonesia, KPI memiliki hak untuk memberikan sanksi administratif bagi tayangan yang melanggar Standar Program Siaran. Dalam kenyataannya, fungsi pengawasan KPI terhadap materi dan substansi dari isi siaran sangat terbatas. Terlihat dari wewenang maksimal KPI yang hanya sebatas sanksi pemberhentian sementara untuk pelanggaran berkaitan dengan isi siaran. Artinya, jika sebuah program siaran yang dinyatakan melanggar SPS sudah melaksanakan sanksi administratif yang dikeluarkan, program tersebut bebas untuk tayang lagi. Padalah, sanksi terberat berupa penghentian sementara dijatuhkan setelah melalui beberapa tahap, seperti teguran tertulis, peringatan tertulis pertama, serta peringatan tertulis kedua. Di sisi lain, KPI sebenarnya memiliki wewenang untuk memberikan sanksi berupa denda, pembekuan ijin siaran, hingga pencabutan ijin siaran. Namun hal tersebut hanya diberikan kepada pelanggaran yang berkaitan dengan iklan niaga. Keterbatasan inilah yang menyebabkan banyaknya program siaran merasa tidak sungkan untuk melakukan pelanggaran berulang kali. Lembaga penyiaran seperti mendapat celah untuk tetap menjalankan program siaran andalan mereka meskipun telah mendapatkan sanksi berulang-ulang. Kasus ini terlihat jelas dalam tayangan Pesbukers. Meskipun teguran berulang kali diberikan, tidak membuat acara ini memperbaiki konsep tayangannya. Disinilah bukti adanya dominasi faktor ekonomi dalam penyiaran - menjadikan media sebagai capitalist venture (Sudibyo, 2004:7). Iklan menjadi satu-satunya target industri televisi. Observasi yang dilakukan menemukan jika porsi iklan dalam tayangan ini terbilang sangat besar. Selama 90 menit mengudara yang terbagi dalam empat segmen, jumlah slot iklan bisa mencapai 20 hingga 25 per segmen. Jumlah slot iklan di atas belum termasuk promosi dalam bentuk product placement. Product placement adalah jenis advertising yang menggabungkan sebuah produk atau brand ke dalam sebuah film atau serial televisi (Lehu, 2007:1). Penempatan product placement dalam tayangan Pesbukers terbilang cukup besar. Di setiap episode, dapat ditemukan 2 hingga 4 bentuk promosi ini. Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh tayangan Pesbukers ternyata bukan satu-satunya permasalahan yang ditemukan. Dalam kenyataannya, pelaksanaan sanksi administratif ternyata tidak benar-benar dipatuhi oleh program yang ditayangkan stasiun ANTV ini. Karena pemberhentian sementara bulan Juli 2012 baru dijalankan oleh stasiun televisi ANTV pada bulan Januari 2013. Meskipun pelaksanaan sanksi berjarak sekitar 6 (enam) bulan dari dikeluarkannya peraturan, pihak ANTV merasa hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Grand Manager Corporate Communications ANTV, Zoraya Perucha bahkan mengatakan jika selama ini pihaknya selalu mematuhi peraturan KPI tentang SPS. (Sumber: http://celebrity.okezone.com/read/2013/ 01/04/533/741594/antv-stop-tayangkan-pesbukers-mulai-besok diakses pada 3 Mei 2013 pukul 11.03). Disamping pelaksanaan sanksi administratif yang molor selama 6 bulan, penelitian ini juga menemukan bentuk inkonsistensi KPI terhadap pemberian sanksi terhadap beberapa tayangan. Selama bulan Agustus 2012 ditemukan beberapa teguran terhadap acara dengan pelanggaran yang identik dengan pelanggaran Pesbukers. Namun, tidak ditemukan satu pun teguran terhadap tayangan yang diproduksi Ekomando selama periode tersebut. PENUTUP Industri televisi dikenal sebagai industri yang mengutamakan pasar dan rating. Kenyataan ini menggiring kepada pemikiran yang menganggap iklan sebagai „Tuhan‟ bagi bisnis tersebut. Karena