BibTex Citation Data :
@article{JPGS39867, author = {Elizabeth Sekar Citra T and Fitriyah - and Laila Alfirdaus}, title = {STRATEGI KAMPANYE POLITIK PARTAI SOLIDARITAS INDONESIA (PSI) PADA PEMILU LEGISLATIF 2019}, journal = {Journal of Politic and Government Studies}, volume = {12}, number = {3}, year = {2023}, keywords = {Political Campaign Strategy, PSI, Creative}, abstract = { Pemilu 2019 merupakan ajang kontestasi pertama PSI. PSI sebagai partai yang tersegmentasi, membatasi dirinya hanya untuk para pemilih muda yang merupakan kelompok usia dengan jumlah terbanyak yaitu sekitar 50,4%. Namun berdasarkan hasil pemilu 2019, PSI hanya memperoleh suara 1,8% yang mana berarti PSI gagal untuk memenuhi syarat parliamentary threshold (PT) sebesar 4%. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan strategi dari kampanye politik yang digunakan PSI dalam Pemilu Legislatif 2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengambilan data menggunakan wawancara mendalam dengan narasumber yang memiliki kredibilitas atau terlibat langsung dalam proses kampanye politik PSI dan juga menggunakan kuesioner yang diberikan kepada pemilih muda. Hasil dari penelitian ini adalah PSI memiliki beberapa strategi kampanye politik yaitu membangun citra kepemudaan, penggunaan media sosial sebagai alat kampanye, menarik suara minoritas, melibatkan masyarakat dalam pembiayaan dan kegiatan kampanye, kampanye canvassing door to door, dan kampanye kreatif. Beberapa faktor yang menyebabkan berbagai kampanye politik PSI tidak mampu mendulang suara PSI yaitu metode kampanye PSI yang lebih cocok diterapkan bagi pemilih muda didaerah perkotaan, adanya konten kampanye PSI yang mendatangkan resistensi dari masyarakat, dan persepsi masyarakat terhadap partai baru, dimana PSI masih belum mampu untuk meyakinkan pemilih untuk memberikan suara kepada PSI. The 2019 general election was PSI's first contestation event. PSI, as a segmented party, limits itself to young voters who make up the largest age group at around 50.4%. However, based on the 2019 election results, PSI only received 1.8% of the vote, which means PSI failed to meet the parliamentary threshold (PT) requirement of 4%. This research aims to explain the strategy of the political campaign used by PSI in the 2019 Legislative Elections. This research uses a qualitative approach with data collection methods using in-depth interviews with sources who have credibility or are directly involved in PSI's political campaign process and also using questionnaires given to young voters. The results of this study are that PSI has several political campaign strategies, namely building a youth image, using social media as a campaign tool, attracting minority votes, involving the community in financing and campaign activities, door to door canvassing campaigns, and creative campaigns. Some of the factors that caused PSI's various political campaigns to be unable to gain PSI votes were PSI's campaign methods that were more suitable for young voters in urban areas, PSI's campaign content that caused resistance from the public, and public perceptions of new parties, where PSI was still unable to convince voters to vote for PSI}, pages = {353--368} url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/view/39867} }
Refworks Citation Data :
Pemilu 2019 merupakan ajang kontestasi pertama PSI. PSI sebagai partai yang tersegmentasi, membatasi dirinya hanya untuk para pemilih muda yang merupakan kelompok usia dengan jumlah terbanyak yaitu sekitar 50,4%. Namun berdasarkan hasil pemilu 2019, PSI hanya memperoleh suara 1,8% yang mana berarti PSI gagal untuk memenuhi syarat parliamentary threshold (PT) sebesar 4%.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan strategi dari kampanye politik yang digunakan PSI dalam Pemilu Legislatif 2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengambilan data menggunakan wawancara mendalam dengan narasumber yang memiliki kredibilitas atau terlibat langsung dalam proses kampanye politik PSI dan juga menggunakan kuesioner yang diberikan kepada pemilih muda.
Hasil dari penelitian ini adalah PSI memiliki beberapa strategi kampanye politik yaitu membangun citra kepemudaan, penggunaan media sosial sebagai alat kampanye, menarik suara minoritas, melibatkan masyarakat dalam pembiayaan dan kegiatan kampanye, kampanye canvassing door to door, dan kampanye kreatif. Beberapa faktor yang menyebabkan berbagai kampanye politik PSI tidak mampu mendulang suara PSI yaitu metode kampanye PSI yang lebih cocok diterapkan bagi pemilih muda didaerah perkotaan, adanya konten kampanye PSI yang mendatangkan resistensi dari masyarakat, dan persepsi masyarakat terhadap partai baru, dimana PSI masih belum mampu untuk meyakinkan pemilih untuk memberikan suara kepada PSI.
The 2019 general election was PSI's first contestation event. PSI, as a segmented party, limits itself to young voters who make up the largest age group at around 50.4%. However, based on the 2019 election results, PSI only received 1.8% of the vote, which means PSI failed to meet the parliamentary threshold (PT) requirement of 4%.
This research aims to explain the strategy of the political campaign used by PSI in the 2019 Legislative Elections. This research uses a qualitative approach with data collection methods using in-depth interviews with sources who have credibility or are directly involved in PSI's political campaign process and also using questionnaires given to young voters.
Last update: