skip to main content

REPRESENTASI NASIONALISME DALAM FILM SOEGIJA 100% INDONESIA


Citation Format:
Abstract

NATIONALISM REPRESENTATION OF SOEGIJA 100% INDONESIA MOVIE
Abstract
Representation is the act of bringing back or represent the process as well as product
from the meaning of a sign, whether in the form of person, event or object. Representation in
the movie was built by human, as social actor who define meaning. It has similarity with
story of the movie. Story of the movie is the construction of the author and the audience who
produce that meaning.
In the Soegija 100% Indonesia movie, nationalism was illustrated by the strugle of its
main character Soegija, the first Catholic prelate in Indonesia. He fights for independency of
Indonesia through diplomacy with Western countries. He has compassion to social life,
prosperity, and sanity of people around him.
The purpose of this research is exposing nationalism’s form in Soegija 100%
Indonesia movie. It uses Representation theory from Stuart Hall. Researcher analyzes
meaning that emerge by John Fiske’s semiotics analysis, that put social codes in three levels,
reality, representation and ideological level.
The result shows that natioalism of Soegija was manifest in the form of
compassionate capitalism, religious nationalism, filia and agape love. Compassionate
capitalism was showed by Soegija’s attitude. Although he is a religion leader, he can control
his human desire with a logicality that nation’s importance have to be considered as the most
important. Reigious nationalism of Soegija was showed in his struggling through religion for
indepency of Indonesia. Filia and agape love which showed by Soegija emerge as his feeling
that he and others are in the same boat, struggle for independency of their country.
Key words : representation, movie, nationalism, semiotics
REPRESENTASI NASIONALISME DALAM FILM SOEGIJA 100% INDONESIA
Abstraksi
Repesentasi merupakan tindakan menghadirkan kembali atau merepresentasikan
proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda, baik berupa orang, peristiwa ataupun
objek. Representasi dalam film dibangun oleh manusia sebagai aktor sosial yang membangun
makna, begitu pula dengan cerita di dalam film merupakan konstruksi pembuatnya dan
penonton yang memproduksi makna tersebut.
Nasionalisme dalam film layar lebar banyak diangkat oleh para sineas dengan lebih
kreatif dan dikemas berbeda dengan film-film tema nasionalisme yang dibuat setelah masamasa
kemerdekaan. Pada film Soegija 100% Indonesia, nasionalisme digambarkan dengan
perjuangan tokoh utamanya Soegija seorang Uskup Katholik pertama di Indonesia. Dia
memperjuangkan kemerdekaan bukan dengan mengangkat senjata maupun hal-hal berbau
kekerasan, tetapi melalui jalan diplomasi dengan negara-negara Barat untuk membantu
proses kemerdekaan Indonesia. Rasa kemanusiaannya sangat besar terhadap kehidupan
sosial, kesejahteraan dan kesehatan masyarakat sekitarnya selama masa penjajahan tanpa
mempedulikan latarbelakang dari orang yang dibantunya .
Penelitian ini bertujuan untuk untuk membongkar bentuk-bentuk nasionalisme yang
terdapat dalam film Soegija 100% Indonesia. Teori yang digunakan adalah teori Representasi
yang dikemukakan oleh Stuart Hall. Peneliti menganalisis makna yang muncul melalui
analisis semiotika John Fiske yang memasukkan kode-kode sosial ke dalam tiga level yakni
realitas, representasi dan level ideologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nasionalisme tokoh Soegija diwujudkan dalam
bentuk compassionate capitalism, nasionalisme religius, dan termasuk dalam cinta filia serta
agape. Compassionate capitalism (kapitalisme berwajah lemah lembut) ditampilkan pada
sikap Soegija dimana dia ditempatkan sebagai pemimpin suatu agama, tetapi dia mampu
mengontrol hasrat manusiawinya dengan penalaran bahwa kepentingan bangsa harus
diutamakan. Nasionalisme religius Soegija ditampilkan dalam bentuk perjuangannya melalui
jalur agama untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Cinta filia dan agape yang
ditampilkan Soegija muncul sebagai wujud rasa senasib sepenanggungannya sebagai pribumi
yang membuat dirinya berjuang untuk kemerdekaan negaranya.