orientasinya hanya pada keuntungan ekonomis, banyak tayangan yang pada akhirnya mengesampingkan nilai dan norma yang dianut dalam masyarakat. Selama ini media massa dikenal memiliki pengaruh besar dalam kehidupan bermasyarakat. Ironisnya, kepentingan pemilik modal memaksa media untuk mengabaikan sistem dan tatanan sosial, dan beralih kepada kepentingan segelintir pihak yang hanya berharap memperoleh untung besar. Standar Program Siaran yang seharusnya menjadi pedoman dalam penyelenggaraan dunia penyiaran tidak dilaksanakan secara maksimal. Berdasarkan hasil analisis isi yang dilakukan terhadap tayangan Pesbukers, terlihat bahwa penerapan SPS dalam acara ini masih rendah. Kesimpulan ini diambil karena dalam setiap episode-nya, Olga dkk minimal melakukan tiga jenis pelanggaran. Pelanggaran tersebut adalah pelanggaran terhadap norma kesopanan dan kesusilaan, pelanggaran terhadap perlindungan orang tertentu, serta pelanggaran terhadap adegan kekerasan, ungkapan kasar, dan makian. Berdasarkan fakta tersebut, penulis merumuskan beberapa saran guna perbaikan dalam dunia penyiaran tanah air. Saran pertama adalah mengganti sanksi pemberhentian sementara dengan denda administratif. Sanksi ini berlaku bagi program siaran yang telah memperoleh lebih dari dua kali teguran dalam jangka satu tahun. Pemberian denda ini lebih kepada jalan tengah bagi program siaran “bandel” yang tidak mungkin merelakan programnya diberhentikan secara permanen, namun akan cukup memberikan efek jera karena pihak pemilik modal diwajibkan mengeluarkan sejumlah materi tertentu. Disamping sanksi denda, pemerintah sebaiknya memberikan otoritas penuh bagi KPI untuk memberhentikan secara permanen program siaran yang memperoleh lebih dari 1.000 (seribu) aduan masyarakat. Sejauh ini program yang memperoleh banyak complain dari pemirsa hanya diberikan sanksi berupa teguran dan peringatan. Padahal banyaknya keluhan yang masuk merupakan indikasi jika masyarakat tidak nyaman dengan tayangan tersebut. Dengan adanya revisi pada poin ini, KPI akan lebih leluasa dalam menjalankan fungsinya dalam rangka menjamin khalayak memperoleh tontonan yang layak dan berkualitas. Saran terakhir adalah mendirikan LSM yang berfungsi sebagai „media watch’ atau pengawas penyiaran, yang mampu berperan aktif dari dua sisi. Disamping mengawasi konten penyiaran, lembaga ini juga sekaligus mengawasi KPI dalam pelaksanaan perannya. Dengan keberadaan lembaga ini, KPI akan merasa termotivasi sehingga dapat melaksanakan peran dengan maksimal. DAFTAR PUSTAKA Dahlan, M. Alwi. 2008. Manusia Komunikasi, Komunikasi Manusia. Jakarta: Kompas Media Nusantara Lehu, Jean-marc. 2007. Branded Entertainment Product Placement & Brand Strategy in the Entertainment Busuness . London: MPG Books Morissan. 2004. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Bogor: Ghalia Indonesia Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LkiS. Surbakti, EB. 2008. Awas Tayangan Televisi – Tayangan Misteri dan Kekerasan Mengancam Anak Anda. Jakarta: Elex Media Komputindo Wahidin, Samsul dkk. 2006. Filter Komunikasi Media Elektronika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sumber Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2002. Undang-undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Jakarta Republik Indonesia. 2012. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/05/2009 Tentang Kelembagaan KPI. Jakarta Sumber Internet Dhanang Setyana. 2012. KPID Jateng: 30% Siaran TV – Radio Bermuatan Pornografi. Dalam http://tvku.tv/v2010b/index.php? page=stream& id=4883 diakses pada 27 Juni 2012 Edi Hidayat. 2013. ANTV Stop Tayangkan Pesbukers Mulai Besok. Dalam http://celebrity.okezone.com/read/2013/ 01/04/533/741594/antv-stoptayangkan- pesbukers-mulai-besok diakses pada 3 Mei 2013 }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/2867} }
