BibTex Citation Data :
@article{DLJ19621, author = {Silvia Daryanti*, Nyoman Serikat PJ, Purwoto}, title = {PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ADVOKAT PELAKU TINDAK PIDANA SUAP TERHADAP HAKIM (Studi Kasus Putusan Nomor 1319K/Pid.Sus/2016)}, journal = {Diponegoro Law Journal}, volume = {6}, number = {2}, year = {2017}, keywords = {Pertanggungjawaban Pidana, Suap Hakim, Advokat, Kode Etik}, abstract = { Didasari oleh keprihatinan terhadap tindak pidana korupsi yang terus merajalela, karena para pelakunya sudah mencapai seluruh lapisan masyarakat, bahkan para penegak hukum sekalipun, sehingga pemerintah pun telah menyatakan sikapnya untuk memerangi korupsi. Tetapi dalam kenyataannya, pelaku tindak pidana korupsi dari tahun ke tahun tetap saja mengalami peningkatan. Salah satu contoh kasus yang juga diangkat dalam penulisan hukum ini adalah tindak pidana suap terhadap hakim yang dilakukan oleh OCK yang merupakan seorang Advokat senior di Indonesia. Adanya hak imunitas yang diberikan kepada seorang Advokat berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Pasal 7 huruf g Kode Etik Advokat Indonesia, seringkali menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Hak Imunitas yang diberikan terhadap Advokat tidaklah berlaku murni, melainkan tetap dalam batasan-batasan tertentu, bisa dilihat dengan tetap adanya pemidanaan terhadap Advokat yang melakukan tindak pidana, seperti kasus tindak pidana suap terhadap hakim yang dilakukan oleh OCK, yang mana telah dijatuhkan putusan pemidanaan dan telah Inkraacht berdasarkan Putusan 1319K/Pid.Sus/2016. Tentu saja tindakan yang dilakukan oleh OCK ini tidak hanya melanggar ketentuan Hukum Pidana, namun juga Kode Etik Advokat itu sendiri Maka penulisan ini menyoroti mengenai pertanggungjawaban pidana seorang Advokat yang melakukan tindak pidana suap terhadap hakim, baik secara pidana maupun berdasarkan pelanggaran Kode Etik yang dilakukannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan mempergunakan data primer dan data sekunder. Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data berupa studi dokumen dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier, serta wawancara sebagai pelengkap. Dari hasil yang didapatkan, yaitu seorang Advokat yang melakukan tindak pidana suap terhadap hakim, tidak bedanya dengan subjek hukum lainnya, juga diancam dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo . Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain diancam secara pidana, bagi Advokat yang melakukan tindak pidana suap terhadap hakim juga akan diperiksa dan diadili oleh Dewan Kehormatan karena melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Advokat. }, issn = {2540-9549}, pages = {1--15} doi = {10.14710/dlj.2017.19621}, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/article/view/19621} }
Refworks Citation Data :
Didasari oleh keprihatinan terhadap tindak pidana korupsi yang terus merajalela, karena para pelakunya sudah mencapai seluruh lapisan masyarakat, bahkan para penegak hukum sekalipun, sehingga pemerintah pun telah menyatakan sikapnya untuk memerangi korupsi. Tetapi dalam kenyataannya, pelaku tindak pidana korupsi dari tahun ke tahun tetap saja mengalami peningkatan. Salah satu contoh kasus yang juga diangkat dalam penulisan hukum ini adalah tindak pidana suap terhadap hakim yang dilakukan oleh OCK yang merupakan seorang Advokat senior di Indonesia.
Adanya hak imunitas yang diberikan kepada seorang Advokat berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Pasal 7 huruf g Kode Etik Advokat Indonesia, seringkali menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Hak Imunitas yang diberikan terhadap Advokat tidaklah berlaku murni, melainkan tetap dalam batasan-batasan tertentu, bisa dilihat dengan tetap adanya pemidanaan terhadap Advokat yang melakukan tindak pidana, seperti kasus tindak pidana suap terhadap hakim yang dilakukan oleh OCK, yang mana telah dijatuhkan putusan pemidanaan dan telah Inkraacht berdasarkan Putusan 1319K/Pid.Sus/2016. Tentu saja tindakan yang dilakukan oleh OCK ini tidak hanya melanggar ketentuan Hukum Pidana, namun juga Kode Etik Advokat itu sendiri
Maka penulisan ini menyoroti mengenai pertanggungjawaban pidana seorang Advokat yang melakukan tindak pidana suap terhadap hakim, baik secara pidana maupun berdasarkan pelanggaran Kode Etik yang dilakukannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan mempergunakan data primer dan data sekunder. Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data berupa studi dokumen dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier, serta wawancara sebagai pelengkap.
Dari hasil yang didapatkan, yaitu seorang Advokat yang melakukan tindak pidana suap terhadap hakim, tidak bedanya dengan subjek hukum lainnya, juga diancam dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain diancam secara pidana, bagi Advokat yang melakukan tindak pidana suap terhadap hakim juga akan diperiksa dan diadili oleh Dewan Kehormatan karena melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Advokat.
Article Metrics:
Last update:
View My Stats
EDITORIAL ADDRESSDiponegoro Law JournalFaculty of Law, Universitas DiponegoroSatjipto Rahardjo Building, Jl. dr. Antonius Suroyo, Tembalang, Semarangdiponegorolawjournal@gmail.comhttps://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr024 - 76918201 (telp) / 024 - 76918206 (fax)