skip to main content

MEMAHAMI PENGALAMAN KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL GURU DALAM MENGEMBANGKAN MINAT DAN BAKAT SISWA TUNAGRAHITA


Citation Format:
Abstract

Siswa tunagrahita merupakan siswa dengan keterbatasan intelegensi. Keterbatasan
intelegensi menyebabkan lemahnya kemampuan komunikasi siswa tunagrahita.
Siswa tungarhita kerap dianggap “tidak berguna” dan memliki masa depan yang
kelam. Namun, dengan pendidikan dan penanganan dari sekolah dan guru yang
sesuai dengan kemampuan dapat melatih ketrampilan siswa tunagrahita sehingga
menjadi pribadi yang mandiri di tengah masyarakat. Keterbatasan komunikasi
yang dimiliki siswa tunagrahita menjadi salah satu kendala guru dalam usahanya
untuk memberikan pengajaran kepada siswa tunagrahita.
Penelitian yang bertujuan menjelaskan pengalaman komunikasi
instruksional guru dengan siswa tunagrahita ini menggunakan pendekatan
kualitatif yang merujuk pada paradigma interpretif dan tradisi fenomenologi.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Coordinated Management Of
Meaning dariW. Barnett Pearce dan Vernon Cronen (1980), konsep mengenai
komunikasi instruksional, dan Teori Belajar Aperpesi menurut Johan F. Herbart
dari abad 20. Teknik analisis yang digunakan adalah mengacu pada metode
fenomenologi dari Von Eckartsberg, dan subjek penelitian adalah guru kelas
ketrampilan SLB Negeri Semarang yang mengampu siswa tunagrahita.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memberikan
pembelajaran kepada siswa tunagrahita, guru berusaha menjalin “ikatan” agar
dapat memahami karakter dan latar belakang siswa. Hal ini berguna untuk
menentukan pola pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa. “Ikatan”
tersebut dihasilkan melalui interaksi dan sharing yang dilakukan sehari-hari oleh
guru di sekolah kepada siswa tunagrahita. Melalui interaksi dan sharing, guru
mendapat pemahaman tentang latar belakang dan karakteristik masing-masing
siswa. Pemahaman karakter siswa berpengaruh pada pola pembelajaran yang
digunakan guru untuk mengembangakan potensi siswa. Pola pembelajaran yang
digunakan oleh guru dengan memberikan demontrasi dan mengikuti imajinasi
siswa. Hal ini juga untuk melatih kemampuan komunikasinya. Guru dituntut lebih
aktif dalam berinteraksi dengan siswa di kelas. Hal ini bertujuan agar siswa
merasa nyaman dan semangat belajar di kelas. Kendala yang dihadapi guru dalam
mengembangkan minat dan bakat siswa tunagrahita adalah keadaan siswa tersebut
yang memiliki disabilitas intelektual serta orang tua siswa yang kurang memberi
dukungan. Guru aktif berdiskusi dengan keluarga dan orang tua siswa berkaitan
kelas ketrampilan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa tunagrahita.

Fulltext View|Download
Keywords: disabilitas intelektual, kegiatan instruksional, „ikatan‟.

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.