BibTex Citation Data :
@article{IO4383, author = {Septia Hartiningrum and Sri Herieningsih and Taufik Suprihatini}, title = {Representasi Pendidikan Pesantren dalam Film (Analisis Semiotika pada Film Negeri 5 Menara)}, journal = {Interaksi Online}, volume = {2}, number = {1}, year = {2014}, keywords = {}, abstract = { Judul : Representasi Pendidikan Pesantren dalam Film (Analisis Semiotika pada Film Negeri 5 Menara) Nama : Septia Hartiningrum NIM : D2C008101 ABSTRAK Film adalah media populer yang digunakan tidak hanya untuk menyampaikan pesan-pesan, tetapi juga menyalurkan pandangan-pandangan kepada khalayak. Film Negeri 5 Menara diangkat dari novel dengan judul yang sama merupakan film yang mengangkat tentang kerja keras, semangat, keikhlasan, dan kesungguhan “Man Jadda Wajada” dengan background pendidikan pesantren. Di dalam film ini dapat dijumpai adegan ketika para santri mengikuti proses pembelajaran di pesantren, serta kegiatan-kegiatan yang ada di pesantren. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi pendidikan pesantren. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan teori represenasi Stuart Hall (1997) serta menggunakan analisis semiotika untuk menganalisis objek yang diteliti. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan “The Codes Of Television” (John Fiske ,1987). Analisis dilakukan dengan tiga level, yaitu level realias, level representasi, dan level ideologi. Level realitas dan level representasi dianalisis secara sintagmatik, sedangkan secara paradigmatik untuk level ideologi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam film Negeri 5 Menara ini pesantren digambarkan sebagai lembaga pendidikan yang sudah modern namun tetap masih memasukkan unsur-unsur tradisional yang sudah melekat pada pendidikan di pesantren. Seluruhnya dapat dilihat melalui adegan-adegan yang ada dalam film, dimana para santri di pesantren tidak hanya mempelajari bidang agama seperti fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist, menghafal al-quran semata, para santri juga mempelajari pelajaran-pelajaran umum seperti bahasa asing, pengetahuan sosial, serta kemasyarakatan sebagai bekal untuk terjun dalam masyarakat. Dalam film Negeri 5 Menara ini menonjolkan sisi positif kehidupan para santri selama menempuh pendidikan di pesantren hingga mereka sukses menggapai mimpinya. Selain berusaha memberikan tontonan yang dapat memotivasi penonton untuk tidak pernah takut bermimpi, film ini juga menyiratkan makna bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang tidak kalah dengan lembaga pendidikan negeri lainnya. Terbukti dengan kesuksesan yang dicapai para santri khususnya Sahibul Menara meraih mimpi mereka untuk mencapai menara-menara impian mereka sebagai tempat mereka bekerja serta mengabdikan diri pada masyarakat. Kata Kunci: film, representasi, pendidikan, pesantren Title : Representation in Film Islamic Boarding School Education (Semiotics Analysis on Film Negeri 5 Menara) Nama : Septia Hartiningrum NIM : D2C008101 ABSTRACT Movie is popular media that is used not only to give messages, but also distribute the perspective to the peoples. Negeri 5 Menara based on a novel with same title are tells about hard work, spirit, heartiness and sincerity of “Man Jadda Wajada” with pesantren/islamic education. ”. In the movie, we will find so many scenes while the students (islamic students) during leraning process, also their activities. The purpose of this research is to find out the representation of the islamic boarding school education. This research used a qualitative approach, representation theory by Stuart Hall (1997) and semiotic analysis to analyzes object of the research. The technique alaysis of data used by the theory of “The Codes of Television” (John Fiske, 1987). Analyses by three level : reality, representation and ideology. On Realiy and Representation level analyzes by sintagmatic and paradigmatic for Ideology Level. The results of research indicate that the (Negeri 5 Menara), islamic boarding school describe as a education institution that have the modern yet still have traditional elements which is attached to the education in the islamic school. We can find them by the scenes, where the students (the islamic students) not only learn about religion like fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist, memorized Qur’an, they also learn common lesson like foreign language, social skill, so they can live in their society easily. In the movie of (Negeri 5 Menara) show positive side of islamic studens while study at islamic boarding school till they success reach their dreams. Not only tried to give a movie that can motivated peoples to unafraid to reach their dreams, the movie is also give meaning that islamic boarding school is a education institution that as good as another education institutions. Proven by their successful especialy by Sahibul Menara who can reach their dreams coming at their dreams tower as place their work for and society. keywords : movie, representation, education, islamic boarding school BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan bagi umat manusia merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup dalam segala bidang. Dalam sejarah hidup umat manusia dimuka bumi ini hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam kelompok masyarakat primitif. Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian, dengan menekankan pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat. Pesantren telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu, serta telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa (Mastuhu, 1994: 3). Film Negeri 5 Menara mengangkat tema seputar pendidikan di lingkungan pesantren. Cerita film Negeri 5 Menara diangkat dari novel berjudul sama karya Ahmad Fuadi. Novel yang pertama kali dirilis pada tahun 2009 ini masuk dalam jajaran best seller. Novel ini telah menjadi Buku Fiksi Terbaik, Perpustakaan Nasional Indonesia 2011. Serta menobatkan Ahmad Fuadi sebagai Penulis dan Fiksi Terfavorit, Anugerah Pembaca Indonesia 2010. 1.2. Rumusan Masalah Film “Negeri 5 Menara” merupakan film yang mencoba menggambarkan pendidikan pesantren. Film Negeri 5 Menara merupakan representasi dunia pendidikan pesantren. Pada kenyataannya saat ini, pesantren selalu menjadi sorotan dan mendapat citra yang buruk, karena selau dikaitkan dengan kasuskasus terorisme, kekerasan, bahkan pelecehan seksual, pola pendidikan yang sering di pandang sebelah mata. Namun, film ini menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Dalam film ini pesantren tidak hanya dijadikan sebagai tempat buangan anak-anak nakal atau korban kekerasan dalam rumah tangga atau anak-anak yang nilainya tidak cukup untuk masuk ke lembaga pendidikan negeri atau tidak memiliki cukup dana untuk masuk ke lembaga pendidikan swasta. Film ini menggambarkan bahwa pesantren menjadi tempat untuk mendidik bibit-bibit unggul calon-calon da’i dan menjadi tempat untuk mendalami pendidikan agama. 1.3. Tujuan Penelitian Mendeskripsikan bagaimana dunia pendidikan pesantren direpresentasikan dalam film Negeri 5 Menara. 1.4. Signifikansi Penelitian 1.4.1. Signifikansi Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmiah di bidang kajian ilmu komunikasi mengenai teori representasi Stuart Hall dan analisis semiotika menggunakan teknik analisis data “The Codes of Television” dari John Fiske yang dikembangkan untuk mengkaji film sebagai komunikasi massa. Sehingga dapat mendeskripsikan bagaimana pendidikan pesantren direpresentasikan dalam film. 1.4.2. Signifikansi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pembuat film dengan tema pendidikan, khususnya pendidikan pesantren. Agar memberikan jalan cerita yang lebih variatif tentang dunia pendidikan. 1.4.3. Signifikansi Sosial Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam mencermati tayangan dan memahami makna pesan yang disajikan oleh media massa terutama film yang mengangkat tentang pendidikan khususnya pendidikan pesantren. 1.5. Kerangka Pemikiran Film dimasukan dalam kelompok komunikasi massa yang mengandung aspek hiburan, juga memuat aspek edukatif. Namun aspek kontrol sosialnya tidak sekuat pada surat kabar, majalah, serta televisi yang memang menyiarkan berita berdasarkan fakta yang terjadi (Rivers, Jensen dan Peterson, 2004: 252). Representasi menurut Stuart Hall (1997: 15) menghubungkan makna dan bahasa kepada budaya. Representasi berarti menggunakan bahasa untuk mengungkapkan makna atau untuk menghadirkan kembali (represent) makna kepada khalayak. Representasi merupakan bagian penting dari proses di mana makna diproduksi dan dipertukarkan antara beberapa budaya. Representasi melibatkan penggunaan bahasa, tanda dan simbol untuk mewakili atau merepresentasikan sesuatu. Representasi berarti menggunakan bahasa untuk memaknai sesuatu, atau untuk merepresentasikan dunia dengan penuh makna kepada orang lain. Representasi adalah sebuah bagian utama dalam sebuah proses tentang bagaimana makna diproduksi di antara anggota masyarakat dari sebuah kebudayaan. Film dipandang sebagai representasi, maka film merupakan cermin dari nilai budaya yang ada dalam masyarakat. Maka film tidak pernah lepas dari berbagai aspek kepentingan, baik kepentingan ideologi, ekonomi atau politik. Film pada akhirnya merupakan salah satu aspek yang memberi peran besar terhadap perubahan dalam masyarakat. Film sebagai media komunikasi penyampaian makna akhirnya merupakan media sebagai penyampai ideologi, film sebagai pembawa dan penyebar ideologi ini yang membawa peran sebagai agen perubahan sosial. Ideologi pendidikan merupakan cara pandang yang dijadikan oleh para pemikir pendidikan untuk melihat implementasi pendidikan yang dilaksanakan. Ideologi-ideologi pendidikan terdiri dari enam sisitem dasar etika sosial, yang tergabung dalam ideologi konservatif dan ideologi liberal. 