Key words : representasi, film, nasionalisme, semiotika
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Munculnya film Soegija 100% Indonesia yang mengusung tema nasionalisme melalui
jalan perjuangan yang berbeda yaitu perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia lewat jalur
agama. Hal ini membuat masyarakat Indonesia menganggap bahwa kemunculan film tersebut
merupakan bentuk Kristenisasi padahal di dalam film ini tidak menampilkan ajaran atau
doktrin-doktrin agama terkait. Jika menilik ke belakang, film-film di Indonesia banyak
menuai kontroversi terutama film yang mengusung tema keagamaan. Film ini sendiri
ditekankan oleh pembuatnya bukan sebagai film agama melainkan film yang menampilkan
sisi-sisi nasionalisme seorang Uskup (pemimpin agama Katholik) pada jaman penjajahan
Jepang dan Belanda menuju kemerdekaan Indonesia.
Perumusan Masalah
Bagaimana representasi nasionalisme ditampilkan dalam Film Soegija 100%
Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membongkar Representasi Nasionalisme dalam Film Soegija 100% Indonesia
Signifikasi Teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah kajian komunikasi masa
terutama dalam konteks film. Lebih khusus lagi penelitian menggunakan semiotika ini
diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai ideologi apa yang terjadi dalam proses
kreatif sebuah film.
Signifikasi Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada masyarakat luas
bahwa film ini tidak menyiarkan keagamaan melainkan penghargaan terhadap
multikulturalisme serta rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Kajian
pokok dalam paradigma konstruktivis menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di
masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan
perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif.
a. Media Massa
Media merupakan lokasi (atau forum) yang semakin berperan untuk
menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat baik yang bertaraf nasional
maupun internasional. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi
individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial tetapi juga bagi
masyarakat dan kelompok secara kolektif, media juga turut menyuguhkan nilai-nilai
dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan (McQuail,
2005:8).
Menurut Melvin DeFleur dalam Deddy Mulyana (2008:129-131) mengatakan
bahwa pada dasarnya media massa (termasuk film) lewat sajiannya yang selektif dan
tekanannya pada tema-tema tertentu, menciptakan kesan-kesan pada khalayaknya
bahwa norma-norma budaya bersama mengenai topik-topik yang ditonjolkan
didefinisikan dengan suatu cara tertentu artinya media massa termasuk film berkuasa
mendefinisikan norma-norma budaya untuk khalayaknya
b. Film
Film merupakan salah satu media komunikasi karena film memiliki pesan
tertentu yang disampaikan baik tersirat atau pun tersurat di dalamnya. Dalam dunia
seni, film merupakan media yang paling efektif dalam proses pembelajaran
masyarakat.
Oey Hong Lee dalam Sobur (2003: 126) mengemukakan bahwa film sebagai
alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai massa
pertumbuhannya pada akhir abad ke-19 dengan perkataan lain pada waktu unsurunsur
yang merintangi perkembangan surat kabar sudah dibuat lenyap
Film tidak menangkap kenyataan realitas apa adanya, tetapi manusia sebagai aktor
sosial yang membangun makna. Cerita di dalam film adalah konstruksi pembuatnya
(yang memilih realitas-realitas tertentu untuk dimasukkan ke dalam karyanya), dan
penonton pun memproduksi makna.
Menurut Seno Gumira Adijarma dalam Buku Membaca Film Garin, dia
menjelaskan bahwa film adalah reproduksi dari kenyataan seperti apa adanya. Ketika
film ditemukan orang berbondong-bondong memasuki ruang gelap hanya untuk
melihat bagaimana kenyataan ditampilkan kembali sama persisnya seperti jika terlihat
dengan matanya sendiri. Dengan kata lain, sinematografi memang menjadi ekstensi
fotografi.
c. Representasi dalam Film
Representasi sendiri adalah tindakan menghadirkan kembali atau
merepresentasikan proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda, baik berupa
orang, peristiwa atau pun objek. Representasi ini belum tentu bersifat nyata, tetapi
dapat juga menunjukkan dunia khayalan, fantasi, dan ide-ide abstrak (Hall, 1997: 28).
Stuart Hall (1997: 24) melalui teori representasinya mengambil dimensi
praktek-praktek pemaknaan yang diproduksi dalam pikiran pikiran melalui bahasa.
Tiga teori pada representasi: reflective, intentional, constructive approaches.
Dalam pendekatan reflektiv, makna ditujukan untuk menglabuhi objek yang
dimaksudkan, abik itu orang, ide atau pun suatu kejadian di dunia yang nyata dan
fungsi bahasa sebagai cermin untuk merefleksikan maksud sebenarnya seperti
keadaan yang sebenarnya di dunia. Sedangkan pendekatan intensional merupakan
pendekatan yang berkaitan erat dengan pembicara atau penulis yang menekankan
pada diri sendiri mengenai pemaknaan yang unik di dunia ini melalui bahasa. Katakata
yang dihasilkan memiliki makna sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis
(Hall, 1997: 24-25).
d. Tanda dan Makna dalam Semiotika
Dalam semiotika, penerima atau pembaca dipandang memainkan peran yang
lebih aktif. Istilah “pembaca” untuk “penerima” dipilih karena hal tersebut secara tak
langsung menunjukkan deajat aktivitas yang lebih besar dan juga pembaca merupakan
sesuatu yang dipelajari untuk melakukannya, karena itu pembacaan tersebut
ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya. Pembaca membantu menciptakan
makna teks dengan membawa pengalaman, sikap dan emosinya terhadap teks tersebut
(Fiske, 2007: 61).