Refworks Citation Data :
JUDUL : Penerapan Standar Program Siaran dalam TayanganPesbukersNAMA : Rifki Nur PratiwiNIM : 14030110151007ABSTRAKSITelevisi dan penyiaran merupakan dua kata yang tidak dapat dipisahkandalam kehidupan manusia modern. Konsumsi akan kotak ajaib menjelma sebagaikebutuhan primer bagi sebagian besar masyarakat. Sayangnya, hiruk pikukperkembangan dunia pertelevisian mengalami sedikit permasalahan. Penyiarandianggap sebagai industri yang sangat menguntungkan hanya apabila mampumenuruti keinginan pasar. Market oriented menjadi sebuah isu yang krusialkarena mampu menggeser fungsi ideal media massa. Di sisi lain, KomisiPenyiaran Indonesia sebagai lembaga yang berwenang atas regulasi penyiaran diIndonesia, dianggap belum memiliki peran yang optimal dalam fungsipengawasan penyiaran. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya program siaranyang memperoleh sanksi administratif KPI, namun tidak menunjukkan perbaikandalam tayangannya, seperti tayangan Bukan Empat Mata, Silet, dan Pesbukers.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pelanggaran yang dilakukantayangan Pesbukers terhadap Standar Program Siaran, sehingga akan diketahuibagaimana penerapan SPS dalam sketsa reality tersebut. Analisis dilakukandengan metode analisis isi terhadap tayangan Pesbukers periode 1-31 Agustus2012, menggunakan sepuluh (10) kategori berdasarkan peraturan yangdikeluarkan KPI pada tahun 2012. Sebagai perbandingan, analisis juga dilakukanterhadap sanksi administratif yang dikeluarkan KPI sepanjang periode yang sama.Hasil penelitian menemukan bahwa tayangan Pesbukers melakukanbanyak pelanggaran. Dalam setiap episode ditemukan sedikitnya tiga kategoripelanggaran, yakni pelanggaran terhadap norma kesopanan dan kesusilaan,pelanggaran terhadap perlindungan orang tertentu, serta pelanggaran terhadapadegan kekerasan, ungkapan kasar, dan makian. Pelanggaran lain yang ditemukanadalah pelanggaran terhadap privasi, pelanggaran terhadap pembatasan adeganseksualitas, pelanggaran terhadap perlindungan anak, pelanggaran terhadaplingkungan pendidikan, serta pelanggaran terhadap pembatasan tayangan mistikdan supranatural.Penelitian ini juga menemukan bentuk inkonsistensi KPI dalampelaksanaan pengawasan isi siaran, ditunjukkan dari pelaksanaan sanksipemberhentian sementara tayangan Pesbukers yang baru dijalankan 6 bulansetelah sanksi dikeluarkan. Selain itu, KPI tidak konsisten dalam pemberiansanksi administratif. Selama bulan Agustus 2012 ditemukan 5 teguran terhadapprogram yang melakukan pelanggaran identik dengan Pesbukers, namun tidakditemukan satu pun teguran terhadap tayangan ini.Kata kunci: penyiaran, analisis isi, Pesbukers, KPITITLE : The Implementation of The Broadcasting Program Standardin Pesbukers ProgramNAME : Rifki Nur PratiwiNIM : 14030110151007ABSTRACTTelevision and broadcasting are inseparable words in the modern life. Theconsumption of this “magic box” become primary needs for almost human being.Unfortunately, television development has a little problem. As a form of marketindustry, broadcasting is considered to give benefit only if it can follow themarket. This issue becomes a crucial one that able to replace the ideal function ofmass media. On the other hand, the Indonesian Broadcasting Commission (KPI)as an independent institution who makes the regulation of broadcasting inIndonesia, is considered do not have optimal role in the supervision function ofbroadcasting. There are many broadcast programs that gain administrativesanctions, but never make a better improvement, such as Bukan Empat Mata,Silet, and Pesbukers.This research aims to study the violations in Pesbukers program based onBroadcasting Program Standard (SPS), and to know the application of SPS in thissketch reality. The analysis used in this research was content analysis fromAugust 1st until 31st of 2012 period, using ten (10) categories based on theregulations of KPI which issued on 2012. For comparison, this research alsoanalized the administrative sanctions which was released by KPI during the sameperiod.The final results of the research find out that there are a lot of violationsvary in Pesbukers program. In every episode, at least three forms of violationfound, they are the violation to the norms of decency and morality issue, violationto the protection of special people, and violation to the scenes of violence, coarseexpressions, and invective issues. Other forms of violation found in here areviolation to human privacy issue, violation to the control of scene of sexualityissue, violation to child protection issue, violation to environmental educationissue, and violations to the control of impressions mystical and supernatural issue.This research also found the inconcistencies role of KPI about thesupervision of the broadcasting contents. It shown by implementations of lay-offsanctions that delayed for almost 6 months after it was released. Other form of itsinconcistencies was in granting administrative sanction. During August 2012,there are 5 warnings gave to several programs that showed forms of violationsimilar to Pesbukers programs, but there are no warning against these programs.Key words: broadcasting, content analysis, Pesbukers, KPIPenerapan Standar Program Siaran Dalam Tayangan PesbukersPENDAHULUANKebutuhan akan media televisi bagi masyarakat modern merupakankebutuhan primer yang tak terelakkan. Konsumsi akan media ini berawal saatbangun tidur hingga menjelang tidur kembali. Sayangnya, besarnya kebutuhanakan media tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas isi siaran. Produsenprogram siaran lebih mementingkan rating dan pasar tanpa mempertimbangkandampak siaran mereka bagi konsumen. Mengutip pernyataan yang digunakanMorissan dalam buku Jurnalistik Televisi Mutakhir, walaupun banyak televisiswasta bermunculan di Indonesia, namun belum satu pun yang menunjukkanprofesionalismenya (Morissan, 2004:3).Data yang dihimpun oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) JawaTengah menyatakan bahwa “sedikitnya 30% acara di televisi nasional dan radiomengandung unsur pornografi dan pornoaksi”. (http://tvku.tv/v2010b/index.php?page=stream&id=4883, diakses pada 27 Juni 2012 pk 22.01). Disampingpornografi, terdapat masalah lain yang muncul dalam dunia penyiaran Indonesia.Problematika tersebut antara lain: tayangan sinetron, drama dan varietyshow yang menonjolkan unsur kekerasan, umpatan kasar, kalimat tidak sopan danalur cerita tidak masuk akal; tayangan infotainment yang tidak mendidik danhanya mencari aib seseorang; liputan jurnalistik yang cenderung menguntungkankepentingan pihak tertentu, terkesan provokatif dan kurang memenuhi standaretika jurnalistik, serta tayangan yang menonjolkan sisi dunia mistis dan gaib yangtidak rasional.Untuk mengawasi isi siaran, Indonesia sudah memiliki lembaga yangmemiliki