BibTex Citation Data :
@article{IO8923, author = {Yuanita Melati and Turnomo Rahardjo and Taufik Suprihartini and Wiwid Rakhmad}, title = {MEMAHAMI PENGALAMAN KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL GURU DALAM MENGEMBANGKAN MINAT DAN BAKAT SISWA TUNAGRAHITA}, journal = {Interaksi Online}, volume = {3}, number = {3}, year = {2015}, keywords = {disabilitas intelektual, kegiatan instruksional, „ikatan‟.}, abstract = { Siswa tunagrahita merupakan siswa dengan keterbatasan intelegensi. Keterbatasan intelegensi menyebabkan lemahnya kemampuan komunikasi siswa tunagrahita. Siswa tungarhita kerap dianggap “tidak berguna” dan memliki masa depan yang kelam. Namun, dengan pendidikan dan penanganan dari sekolah dan guru yang sesuai dengan kemampuan dapat melatih ketrampilan siswa tunagrahita sehingga menjadi pribadi yang mandiri di tengah masyarakat. Keterbatasan komunikasi yang dimiliki siswa tunagrahita menjadi salah satu kendala guru dalam usahanya untuk memberikan pengajaran kepada siswa tunagrahita. Penelitian yang bertujuan menjelaskan pengalaman komunikasi instruksional guru dengan siswa tunagrahita ini menggunakan pendekatan kualitatif yang merujuk pada paradigma interpretif dan tradisi fenomenologi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Coordinated Management Of Meaning dariW. Barnett Pearce dan Vernon Cronen (1980), konsep mengenai komunikasi instruksional, dan Teori Belajar Aperpesi menurut Johan F. Herbart dari abad 20. Teknik analisis yang digunakan adalah mengacu pada metode fenomenologi dari Von Eckartsberg, dan subjek penelitian adalah guru kelas ketrampilan SLB Negeri Semarang yang mengampu siswa tunagrahita. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memberikan pembelajaran kepada siswa tunagrahita, guru berusaha menjalin “ikatan” agar dapat memahami karakter dan latar belakang siswa. Hal ini berguna untuk menentukan pola pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa. “Ikatan” tersebut dihasilkan melalui interaksi dan sharing yang dilakukan sehari-hari oleh guru di sekolah kepada siswa tunagrahita. Melalui interaksi dan sharing, guru mendapat pemahaman tentang latar belakang dan karakteristik masing-masing siswa. Pemahaman karakter siswa berpengaruh pada pola pembelajaran yang digunakan guru untuk mengembangakan potensi siswa. Pola pembelajaran yang digunakan oleh guru dengan memberikan demontrasi dan mengikuti imajinasi siswa. Hal ini juga untuk melatih kemampuan komunikasinya. Guru dituntut lebih aktif dalam berinteraksi dengan siswa di kelas. Hal ini bertujuan agar siswa merasa nyaman dan semangat belajar di kelas. Kendala yang dihadapi guru dalam mengembangkan minat dan bakat siswa tunagrahita adalah keadaan siswa tersebut yang memiliki disabilitas intelektual serta orang tua siswa yang kurang memberi dukungan. Guru aktif berdiskusi dengan keluarga dan orang tua siswa berkaitan kelas ketrampilan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa tunagrahita. }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/8923} }
Refworks Citation Data :
Siswa tunagrahita merupakan siswa dengan keterbatasan intelegensi. Keterbatasanintelegensi menyebabkan lemahnya kemampuan komunikasi siswa tunagrahita.Siswa tungarhita kerap dianggap “tidak berguna” dan memliki masa depan yangkelam. Namun, dengan pendidikan dan penanganan dari sekolah dan guru yangsesuai dengan kemampuan dapat melatih ketrampilan siswa tunagrahita sehinggamenjadi pribadi yang mandiri di tengah masyarakat. Keterbatasan komunikasiyang dimiliki siswa tunagrahita menjadi salah satu kendala guru dalam usahanyauntuk memberikan pengajaran kepada siswa tunagrahita.Penelitian yang bertujuan menjelaskan pengalaman komunikasiinstruksional guru dengan siswa tunagrahita ini menggunakan pendekatankualitatif yang merujuk pada paradigma interpretif dan tradisi fenomenologi.Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Coordinated Management OfMeaning dariW. Barnett Pearce dan Vernon Cronen (1980), konsep mengenaikomunikasi instruksional, dan Teori Belajar Aperpesi menurut Johan F. Herbartdari abad 20. Teknik analisis yang digunakan adalah mengacu pada metodefenomenologi dari Von Eckartsberg, dan subjek penelitian adalah guru kelasketrampilan SLB Negeri Semarang yang mengampu siswa tunagrahita.Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memberikanpembelajaran kepada siswa tunagrahita, guru berusaha menjalin “ikatan” agardapat memahami karakter dan latar belakang siswa. Hal ini berguna untukmenentukan pola pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa. “Ikatan”tersebut dihasilkan melalui interaksi dan sharing yang dilakukan sehari-hari olehguru di sekolah kepada siswa tunagrahita. Melalui interaksi dan sharing, gurumendapat pemahaman tentang latar belakang dan karakteristik masing-masingsiswa. Pemahaman karakter siswa berpengaruh pada pola pembelajaran yangdigunakan guru untuk mengembangakan potensi siswa. Pola pembelajaran yangdigunakan oleh guru dengan memberikan demontrasi dan mengikuti imajinasisiswa. Hal ini juga untuk melatih kemampuan komunikasinya. Guru dituntut lebihaktif dalam berinteraksi dengan siswa di kelas. Hal ini bertujuan agar siswamerasa nyaman dan semangat belajar di kelas. Kendala yang dihadapi guru dalammengembangkan minat dan bakat siswa tunagrahita adalah keadaan siswa tersebutyang memiliki disabilitas intelektual serta orang tua siswa yang kurang memberidukungan. Guru aktif berdiskusi dengan keluarga dan orang tua siswa berkaitankelas ketrampilan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa tunagrahita.
Last update:
Interaksi Online, is published by Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024)7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.