1.6. Metode penelitian Penelitian tentang Representasi Pendidikan Pesantren pada film Negeri 5 Menara ini menggunakan teknik analisis data berdasarkan kode televisi dari Fiske (1987: 4-6). Tiga level kode tersebut adalah: 1) Level Realitas, yang telah terkode secara sosial, meliputi tampilan visual semacam penampilan, pakaian, make up, lingkungan, perilaku, ekspresi, suara, dll. 2) Level Representasi, terkode secara elektronik yang bersifat teknis, meliputi: kamera, pencahayaan, musik, suara, narasi, konflik, karakter, dialog, dll. 3) Kode-kode sosial yang mendasari realita dengan jelas dan relatif dinyatakan dalam warna kulit, pakaian, rambut, ekspresi wajah, dan sebagainya. BAB II PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan uraian dari konsep kode-kode televisi yang diungkapkan John Fiske dalam Television Culture, dalam mengkaji media audio visual terutama film. Kode-kode televisi digunakan untuk menguraikan tandatanda menjadi makna. Kode-kode tersebut terdiri dari tiga level yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi. Level realitas meliputi kode-kode dengan aspek sosial seperti penampilan, kostum, riasan, gaya bicara, perilaku, lingkungan, setting, ekspresi, gestur, dan lain-lain. Pada level representasi terdapat aspek teknis seperti kamera, pencahayaan, musik, narasi, konflik, dialog, dan karakter. Sedangkan level ideologi menguraikan kode-kode tersirat dalam film, seperti indivisualisme, ras, kelas, kapitalisme, dan sebagainya. Level realitas dan representasi merupakan hasil dari analisis sintagmatik, yaitu uraian yang berisi tanda-tanda dalam potongan-potongan shot dan adegan. Sedangkan level ideologi menganalisis secara paradigmatik hasil yang didapat dari level realitas dan level representasi. Namun level ideologi akan diuraikan pada bab berikutnya. Pada bab ini ditampilkan level realitas dan level representasi secara sintagmatik, melalui aspek-aspek sosial dan teknis yang terdapat dalam pesantren di film Negeri 5 Menara. Aspek-aspek sosial pada level realitas tersebut dikodekan secara elektronik dalam aspek-aspek teknis level representasi. Dalam televison codes Fiske (2001: 5), bagian ini meliputi aspek kamera (camera), pencahayaan (lighting), pengeditan (editing), serta musik dan suara (music and sound). Kemudian membentuk kode representasi seperti yang terdapat dalam aspek narasi, konflik, dialog, karakter, dan pemeran. Level ideologis adalah level terakhir dari kode-kode televisi John Fiske. Bahwa realitas dan representasi yang direkam dalam gambar bergerak dalam film merupakan produk ideologi tertentu. Kode-kode ideologis ini seperti individualisme, patriarki, kelas, ras, materialisme, kapitalisme, dan lain-lain. Sementara Fiske mengatakan ideologi adalah sebuah jalan untuk melakukan pemaknaan, membuat sesuatu masuk akal, dan makna yang dibuat selalu memiliki dimensi sosial dan politik. Ideologi di dalam cara pandam ini adalah sebuah praktik atau tindakan sosial. BAB III PENUTUP Kesimpulan 1). Manajemen pendidikan dan pembelajaran di Pesantren telah mengalami perubahan modernisasi, dari semula sebagai lembaga pendidikan tradisional, kini pesantren sudah berkembang menjadi lembaga pendidikan modern. Pesantren kini dibagi menjadi dua, yaitu pesantren tradisional dan pesantren modern. Pesantren tradisional adalah pesantren yang masih menitikberatkan pembelajaran berdasarkan rujukan kitab klasik atau yang dikenal dengan kitab kuning, sedangkan pesantren modern adalah pesantren yang pola pembelajarannya sudah menggabungkan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Dalam film Negeri 5 Menara pesantren direpresentasikan sudah lebih maju atau modern, sebagai suatu lembaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan pendidikan agama saja (fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist dan lain-lain), namun juga pendidikan umum lainnya (bahasa asing, pengetahuan sosial, serta kemasyarakatan). Untuk mewadahi minat dan bakat para santri, pesantren juga memfasilitasi mereka dengan beragam ekstrakurikuler, seperti; seni baca al-Qur’an (qira’ah), seni kaligrafi, seni bela diri, seni musik, jurnalistik, olahraga dan lain sebagainya. 2). Film Negeri 5 Menara adalah sebuah film tentang kerja keras, semangat, keikhlasan, dan kesungguhan. “Man Jadda Wajada”. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Bukan yang paling tajam, tapi yang paling bersungguh-sungguh. Mantra tersebut berhasil membuat para Sahibul Menara dapat mencapai cita-cita mereka untuk bisa mengunjungi negaranegara yang memiliki menara. Mereka berhasil membuktikan bahwa dengan background pendidikan pesantren mereka dapat bersaing dengan lulusan sekolah umum. DAFTAR PUSTAKA BUKU Amir, Matri. 1983. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta: Logos. Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru. Jakarta: Logos. Beebe SA., and Masterson JT. 1994. Communicating in small groups: principles and practices. Fourth Edition. New York: Harper Collins College Publisher. Bride, Sean Mac. 1983. Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dn Masa Depan, Aneka Suara Satu Dunia. Jakarta: PT Balai Pustaka. Burton, Graeme. 2008. Pengantar untuk Memahami: Media dan Budaya Populer. Penerjemah Alfathri Aldin. Yogyakarta: Jalasutra. Chandler, Daniel. 2002. Semiotics: The Basics. New York. Routledge Croteau, David dan William Hoynes. 2000. Media/Society : Industries, Images, and Audiences. London: Pine Forge Press. Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra. Denzin, Norman K & Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook Of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: INIS. Effendy, Heru. 2006. Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser. Yogyakarta: Panduan. Eriyanto. 2011. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Grup. Fiske, John. 1987. Television Culture. New York. Routladge. Friedman, Howard S., and Miriam W. Schustack. 2008. Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern. Terjemahan Ikarinim Fansiska Dian, dkk. 2006. Personality: Classic Theories and Modern Research. Jakarta: Erlangga. Guba, Egon G and Lincoln, Yvonna S. 2005. The SAGE Handbook of Qualitative Research; Paradigmatic Controversies, Contradictions, and Emerging Confluences. Sage Publication Hall, Stuart. 1997. Representations: Cultural Signifying and Practices. London: Sage Publication. Irawanto, Budi. 1999. Film, Ideologi, dan Militer. Yogyakarta: Media Pressindo. Littlejohn, Stephen W and Foss, Karen A. 2009. Teori Komunikasi (edisi 9) Theories Of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika. Madjid, Nurcholish. 1997. Bilik-Bilik Pesantren. Jakarta: Paramadina. Mangunhardjana, A Margija. 1976. Mengenal Film. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS Muhaimin dan Mujib, Abdul. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya. Naratama. 2004. Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta: Grasindo. O’neil, William F. 2001. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Panen, Paulina, dkk. 2005. Belajar dan Pembelajaran 1. Jakarta: UniversitasTerbuka. Pranajaya, Adi. 1993. Film dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman. Rahman, Chaidir. 1983. Festival Film Indonesia. Medan: Badan Pelaksana FFI. Roqib, Moh. 2007. Harmoni dalam Budaya Jawa: Dimensi Edukasi dan Keadilan Gender. Yogakarta: Pustaka Pelajar. Rivers, W.L, J.W Jensen, dan T. Peterson. 2004. Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana . Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Terjemahan Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. __________. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. Stolley. S, Kathey. 2005. The Basic of Sociology. Green Wood Press. London Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Rosdakarya Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Prenada Media Grup. Wahyoetomo. 1997. Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan. Jakarta: Gema Insani Press. Widagdo, M Bayu dan Gora, Winastwan. 2006. Bikin Film Indie Itu Mudah. Yogyakarta: Penerbit Andi. Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Gasindo. Yusuf, Muri. 1982. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sumber Internet Adi, Danuk Nugroho. 2007. “Kekerasan di Pesantren, Tiga Santri Dianiyaya Senior” (http://www.indosiar.com/fokus/kekerasan-di-pesantren-tigasantri- dianiayasenior_63929.html; diakses 12/12/12 23:00:17). Arrahman. 2012. “FUI: Penggerebekan Pesantren Dalul Akhfiya' tidak menghormati Ulama dan Syuhada” (http://m.arrahmah.com/read/2012/11/14/24715-fui-penggerebekan pesantren-darul-akhfiya-tidak-menghormati-ulama-dan-syuhada.html; diakses 11/12/12 22:00:19). Film Indonesia. (http://filmindonesia.or.id/search/all/pendidikan; diakses 23/5/2013 23:16:08). Gatra, Sandro. 2010. “Ba’aysir kembali Ditahan di Bareskrim” (http://nasional.kompas.com/read/2010/12/23/11362638/Baaysir.Kembali. Ditahan.di.Bareskrim?; diakses 11/12/12 20:09:56). Harian Analisa. 2012. “Mengembalikan Citra Positif Pesantren” (http://www.p3m.or.id/2013/02/mengembalikan-citra-positifpesantren. html 21/12/2013 pukul 12.48) Ofy. 2008. “Pak Guru Perkosa Murid di Kompleks Sekolah” (http://nasional.kompas.com/read/2008/08/16/14361132/pak.guru.perkosa. murid.di.kompleks.sekolah; diakses 12/12/1 21:49:54). Ruslan, Heri. 2013. “Pesantren, Sistem Pendidikan Asli Indonesia” . (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/10/17/mut6fypesantren- sistem-pendidikan-asli-indonesia 21/12/2013 pukul 12.49) Salmah, Alfidah. 2008. “Kontroversi Pernikahan Syekh Pujiono” (http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Kontroversi+Perni kahan+Syekh+Pujiono&dn=20081110093019; diakses 11/12/2012 21:22:16). Sudibyo, Anton. 2011. “Guru Ponpes Cabuli 10 Santri Bertahun-tahun” (http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/12/17/10448 8/Guru-Ponpes-Cabuli-10-Santri-Bertahun-Tahun; diakses 12/12/12 22:55:54). }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/4383} }
Refworks Citation Data :
Judul : Representasi Pendidikan Pesantren dalam Film (Analisis Semiotikapada Film Negeri 5 Menara)Nama : Septia HartiningrumNIM : D2C008101ABSTRAKFilm adalah media populer yang digunakan tidak hanya untuk menyampaikanpesan-pesan, tetapi juga menyalurkan pandangan-pandangan kepada khalayak.Film Negeri 5 Menara diangkat dari novel dengan judul yang sama merupakanfilm yang mengangkat tentang kerja keras, semangat, keikhlasan, dankesungguhan “Man Jadda Wajada” dengan background pendidikan pesantren. Didalam film ini dapat dijumpai adegan ketika para santri mengikuti prosespembelajaran di pesantren, serta kegiatan-kegiatan yang ada di pesantren.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi pendidikanpesantren. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif denganmenggunakan teori represenasi Stuart Hall (1997) serta menggunakan analisissemiotika untuk menganalisis objek yang diteliti. Teknik analisis data dilakukandengan menggunakan “The Codes Of Television” (John Fiske ,1987). Analisisdilakukan dengan tiga level, yaitu level realias, level representasi, dan levelideologi. Level realitas dan level representasi dianalisis secara sintagmatik,sedangkan secara paradigmatik untuk level ideologi.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam film Negeri 5 Menara inipesantren digambarkan sebagai lembaga pendidikan yang sudah modern namuntetap masih memasukkan unsur-unsur tradisional yang sudah melekat padapendidikan di pesantren. Seluruhnya dapat dilihat melalui adegan-adegan yangada dalam film, dimana para santri di pesantren tidak hanya mempelajari bidangagama seperti fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist, menghafal al-quran semata, parasantri juga mempelajari pelajaran-pelajaran umum seperti bahasa asing,pengetahuan sosial, serta kemasyarakatan sebagai bekal untuk terjun dalammasyarakat.Dalam film Negeri 5 Menara ini menonjolkan sisi positif kehidupan parasantri selama menempuh pendidikan di pesantren hingga mereka suksesmenggapai mimpinya. Selain berusaha memberikan tontonan yang dapatmemotivasi penonton untuk tidak pernah takut bermimpi, film ini jugamenyiratkan makna bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang tidak kalahdengan lembaga pendidikan negeri lainnya. Terbukti dengan kesuksesan yangdicapai para santri khususnya Sahibul Menara meraih mimpi mereka untukmencapai menara-menara impian mereka sebagai tempat mereka bekerja sertamengabdikan diri pada masyarakat.Kata Kunci: film, representasi, pendidikan, pesantrenTitle : Representation in Film Islamic Boarding School Education(Semiotics Analysis on Film Negeri 5 Menara)Nama : Septia HartiningrumNIM : D2C008101ABSTRACTMovie is popular media that is used not only to give messages, but also distributethe perspective to the peoples. Negeri 5 Menara based on a novel with same titleare tells about hard work, spirit, heartiness and sincerity of “Man Jadda Wajada”with pesantren/islamic education. ”. In the movie, we will find so many sceneswhile the students (islamic students) during leraning process, also their activities.The purpose of this research is to find out the representation of the islamicboarding school education. This research used a qualitative approach,representation theory by Stuart Hall (1997) and semiotic analysis to analyzesobject of the research. The technique alaysis of data used by the theory of “TheCodes of Television” (John Fiske, 1987). Analyses by three level : reality,representation and ideology. On Realiy and Representation level analyzes bysintagmatic and paradigmatic for Ideology Level.The results of research indicate that the (Negeri 5 Menara), islamicboarding school describe as a education institution that have the modern yet stillhave traditional elements which is attached to the education in the islamic school.We can find them by the scenes, where the students (the islamic students) not onlylearn about religion like fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist, memorized Qur’an,they also learn common lesson like foreign language, social skill, so they can livein their society easily.In the movie of (Negeri 5 Menara) show positive side of islamic studenswhile study at islamic boarding school till they success reach their dreams. Notonly tried to give a movie that can motivated peoples to unafraid to reach theirdreams, the movie is also give meaning that islamic boarding school is aeducation institution that as good as another education institutions. Proven bytheir successful especialy by Sahibul Menara who can reach their dreams comingat their dreams tower as place their work for and society.keywords : movie, representation, education, islamic boarding schoolBAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPendidikan bagi umat manusia merupakan sistem dan cara meningkatkankualitas hidup dalam segala bidang. Dalam sejarah hidup umat manusiadimuka bumi ini hampir tidak ada kelompok manusia yang tidakmenggunakan pendidikan sebagai pembudayaan dan peningkatan kualitasnya,sekalipun dalam kelompok masyarakat primitif.Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yangbersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannyasebagai pedoman hidup keseharian, dengan menekankan pentingnya moraldalam kehidupan bermasyarakat. Pesantren telah hidup sejak ratusan tahunyang lalu, serta telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim.Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikutmencerdaskan kehidupan bangsa (Mastuhu, 1994: 3).Film Negeri 5 Menara mengangkat tema seputar pendidikan di lingkunganpesantren. Cerita film Negeri 5 Menara diangkat dari novel berjudul samakarya Ahmad Fuadi. Novel yang pertama kali dirilis pada tahun 2009 inimasuk dalam jajaran best seller. Novel ini telah menjadi Buku Fiksi Terbaik,Perpustakaan Nasional Indonesia 2011. Serta menobatkan Ahmad Fuadisebagai Penulis dan Fiksi Terfavorit, Anugerah Pembaca Indonesia 2010.1.2. Rumusan MasalahFilm “Negeri 5 Menara” merupakan film yang mencoba menggambarkanpendidikan pesantren. Film Negeri 5 Menara merupakan representasi duniapendidikan pesantren. Pada kenyataannya saat ini, pesantren selalu menjadisorotan dan mendapat citra yang buruk, karena selau dikaitkan dengan kasuskasusterorisme, kekerasan, bahkan pelecehan seksual, pola pendidikan yangsering di pandang sebelah mata. Namun, film ini menyuguhkan sesuatu yangberbeda. Dalam film ini pesantren tidak hanya dijadikan sebagai tempatbuangan anak-anak nakal atau korban kekerasan dalam rumah tangga atauanak-anak yang nilainya tidak cukup untuk masuk ke lembaga pendidikannegeri atau tidak memiliki cukup dana untuk masuk ke lembaga pendidikanswasta. Film ini menggambarkan bahwa pesantren menjadi tempat untukmendidik bibit-bibit unggul calon-calon da’i dan menjadi tempat untukmendalami pendidikan agama.1.3. Tujuan PenelitianMendeskripsikan bagaimana dunia pendidikan pesantrendirepresentasikan dalam film Negeri 5 Menara.1.4. Signifikansi Penelitian1.4.1. Signifikansi TeoritisSecara teoritis penelitian ini diharapkan mampumemberikan sumbangan ilmiah di bidang kajian ilmu komunikasimengenai teori representasi Stuart Hall dan analisis semiotikamenggunakan teknik analisis data “The Codes of Television” dariJohn Fiske yang dikembangkan untuk mengkaji film sebagaikomunikasi massa. Sehingga dapat mendeskripsikan bagaimanapendidikan pesantren direpresentasikan dalam film.1.4.2. Signifikansi PraktisPenelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagipara pembuat film dengan tema pendidikan, khususnya pendidikanpesantren. Agar memberikan jalan cerita yang lebih variatif tentangdunia pendidikan.1.4.3. Signifikansi SosialPenelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalammencermati tayangan dan memahami makna pesan yang disajikanoleh media massa terutama film yang mengangkat tentangpendidikan khususnya pendidikan pesantren.1.5. Kerangka PemikiranFilm dimasukan dalam kelompok komunikasi massa yang mengandung aspekhiburan, juga memuat aspek edukatif. Namun aspek kontrol sosialnya tidak sekuatpada surat kabar, majalah, serta televisi yang memang menyiarkan beritaberdasarkan fakta yang terjadi (Rivers, Jensen dan Peterson, 2004: 252).Representasi menurut Stuart Hall (1997: 15) menghubungkan makna danbahasa kepada budaya. Representasi berarti menggunakan bahasa untukmengungkapkan makna atau untuk menghadirkan kembali (represent) maknakepada khalayak. Representasi merupakan bagian penting dari proses di manamakna diproduksi dan dipertukarkan antara beberapa budaya. Representasimelibatkan penggunaan bahasa, tanda dan simbol untuk mewakili ataumerepresentasikan sesuatu.Representasi berarti menggunakan bahasa untuk memaknai sesuatu, atauuntuk merepresentasikan dunia dengan penuh makna kepada orang lain.Representasi adalah sebuah bagian utama dalam sebuah proses tentang bagaimanamakna diproduksi di antara anggota masyarakat dari sebuah kebudayaan.Film dipandang sebagai representasi, maka film merupakan cermin darinilai budaya yang ada dalam masyarakat. Maka film tidak pernah lepas dariberbagai aspek kepentingan, baik kepentingan ideologi, ekonomi atau politik.Film pada akhirnya merupakan salah satu aspek yang memberi peran besarterhadap perubahan dalam masyarakat. Film sebagai media komunikasipenyampaian makna akhirnya merupakan media sebagai penyampai ideologi, filmsebagai pembawa dan penyebar ideologi ini yang membawa peran sebagai agenperubahan sosial.Ideologi pendidikan merupakan cara pandang yang dijadikan oleh parapemikir pendidikan untuk melihat implementasi pendidikan yang dilaksanakan.Ideologi-ideologi pendidikan terdiri dari enam sisitem dasar etika sosial, yangtergabung dalam ideologi konservatif dan ideologi liberal.1.6. Metode penelitianPenelitian tentang Representasi Pendidikan Pesantren pada film Negeri 5Menara ini menggunakan teknik analisis data berdasarkan kode televisi dariFiske (1987: 4-6). Tiga level kode tersebut adalah:1) Level Realitas, yang telah terkode secara sosial, meliputi tampilanvisual semacam