fungsi dan wewenang khusus dalam dunia penyiaran, yakni KomisiPenyiaran Indonesia (KPI). Namun, peran KPI saat ini bisa dikatakan kurangoptimal. Beberapa program siaran, meskipun mendapat berkali-kali teguranbahkan hingga dihentikan penayangannya, masih tetap ditayangkan oleh lembagapenyiaran yang bersangkutan. Sebut saja Bukan Empat Mata, infotainment Silet,dan Pesbukers.Banyaknya program penyiaran yang mendapat teguran KPI membuktikanjika kelayakan isi siaran di Indonesia sebenarnya masih relatif rendah.Permasalahan baru muncul karena meskipun teguran sudah dilayangkan, tayanganyang disediakan masih relatif sama tanpa perubahan yang cukup signifikan.Tayangan Pesbukers misalnya, dalam sebulan pertama penayangannya sudahmemperoleh teguran KPI. Tidak sampai setahun kemudian, setelah beberapa kaliteguran tertulis, KPI memutuskan untuk memberi sanksi administratif berupapenghentian sementara.Berdasarkan fakta di atas, permasalahan dalam penelitian ini merumuskantentang penerapan Standar Program Siaran dalam program acara Pesbukers.ISIPenelitian ini menggunakan metode analisis isi, untuk memperolehinformasi yang detail berkaitan dengan penerapan SPS dalam tayangan Pesbukers.Analisis dilakukan terhadap acara ini selama satu bulan penuh, yakni episode 1hingga 31 Agustus 2012. Di periode yang sama, juga dilakukan analisis terhadapteguran yang dikeluarkan oleh KPI. Keduanya kemudian digabungkan dandikaitkan untuk memperoleh deskripsi tentang peran KPI dalam pengawasan isisiaran di Indonesia.Definisi siaran sesuai Pasal 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dangambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupuntidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. Sedangkan isisiaran merupakan seluruh materi program siaran yang disiarkan melalui lembagapenyiaran. Isi siaran mencakup segala bentuk siaran, baik berupa gambar, suara,maupun teks. Dalam hal ini, iklan juga tercakup dalam isi siaran.Regulasi tentang konten penyiaran sudah diatur secara rinci dalam UUtersebut, antara lain dalam pasal 36 sebagai berikut: Ayat 1: Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, danmanfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan,kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkannilai-nilai agama dan budaya Indonesia. Ayat 4: Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakankepentingan golongan tertentu. Ayat 5: Isi siaran dilarang: a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkandan/atau bohong; b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian,penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau c. mempertentangkansuku, agama, ras, dan antargolongan. Ayat 6: Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/ atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, ataumerusak hubungan internasional.Televisi idealnya berperan sebagai ruang pemberian informasi dan sebagaimedia jalinan komunikasi antar sesama warga dan sesama komponen dalammasyarakat (Wahidin, dkk, 2006: 4). Dalam prakteknya, fungsi penyiaran taklebih dari sekedar media untuk mencari keuntungan komersial. Perkembangantelevisi lebih banyak memberikan efek negatif bagi kehidupan, terutama ketikabanyak program siaran yang melakukan pengabaian terhadap kepatutan sosial.Surbakti dalam bukunya Awas Tayangan Televisi menyebut jika saat ini banyakprogram siaran yang bermutu rendah (2008:64).Permasalahan ini bukan satu-satunya problem yang dimiliki media.Menurut Paul Johnson (Dahlan, 2008 :469), ada tujuh „dosa besar‟ apabila sebuahmedia tidak dikelola secara hati-hati, yakni: distorsi informasi, dramatisasi faktapalsu, mengganggu privacy, pembunuhan karakter, eksploitasi seks, meracunipikiran anak-anak, serta penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).Besarnya efek yang mampu ditimbulkan media penyiaran menjadi landasanpentingnya keberadaan kontrol negara atas sistem penyiaran yang berlaku. PeranKomisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga pengawas penyiaran sangatdiperlukan untuk menjamin khalayak memperoleh tayangan yang layak. KPI padahakikatnya merupakan jembatan di antara lembaga penyiaran dengan masyarakatyang memerlukan media untuk saling berkomunikasi (Wahidin dkk, 2006:4).Keberadaan KPI dan KPID merupakan fasilitator dalam menjembatani apayang disampaikan lembaga-lembaga penyiaran dengan aspirasi masyarakat.Lembaga ini memiliki peran dan kewenangan khusus dalam regulasi penyiaranyang diatur dalam Undang-undang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002menyatakan bahwa KPI dibentuk untuk menciptakan sistem penyiaran nasionalyang dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kepentinganmasyarakat serta industri penyiaran di Indonesia.Sesuai Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/05/2009tentang Kelembagaan KPI, tugas KPI di bidang pengawasan isi siaran mengaturbeberapa poin sebagai berikut:a) penyusunan peraturan dan keputusan KPI yang menyangkut isi penyiaran;b) pengawasan terhadap pelaksanaan dan penegakan peraturan KPImenyangkut isi penyiaran;c) pemeliharaan tatanan informasi nasional yang adil, merata, seimbang;d) menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, kritik, danapresiasi masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran;Hasil analisis isi terhadap 10 (sepuluh) kategori dalam SPS selama periode1-31 Agustus 2012 menunjukkan bahwa dalam setiap episode, Pesbukersmengandung paling sedikit tiga kategori pelanggaran terhadap SPS. Yaitupelanggaran terhadap norma kesopanan dan kesusilaan, pelanggaran terhadapperlindungan orang dan masyarakat tertentu, serta pelanggaran terhadappembatasan adegan kekerasan, ungkapan kasar dan makian.Pelanggaran lain yang ditemukan yaitu pelanggaran terhadap privasi(74,07%), pelanggaran terhadap perlindungan anak (7,40%), pelanggaran terhadaplingkungan pendidikan (3,70%), pelanggaran terhadap adegan seksualitas(55,55%), serta pelanggaran terhadap pembatasan tayangan mistik dansupranatural (3,70%). Hanya terdapat dua kategori yang tidak terdapatpelanggaran, yaitu kategori penghormatan terhadap nilai SARA serta kategoripembatasan terhadap materi rokok dan NAPZA.Hasil analisis terhadap teguran sepanjang bulan Agustus 2012, menemukanjika KPI mengeluarkan 24 peringatan, dengan perincian satu imbauan, limaperingatan tertulis, 15 (lima belas) teguran tertulis, serta tiga teguran tertuliskedua. Jenis tayangan yang memperoleh sanksi terbanyak adalah iklan (37,5%)atau sebanyak sembilan iklan, diikuti tayangan Ramadan sebesar 29,17%.Program tayangan asing berada di urutan ketiga dengan jumlah teguran sebanyaktiga acara (12,5%), program jurnalistik sebesar 8,33%. Sementara acara musikyaitu inbox, tayangan talkshow Bukan Empat Mata, dan tayangan Jendela duniamasing-masing mendapat satu buah sanksi administratif.Sebagai bentuk implementasi otoritas dalam pelaksanaan pengawasanpenyiaran di Indonesia, KPI memiliki hak untuk memberikan sanksi administratifbagi tayangan yang melanggar Standar Program Siaran. Dalam kenyataannya,fungsi pengawasan KPI terhadap materi dan substansi dari isi siaran sangatterbatas. Terlihat dari wewenang maksimal KPI