Ideologi dipegang sebagai ide-ide, makna-makna dan praktek ketika mereka
mengakui sebagai kebenaran universal, ideologiadalah peta dari makna yang
mendorong kekuatan dari kelas sosial tertentu. Disini, ideologi tidak terpisah dari
aktivitas praktek dari kehidupan namun menyediakan bagi masyarakat mengenai tata
cara berperilaku dan kebiasaan moral pada kehidupan sehari-hari (Burton, 2005:62-
63).
Metode Penelitian
Tipe Penelitian
Penelitian tentang representasi nasionalisme dalam film Soegija 100% Indonesia
menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan menggunakan analisis semiotika untuk
menganalisis obyek yang diteliti. Penelitian ini mengacu pada semiotika televisi John Fiske.
Semiotika televisi John Fiske memasukkan kode-kode sosial ke dalam tiga level yaitu level
realitas (reality), representasi (representasi) dan level ideologi (ideology) (Fiske, 1987:5).
Pada level reality kode-kode sosialnya antara lain adalah appearance (penampilan),
dress (kostum/pakaian), make-up (riasan), environment (lingkungan), behavior (tingkah
laku), speech (gaya bicara), gesture (bahasa), expression (ekspresi), sound (suara)dan lainlain
(Fiske, 1987: 4).
Hal-hal dalam level reality telah diencode secara elektronik oleh kode-kode teknis
(technical code), sedangkan dalam level ke-2, yaitu level representation di dalamnya terdapat
beberapa aspek, seperti camera (kamera), lighting (pencahayaan), editing (pengeditan), music
(musik), dan sound (suara) dan aspek-aspek lain dalam level representation adalah
penarasian, konflik, dialog, karakter dan pemeranan (Fiske, 2001: 5).
Analisis paradigmatik kode-kode ideologis konsep nasionalisme dalam film Soegija 100%
Indonesia meliputi :
a. Prinsip-Prinsip Nasionalisme dalam Film Soegija 100% Indonesia
Terdapat begitu banyak jenis cinta karena ada demikian banyak cara yang kita
tempuh untuk mencerminkan dan menginterpretasikan berbagai dorongan, motivasi dan
relasi interpersonal (Beall dan Stenberg dalam Friedman, 2008:144). Menurut Michael
Aflag dari Syria, “Nasionalisme adalah cinta”. Kedourie mengatakan bahwa nasionalisme
merupakan cinta abstrak yang telah menyulut tindakan-tindakan teror terhebat (Smith,
2003:38). Menurut Douglas Weeks nasionalisme merupakan formalisasi dari kesadaran
nasional yang membentuk bangsa dalam arti politik yaitu negara nasional (Clifford
Geertz dalam Pigay, 2000:55)
Rollo may mendeskripsikan berbagai tipe cinta. Tipe-tipe cinta ini terdiri dari :
seks (peredaan ketegangan, nafsu); eros (cinta prokreatif-pengalaman yang enak); filia
(cinta persaudaraan); agape(pengabdian pada kesejahteraan orang lain, cinta yang tidak
hanya memikirkan diri sendiri); cinta otentik, yang menggabungkan tipe-tipe cinta
lainnya (Friedman, 2008: 145).
Berdasarkan pendapat tersebut maka nasionalisme yang ditunjukkan oleh Soegija
termasuk jenis filia (cinta persudaraan) dan agape (pengabdian pada kesejahteraan orang
lain, cinta yang tidak hanya memikirkan diri sendiri). Hal ini dikarenakan nasionalisme
tidak lepas dari rasa persaudaraan, rasa senasib sepenanggungan (filia) dan
mengutamakan kepentingan bangsa (agape).
b. Compassionate Capitalism Rich de Vos
Compassionate capitalism dikenal dengan kapitalisme berwajah lemah lembut dan
belas kasih dengan kepedulian social. Pernyataan ini dikenalkan oleh Rich de Vos dari
pemikiran Adam Smith. Pengertian compassionate capitalism sendiri adalah meskipun
manusia diatur oleh hasrat-hasrat (dan energi libido) mereka, namun mereka memiliki
kemampuan penalaran dan juga belas kasih. Ia mampu mengontrol hasrat tersebut dengan
penalarannya sendiri dengan kekuatan moralnya sendiri. (Piliang, 2010: 118)
c. Nasionalisme Religius
Nasionalisme religius sendiri adalah paham mengenai kebangsaan yang
meletakkan nilai-nilai keagamaan sebagai sendi dasar dalam kehidupan bernegara. Pada
film Soegija 100% Indonesia, pengamalan dari Nasionalisme religius ditunjukkan oleh
tokoh Soegija bukan berarti bahwa dia mengunggulkan kebaikan-kebaikan dari agama
yang dipimpinnya ataupun memiliki misi khusus penyebaran agamanya yang diselipkan
dalam misi kemanusiaan selama masa perjuangan kemerdekaan,
Nasionalisme religius dari tokoh Soegija tercermin melalui salah satu bentuk
perjuangannya melalui jalur agama untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia. Dapat kita lihat pada gerakan diplomasi yang Soegija lakukan dengan pihak
Roma, Vatikan. Roma Vatikan merupakan pusat dari agama Katholik dunia.
Implikasi Sosial
Film ini menyajikan tentang gambaran keadaan Indonesia saat masa penjajahan
Jepang dan Belanda, khususnya perjuangan seorang Uskup pribumi pertama Albertus Soegija
dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Banyak hal positif yang dapat ditarik dari
film tersebut untuk kemajuan kehidupan sosial diantaranya
a. Sikap Soegija yang memiliki kepedulian yang besar terhadap masyarakat disekitarnya
secara umum dengan tidak membedakan latar belakang agama,suku maupun
perbedaan apapun yang ada pada tiap individu
b. Melalui film ini kita semakin memahami bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa
yang kaya akan perbedaan baik suku, agama, ras dan kebudayaan.Perbedaan rakyat
Indonesia ditampilkan pada film ini secara jelas melalui bahasa, logat, warna kulit,
ciri-ciri tubuh dan juga agama.
c. Dalam film ini digambarkan secara jelas bahwa perang akan membawa penderitaan
serta kesedihan pada semua pihak. Penderitaan dan kesedihan muncul pada pihak
yang menjajah maupun pihak yang dijajah
Implikasi Teoritis
Penelitian mengenai representasi nasionalisme dalam film ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu komunikasi media massa khususnya
perfilman. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya pengetahuan mengenai bentuk
baru dari film-film yang mengusung tema nasionalisme. Terkait dengan teknik analisis yang
digunakan, yaituberdasarkan teori “The Codes Of Television” merupakan teori yang cocok
untuk digunakan dalam menganalisa moving object seperti film
Implikasi Praktis
Secara praktis, film yang mengusung tema nasionalisme dan multikulturalisme ini
diharapkan menjadi inspirasi bagi sineas lain untuk mengembangkan karyanya dalam
membuat film tentang nasionalisme yang dikemas lebih kreatif lagi untuk dapat diterima oleh
generasi muda selanjutnya sehingga pesan-pesan cinta tanah air serta penghargaan terhadap
multikulturalisme dapat disisipkan di dalamnya dengan lebih kuat
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Burton, Graeme. (2008). Yang Tersembunyi di Balik Media. Yogyakarta: Jalasutra
Cheach, Philip dkk.(2002). Membaca Film Garin. Yogyakarta: PustakaPelajar
Chandler, Daniel. (2002). Semiotics, the Basics. New York : Rooutledge
Danesi, Marcel. (2010). PesanTandadanMakna. Yogyakarta: Jalasutra
Denzin, K Norman.(2009). Qualitative Research. Yogyakarta: PustakaPelajar
Effendy, Onong Uchjana. (1989). Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar Maju
Fiske, John. (1987). Television Culture. London and New York : Routledge
Fiske, John. (2007). Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra
Friedman, Howard. S dan Miriam W. Schustack. (2008). Kepribadian, Teori Klasik dan Riset
Modern Jilid 2. Penerjemah Sumitro. Jakarta, Erlangga
Hall, Stuart. (1997). Representation : Cultural Signifying and Practices, London: Sage
Publication
Kohn, Hans. (1984). NasionalismedanArtiSejarahnya, Jakarta: Erlangga
Kristanto, JB. (2004). Nonton Film Nonton Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
McQuail, Denis. (2005) .TeoriKomunikasi Massa, Erlangga: Jakarta
Moleong, J Lexy. (2010). MetodologiPenelitianKualitatif. Bandung: RemajaRosdakarya
Mulyana,Deddy. (2008). Komunikasi Massa Kontroversi, TeoridanAplikasi. Bandung:
WidyaPadjajaran
Naratama. (2004). Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta : Grasindo
Nasution, M. Arif. (2005). NasionalismedanIsu-IsuLokal, Medan: USU Press
Noviani, Ratna.(2002). JalantengahMemahamiIklan, Yogyakarta: PustakaPelajar
Pigay, Decki Natalis. (2000). Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua.