penampilan, pakaian, make up, lingkungan, perilaku,ekspresi, suara, dll.2) Level Representasi, terkode secara elektronik yang bersifat teknis,meliputi: kamera, pencahayaan, musik, suara, narasi, konflik,karakter, dialog, dll.3) Kode-kode sosial yang mendasari realita dengan jelas dan relatifdinyatakan dalam warna kulit, pakaian, rambut, ekspresi wajah, dansebagainya.BAB IIPEMBAHASANBab ini akan menjelaskan uraian dari konsep kode-kode televisi yangdiungkapkan John Fiske dalam Television Culture, dalam mengkaji media audiovisual terutama film. Kode-kode televisi digunakan untuk menguraikan tandatandamenjadi makna. Kode-kode tersebut terdiri dari tiga level yaitu levelrealitas, level representasi, dan level ideologi. Level realitas meliputi kode-kodedengan aspek sosial seperti penampilan, kostum, riasan, gaya bicara, perilaku,lingkungan, setting, ekspresi, gestur, dan lain-lain. Pada level representasi terdapataspek teknis seperti kamera, pencahayaan, musik, narasi, konflik, dialog, dankarakter. Sedangkan level ideologi menguraikan kode-kode tersirat dalam film,seperti indivisualisme, ras, kelas, kapitalisme, dan sebagainya.Level realitas dan representasi merupakan hasil dari analisis sintagmatik,yaitu uraian yang berisi tanda-tanda dalam potongan-potongan shot dan adegan.Sedangkan level ideologi menganalisis secara paradigmatik hasil yang didapatdari level realitas dan level representasi. Namun level ideologi akan diuraikanpada bab berikutnya. Pada bab ini ditampilkan level realitas dan level representasisecara sintagmatik, melalui aspek-aspek sosial dan teknis yang terdapat dalampesantren di film Negeri 5 Menara.Aspek-aspek sosial pada level realitas tersebut dikodekan secara elektronikdalam aspek-aspek teknis level representasi. Dalam televison codes Fiske (2001:5), bagian ini meliputi aspek kamera (camera), pencahayaan (lighting),pengeditan (editing), serta musik dan suara (music and sound). Kemudianmembentuk kode representasi seperti yang terdapat dalam aspek narasi, konflik,dialog, karakter, dan pemeran.Level ideologis adalah level terakhir dari kode-kode televisi John Fiske.Bahwa realitas dan representasi yang direkam dalam gambar bergerak dalam filmmerupakan produk ideologi tertentu. Kode-kode ideologis ini sepertiindividualisme, patriarki, kelas, ras, materialisme, kapitalisme, dan lain-lain.Sementara Fiske mengatakan ideologi adalah sebuah jalan untuk melakukanpemaknaan, membuat sesuatu masuk akal, dan makna yang dibuat selalu memilikidimensi sosial dan politik. Ideologi di dalam cara pandam ini adalah sebuahpraktik atau tindakan sosial.BAB IIIPENUTUPKesimpulan1). Manajemen pendidikan dan pembelajaran di Pesantren telah mengalamiperubahan modernisasi, dari semula sebagai lembaga pendidikan tradisional,kini pesantren sudah berkembang menjadi lembaga pendidikan modern.Pesantren kini dibagi menjadi dua, yaitu pesantren tradisional dan pesantrenmodern. Pesantren tradisional adalah pesantren yang masih menitikberatkanpembelajaran berdasarkan rujukan kitab klasik atau yang dikenal dengankitab kuning, sedangkan pesantren modern adalah pesantren yang polapembelajarannya sudah menggabungkan antara pendidikan agama danpendidikan umum.Dalam film Negeri 5 Menara pesantren direpresentasikan sudah lebihmaju atau modern, sebagai suatu lembaga pendidikan yang tidak hanyamengajarkan pendidikan agama saja (fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist danlain-lain), namun juga pendidikan umum lainnya (bahasa asing, pengetahuansosial, serta kemasyarakatan). Untuk mewadahi minat dan bakat para santri,pesantren juga memfasilitasi mereka dengan beragam ekstrakurikuler, seperti;seni baca al-Qur’an (qira’ah), seni kaligrafi, seni bela diri, seni musik,jurnalistik, olahraga dan lain sebagainya.2). Film Negeri 5 Menara adalah sebuah film tentang kerja keras, semangat,keikhlasan, dan kesungguhan. “Man Jadda Wajada”. Siapa yangbersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Bukan yang paling tajam, tapi yangpaling bersungguh-sungguh. Mantra tersebut berhasil membuat para SahibulMenara dapat mencapai cita-cita mereka untuk bisa mengunjungi negaranegarayang memiliki menara. Mereka berhasil membuktikan bahwa denganbackground pendidikan pesantren mereka dapat bersaing dengan lulusansekolah umum.DAFTAR PUSTAKABUKUAmir, Matri. 1983. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta:Logos.Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi MenujuMillenium Baru. Jakarta: Logos.Beebe SA., and Masterson JT. 1994. Communicating in small groups: principlesand practices. Fourth Edition. New York: Harper Collins CollegePublisher.Bride, Sean Mac. 1983. Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dn Masa Depan,Aneka Suara Satu Dunia. Jakarta: PT Balai Pustaka.Burton, Graeme. 2008. Pengantar untuk Memahami: Media dan Budaya Populer.Penerjemah Alfathri Aldin. Yogyakarta: Jalasutra.Chandler, Daniel. 2002. Semiotics: The Basics. New York. RoutledgeCroteau, David dan William Hoynes. 