yang hanya sebatas sanksipemberhentian sementara untuk pelanggaran berkaitan dengan isi siaran. Artinya,jika sebuah program siaran yang dinyatakan melanggar SPS sudah melaksanakansanksi administratif yang dikeluarkan, program tersebut bebas untuk tayang lagi.Padalah, sanksi terberat berupa penghentian sementara dijatuhkan setelah melaluibeberapa tahap, seperti teguran tertulis, peringatan tertulis pertama, sertaperingatan tertulis kedua.Di sisi lain, KPI sebenarnya memiliki wewenang untuk memberikan sanksiberupa denda, pembekuan ijin siaran, hingga pencabutan ijin siaran. Namun haltersebut hanya diberikan kepada pelanggaran yang berkaitan dengan iklan niaga.Keterbatasan inilah yang menyebabkan banyaknya program siaran merasa tidaksungkan untuk melakukan pelanggaran berulang kali. Lembaga penyiaran sepertimendapat celah untuk tetap menjalankan program siaran andalan merekameskipun telah mendapatkan sanksi berulang-ulang.Kasus ini terlihat jelas dalam tayangan Pesbukers. Meskipun teguranberulang kali diberikan, tidak membuat acara ini memperbaiki konseptayangannya. Disinilah bukti adanya dominasi faktor ekonomi dalam penyiaran -menjadikan media sebagai capitalist venture (Sudibyo, 2004:7). Iklan menjadisatu-satunya target industri televisi. Observasi yang dilakukan menemukan jikaporsi iklan dalam tayangan ini terbilang sangat besar. Selama 90 menit mengudarayang terbagi dalam empat segmen, jumlah slot iklan bisa mencapai 20 hingga 25per segmen.Jumlah slot iklan di atas belum termasuk promosi dalam bentuk productplacement. Product placement adalah jenis advertising yang menggabungkansebuah produk atau brand ke dalam sebuah film atau serial televisi (Lehu,2007:1). Penempatan product placement dalam tayangan Pesbukers terbilangcukup besar. Di setiap episode, dapat ditemukan 2 hingga 4 bentuk promosi ini.Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh tayangan Pesbukers ternyatabukan satu-satunya permasalahan yang ditemukan. Dalam kenyataannya,pelaksanaan sanksi administratif ternyata tidak benar-benar dipatuhi oleh programyang ditayangkan stasiun ANTV ini. Karena pemberhentian sementara bulan Juli2012 baru dijalankan oleh stasiun televisi ANTV pada bulan Januari 2013.Meskipun pelaksanaan sanksi berjarak sekitar 6 (enam) bulan daridikeluarkannya peraturan, pihak ANTV merasa hal tersebut merupakan sesuatuyang wajar. Grand Manager Corporate Communications ANTV, Zoraya Peruchabahkan mengatakan jika selama ini pihaknya selalu mematuhi peraturan KPItentang SPS. (Sumber: http://celebrity.okezone.com/read/2013/01/04/533/741594/antv-stop-tayangkan-pesbukers-mulai-besok diakses pada 3Mei 2013 pukul 11.03).Disamping pelaksanaan sanksi administratif yang molor selama 6 bulan,penelitian ini juga menemukan bentuk inkonsistensi KPI terhadap pemberiansanksi terhadap beberapa tayangan. Selama bulan Agustus 2012 ditemukanbeberapa teguran terhadap acara dengan pelanggaran yang identik denganpelanggaran Pesbukers. Namun, tidak ditemukan satu pun teguran terhadaptayangan yang diproduksi Ekomando selama periode tersebut.PENUTUPIndustri televisi dikenal sebagai industri yang mengutamakan pasar danrating. Kenyataan ini menggiring kepada pemikiran yang menganggap iklansebagai „Tuhan‟ bagi bisnis tersebut. Karena orientasinya hanya pada keuntunganekonomis, banyak tayangan yang pada akhirnya mengesampingkan nilai dannorma yang dianut dalam masyarakat.Selama ini media massa dikenal memiliki pengaruh besar dalamkehidupan bermasyarakat. Ironisnya, kepentingan pemilik modal memaksa mediauntuk mengabaikan sistem dan tatanan