Jakarta : PT. Sinar Harapan
Piliang, Amir Yasraf. (2011). Dunia Yang Dilipat, Bandung : Matahari
Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta : Homerian Pustaka
Purnamawati, Sri. (2009). Teknik Pembuatan Film. Surabaya : Iranti Mitra Utama
Sen, Khrisna. (2009). Kuasa dalam Sinema : Negara, Masyarakat dan Sinema Orde Baru.
Yogyakarta : Ombak
Sobur, Alex. (2003). SemiotikaKomunikasi, Bandung: RemajaRosdakarya
Sumarno, Marselli. (1996). Dasar-DasarApresiasi Film, Jakarta: Grasindo
Smith, D Anthony.(2003). NasionalismeTeoriIdeologiSejarah. Jakarta: Erlangga
Utami, Ayu. (2012). Soegija 100% Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia
Vivian, John. (2008). TeoriKomunikasiMassa.Kencana, Media: Jakarta
Widagdo, M Bayu dan Winastwan Gora. (2007). Bikin Film Indie ItuMudah, Yogyakarta:
Andi Offset.
Sumber Lain :
Wardani, Krisna. (2010). Representasi Distorsi Islam dalam Film “My Name is Khan”.
Skripsi. Universitas Diponegoro
Mega, Mahar (2009). Mitos Yesus dalam film The Da Vinci Code. Skripsi. Universitas
Diponegoro
Gaspar, Matej (2010).Representasi Nasionalisme dalam Film Merah Putih.Skripsi.
Universitas Diponegoro
Sumber Internet :
Bandung LautanApi. (2013).
http://www.indonesianfilmcenter.com/pages/filminfo/movie.php/uid_c2ddiakses pada
15 Januari 2013
Hadi Murti. (2012). Soegija Bukan Film Dakwah. http://filmindonesia.or.id/article/murtihadi-
sj-soegija-bukan-film-dakwah diaksespada 15 Oktober 2012
KeretaApiTerakhir. (2013)http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-k017-81-049431_ diakses
pada 15 Januari
Lima Unsur Komunikasi. (2011). http://organisasi.org/analisis-pengertian-komunikasi-dan-5-
lima-unsur-komunikasi-menurut-harold-lasswelldiaksespada 20 November 2012
Long March DarahdanDoa.(2013). Dalam http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-l023-50-
918455Diunduh pada 15 Januari 2013
SehelaiMerahPutih. (2013). Dalam http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s017-60-
211376Diunduhpada15 Januari 2013
Soegija Mau Diboikot Karena Berbau Kristenisasi. (2012).
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/film-soegija-mau-diboikot-karena-berbaukristenisasi-
t48732/diakses pada 15 Oktober 2012
Soegija Presentasi Kolosal Non Religius. (2012).
http://www.fimela.com/read/2012/06/12/soegija-presentasi-kolosal-non-religius
diaksespada 15 Oktober 2012
Soegija Sebuah Film Perenungan. (2012).
http://oase.kompas.com/read/2012/05/26/21323439/.Soegija.Sebuah.Film.untuk.Peren
ungan.diaksespada 15 Oktober 2012
Soegija Film Kontroversial 2012. (2012). http://www.beritaremaja.com/2012/05/soegijafilm-
kontroversial-2012.html diaksespada 17 Oktober 2012
Soerabaia 45. (2013). http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s011-90-726785Diunduh pada
15 Januari 2013
Tanda Wewenang Uskup. (2013). Dalam
http://yesaya.indocell.net/id763.htm/TandaWewenangUskupdiakses pada 5 April
2013
Tanggapan Garin Nugroho Tentang Boikot Soegija. (2012).
http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/kabar/54358-ada-ajakan-boikotqsoegijaq-
apa-tanggapan-garin-nugroho-.htmldiakses 17 Oktober 2012
10 Film Indonesia terlaris. (2011). http://www.tabloidbintang.com/film-tvmusik/
kabar/19294 diakses pada 18 Desember 2012
10 Film Indonesia terlaris. (2012). http://hot.detik.com/topten/read/111445/2121204/1468
diakses pada 18 Desember 2012

Fulltext View|Download

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.