2000. Media/Society : Industries, Images,and Audiences. London: Pine Forge Press.Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta:Jalasutra.Denzin, Norman K & Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook Of QualitativeResearch. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan HidupKyai. Jakarta: INIS.Effendy, Heru. 2006. Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser.Yogyakarta: Panduan.Eriyanto. 2011. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian IlmuKomunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Grup.Fiske, John. 1987. Television Culture. New York. Routladge.Friedman, Howard S., and Miriam W. Schustack. 2008. Kepribadian: Teori Klasikdan Riset Modern. Terjemahan Ikarinim Fansiska Dian, dkk. 2006.Personality: Classic Theories and Modern Research. Jakarta: Erlangga.Guba, Egon G and Lincoln, Yvonna S. 2005. The SAGE Handbook of QualitativeResearch; Paradigmatic Controversies, Contradictions, and EmergingConfluences. Sage PublicationHall, Stuart. 1997. Representations: Cultural Signifying and Practices. London:Sage Publication.Irawanto, Budi. 1999. Film, Ideologi, dan Militer. Yogyakarta: Media Pressindo.Littlejohn, Stephen W and Foss, Karen A. 2009. Teori Komunikasi (edisi 9)Theories Of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika.Madjid, Nurcholish. 1997. Bilik-Bilik Pesantren. Jakarta: Paramadina.Mangunhardjana, A Margija. 1976. Mengenal Film. Yogyakarta: YayasanKanisius.Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INISMuhaimin dan Mujib, Abdul. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofisdan Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya.Naratama. 2004. Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta: Grasindo.O’neil, William F. 2001. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: PustakaPelajar.Panen, Paulina, dkk. 2005. Belajar dan Pembelajaran 1. Jakarta:UniversitasTerbuka.Pranajaya, Adi. 1993. Film dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman.Rahman, Chaidir. 1983. Festival Film Indonesia. Medan: Badan Pelaksana FFI.Roqib, Moh. 2007. Harmoni dalam Budaya Jawa: Dimensi Edukasi dan KeadilanGender. Yogakarta: Pustaka Pelajar.Rivers, W.L, J.W Jensen, dan T. Peterson. 2004. Media Massa dan MasyarakatModern. Jakarta: Kencana .Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. TerjemahanSobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.__________. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya.Stolley. S, Kathey. 2005. The Basic of Sociology. Green Wood Press. LondonSukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:RosdakaryaSumarno, Marselli. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT GramediaWidiasarana Indonesia.Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Prenada Media Grup.Wahyoetomo. 1997. Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif MasaDepan. Jakarta: Gema Insani Press.Widagdo, M Bayu dan Gora, Winastwan. 2006. Bikin Film Indie Itu Mudah.Yogyakarta: Penerbit Andi.Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Gasindo.Yusuf, Muri. 1982. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia.Sumber InternetAdi, Danuk Nugroho. 2007. “Kekerasan di Pesantren, Tiga Santri DianiyayaSenior” (http://www.indosiar.com/fokus/kekerasan-di-pesantren-tigasantri-dianiayasenior_63929.html; diakses 12/12/12 23:00:17).Arrahman. 2012. “FUI: Penggerebekan Pesantren Dalul Akhfiya' tidakmenghormati Ulama dan Syuhada”(http://m.arrahmah.com/read/2012/11/14/24715-fui-penggerebekanpesantren-darul-akhfiya-tidak-menghormati-ulama-dan-syuhada.html;diakses 11/12/12 22:00:19).Film Indonesia. (http://filmindonesia.or.id/search/all/pendidikan; diakses23/5/2013 23:16:08).Gatra, Sandro. 2010. “Ba’aysir kembali Ditahan di Bareskrim”(http://nasional.kompas.com/read/2010/12/23/11362638/Baaysir.Kembali.Ditahan.di.Bareskrim?; diakses 11/12/12 20:09:56).Harian Analisa. 2012. “Mengembalikan Citra Positif Pesantren”(http://www.p3m.or.id/2013/02/mengembalikan-citra-positifpesantren.html 21/12/2013 pukul 12.48)Ofy. 2008. “Pak Guru Perkosa Murid di Kompleks Sekolah”(http://nasional.kompas.com/read/2008/08/16/14361132/pak.guru.perkosa.murid.di.kompleks.sekolah; diakses 12/12/1 21:49:54).Ruslan, Heri. 2013. “Pesantren, Sistem Pendidikan Asli Indonesia” .(http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/10/17/mut6fypesantren-sistem-pendidikan-asli-indonesia 21/12/2013 pukul 12.49)Salmah, Alfidah. 2008. “Kontroversi Pernikahan Syekh Pujiono”(http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Kontroversi+Pernikahan+Syekh+Pujiono&dn=20081110093019; diakses 11/12/201221:22:16).Sudibyo, Anton. 2011. “Guru Ponpes Cabuli 10 Santri Bertahun-tahun”(http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/12/17/104488/Guru-Ponpes-Cabuli-10-Santri-Bertahun-Tahun; diakses 12/12/1222:55:54).
Last update:
Interaksi Online, is published by Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024)7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.