sosial, dan beralih kepada kepentingansegelintir pihak yang hanya berharap memperoleh untung besar. Standar ProgramSiaran yang seharusnya menjadi pedoman dalam penyelenggaraan duniapenyiaran tidak dilaksanakan secara maksimal.Berdasarkan hasil analisis isi yang dilakukan terhadap tayangan Pesbukers,terlihat bahwa penerapan SPS dalam acara ini masih rendah. Kesimpulan inidiambil karena dalam setiap episode-nya, Olga dkk minimal melakukan tiga jenispelanggaran. Pelanggaran tersebut adalah pelanggaran terhadap norma kesopanandan kesusilaan, pelanggaran terhadap perlindungan orang tertentu, sertapelanggaran terhadap adegan kekerasan, ungkapan kasar, dan makian.Berdasarkan fakta tersebut, penulis merumuskan beberapa saran gunaperbaikan dalam dunia penyiaran tanah air. Saran pertama adalah menggantisanksi pemberhentian sementara dengan denda administratif. Sanksi ini berlakubagi program siaran yang telah memperoleh lebih dari dua kali teguran dalamjangka satu tahun. Pemberian denda ini lebih kepada jalan tengah bagi programsiaran “bandel” yang tidak mungkin merelakan programnya diberhentikan secarapermanen, namun akan cukup memberikan efek jera karena pihak pemilik modaldiwajibkan mengeluarkan sejumlah materi tertentu.Disamping sanksi denda, pemerintah sebaiknya memberikan otoritaspenuh bagi KPI untuk memberhentikan secara permanen program siaran yangmemperoleh lebih dari 1.000 (seribu) aduan masyarakat. Sejauh ini programyang memperoleh banyak complain dari pemirsa hanya diberikan sanksi berupateguran dan peringatan. Padahal banyaknya keluhan yang masuk merupakanindikasi jika masyarakat tidak nyaman dengan tayangan tersebut. Dengan adanyarevisi pada poin ini, KPI akan lebih leluasa dalam menjalankan fungsinya dalamrangka menjamin khalayak memperoleh tontonan yang layak dan berkualitas.Saran terakhir adalah mendirikan LSM yang berfungsi sebagai „mediawatch’ atau pengawas penyiaran, yang mampu berperan aktif dari dua sisi.Disamping mengawasi konten penyiaran, lembaga ini juga sekaligus mengawasiKPI dalam pelaksanaan perannya. Dengan keberadaan lembaga ini, KPI akanmerasa termotivasi sehingga dapat melaksanakan peran dengan maksimal.DAFTAR PUSTAKADahlan, M. Alwi. 2008. Manusia Komunikasi, Komunikasi Manusia. Jakarta:Kompas Media NusantaraLehu, Jean-marc. 2007. Branded Entertainment Product Placement & BrandStrategy in the Entertainment Busuness . London: MPG BooksMorissan. 2004. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Bogor: Ghalia IndonesiaSudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LkiS.Surbakti, EB. 2008. Awas Tayangan Televisi – Tayangan Misteri dan KekerasanMengancam Anak Anda. Jakarta: Elex Media KomputindoWahidin, Samsul dkk. 2006. Filter Komunikasi Media Elektronika. Yogyakarta:Pustaka PelajarSumber Undang-undang dan Peraturan PemerintahRepublik Indonesia. 2002. Undang-undang-undang Nomor 32 Tahun 2002Tentang Penyiaran. JakartaRepublik Indonesia. 2012. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor01/P/KPI/05/2009 Tentang Kelembagaan KPI. JakartaSumber InternetDhanang Setyana. 2012. KPID Jateng: 30% Siaran TV – Radio BermuatanPornografi. Dalam http://tvku.tv/v2010b/index.php? page=stream&id=4883 diakses pada 27 Juni 2012Edi Hidayat. 2013. ANTV Stop Tayangkan Pesbukers Mulai Besok. Dalamhttp://celebrity.okezone.com/read/2013/ 01/04/533/741594/antv-stoptayangkan-pesbukers-mulai-besok diakses pada 3 Mei 2013
Last update:
Interaksi Online, is published by Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024)7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.