BibTex Citation Data :
@article{IO3480, author = {Asri Nugraheningtyas and Sunarto Sunarto and Tandiyo Pradekso}, title = {HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON REMAJA DI TELEVISI DAN INTERAKSI PEER GROUP DENGAN PERILAKU HEDONIS PADA REMAJA}, journal = {Interaksi Online}, volume = {1}, number = {4}, year = {2013}, keywords = {}, abstract = { Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang 1 HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON REMAJA DI TELEVISI DAN INTERAKSI PEER GROUP DENGAN PERILAKU HEDONIS PADA REMAJA Asri (2013) Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro ABSTRAKSI Ditinjau dari sisi psikologis, perilaku hedonis sangat membahayakan remaja, remaja akan mengambil simplifikasi kehidupannya menjadi parameter perkembangan kehidupannya di masa mendatang, sehingga nafsu kemewahan dan kemegahan membudaya dalam dirinya, akibatnya apabila semua bentuk kemewahan dan kemegahan tersebut tidak dapat dipenuhi akan membuat remaja frustrasi dan kecewa yang berkepanjangan. Dari beberapa faktor yang dianggap menyebabkan perilaku hedonis remaja, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara intensitas menonton sinetron remaja di televisi yang sarat dengan sajian kemewahan dan kemegahan serta tingginya interaksi remaja bersama peer group dengan perilaku hedonis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma positistik dengan tradisi sosiopsikologis, sehingga tipe penelitiannya kuantitatif. Teori yang digunakan ialah hirarki of effect dan teori belajar sosial Bandura, diharapkan mampu menjawab tujuan penelitian. Obyek penelitian adalah siswa SMA Negeri 1 Kota Semarang, yang kesehariannya sarat dengan indikasi perilaku hedonis, yang kepadanya diberikan kuesioner. Sampel diambil menggunakan proportional random sampling yaitu 77 siswa, dengan rumus statistik korelasi rank Kendall. Hasil penelitian adalah: 1) Terdapat hubungan antara intensitas intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi dengan perilaku hedonis pada remaja. Semakin tinggi intensitas menonton sinetron remaja di televisi, maka semakin rendah perilaku hedonis dari remaja tersebut; 2) Terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan peer group dengan perilaku hedonis pada remaja. Semakin tinggi interaksi sosial peer group, maka akan semakin rendah perilaku hedonis pada remaja tersebut. LATAR BELAKANG Kecenderungan masyarakat untuk hidup mewah, berfoya -foya, bersuka ria, dan bergaya hidup secara berlebih-lebihan, begitu terlihat di lingkungan masyarakat kita sehari-hari. Kecenderungan tersebut sering diistilahkan sebagai budaya hedonisme, yang mempunyai arti suatu budaya yang mengutamakan aspek keseronokan diri, misalnya, freesex, minum-minuman keras, berjudi, berhura-hura, berhibur di club-club malam, dan sebagainya. Berbagai bentuk perwujudan dari budaya hedonisme tersebut begitu mempesonakan dan menggiurkan bagi banyak orang, dan dapat dikatakan menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat yang merasa dirinya sebagai masyarakat modern (Ayuningtias, 2013:2). Perilaku hedonistik pada remaja tersebut seperti; membawa mobil saat ke sekolah, menggunakan handphone bermerk dan mahal (Black Berry) dan secara proporsional kurang layak buat remaja, dandanan yang terkesan kurang sopan dan seronok ala artis, main ke mallmall, dinner di McDonald, dan perilaku hura-hura tanpa makna lainnya yang sudah seperti membudaya pada remaja akhir-akhir ini. Menurut Titi Said, sinteron yang diklaim sebagai sinteron remaja tersebut, banyak menyajikan perilaku remaja yang mengajari anak-anak dan remaja untuk berpenampilan seksi, berorientasi hedonistic dan berpola hidup senang, serba mudah dan serba mewah. Adegan sinetron pun seringkali ditiru dalam perilaku mereka sehari-hari, atau jika tidak ditiru, minimal akan mengkontaminasi pikiran polos anak-anak, karena sebenarnya orientasi yang relevan bagi remaja adalah nilai-nilai budaya kerja keras dan menghargai karya. Apalagi, sekitar 60 juta anak Indonesia menonton acara seperti itu di televisi selama berjam-jam hampir sepanjang hari. Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang 2 Sebagian besar masyarakat sudah tahu bahwa sinetron hanya fiksi belaka, tetapi yang tidak disadari adalah efek imitasi/peniruan yang bisa ditimbulkannya. Memang karakter setiap remaja berbeda, tapi pada kenyataannya reaksi yang ditimbulkan media cenderung seragam. Misalnya sinetron yang mempertontonkan siswa SMA yang pergi ke sekolah dengan mobil mewah, banyak ditiru para pelajar saat ini dengan membawa mobil ke sekolah. Begitu juga dengan cara berpakaian para pelajar perempuan dalam sinetron, mulai ditiru para remaja saat ini. Fenomena lain yang meniru sinetron adalah westernisasi (aksi kebarat-baratan) seperti bahasa, kuliner dan pakaian yang saat ini jadi trend di kalangan remaja. Hal ini bisa disaksikan di mall-mall, bagaimana anak-anak remaja berdandan bagaikan artis sinetron. Bahkan sebagai akibat kegemaran remaja mengunjungi mall-mall di pusat perbelanjaan harus sampai membolos sekolah, sehingga tidak jarang remaja yang masih siswa SMA/SMK terjaring razia disiplin yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Fenomena semacam ini dirasakan sangat getir bagi semua pihak, khususnya; orangtua, pendidik, ulama, tokoh agama dan masyarakat dan pihak pemerintah sendiri. Ketatnya pergaulan remaja dalam ikatan teman sebaya yang cenderung represif, semakin mengindikasikan bahwa tayangan sinetron hedonis tersebut memang merupakan parameter pergaulan remaja pada umumnya, sehingga bilamana ada salah seorang remaja yang tidak mampu mengadopsi nilai-nilai hedonis tersebut, sudah barang tentu akan diisolasi oleh kelompok teman sebayanya (peer group). Menonton sinteron remaja yang hedonis, bagi siswa diibaratkan sebagai tolok ukur tentang perkembangan sikap dan perilaku metropolis yang layak untuk diadopsi sebagai salah satu bagian dari dirinya, sehingga agar tidak ketinggalan jaman, maka perlu dan wajib untuk ditonton, dan akibatnya terpaan menonton tayangan sinetron semacam itu menjadi tinggi dan sudah dianggap sebagai sebuah kebutuhan. Tolok ukur yang diperolehnya dari hasil melihat tayangan sinetron kemudian dijadikan bahan masukan dan diskusi di lingkungan teman sebaya, sebagai sebuah wacana yang layak atau tidak untuk ditiru. Dengan dominasi pergaulan teman sebaya yang cenderung homogen yang disertai dengan intensitas menonton tayangan sinetron yang tinggi, diduga akan mewarnai perilaku hedonis remaja. Perilaku hedonisme dan konsumtif telah melekat pada kehidupan kita. Pola hidup seperti ini sering dijumpai di kalangan remaja dan mahasiswa, di mana orientasinya diarahkan kenikmatan, kesenangan, serta kepuasan dalam mengkonsumsi barang secara berlebihan. Manusiawi memang ketika manusia hidup untuk mencari kesenangan dan kepuasan, karena itu merupakan sifat dasar manusia. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapainya. Salah satunya dengan mencari popularitas dan membelanjakan barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok. Pada kenyataannya pola kehidupan yang disajikan adalah hidup yang menyenangkan secara individual. Inilah yang senantiasa didorong oleh hedonisme dan konsumenisme, sebuah konsep yang memandang bahwa tingkah laku manusia adalah mencari kesenangan dalam hidup dan mencapai kepuasan dalam membelanjakan kebutuhan yang berlebihan sesuai arus gaya hidup. Penelitian ini akan mengkaji hubungan intensitas menonton tayangan sinteron remaja dan interaksi dengan peer group dengan perilaku hedonis pada remaja. PERUMUSAN MASALAH Dari beberapa faktor yang dianggap menyebabkan perilaku hedonis remaja, maka faktor tingginya intensitas menonton sinetron remaja yang sarat dengan sajian kemewahan dan kemegahan serta tingginya interaksi remaja bersama peer group yang berkecenderungan untuk melakukan soliditas dan homogenitas perilaku sebagai perwujudan solidaritas sosial, dianggap sebagai prediktor. Dengan demikian permasalahan yang diajukan adalah “Apakah intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi dan interaksi dengan peer group berhubungan dengan perilaku hedonis pada remaja?”. Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang 3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas menonton tayangan sinteron remaja di televisi dan interaksi dengan peer group dengan perilaku hedonis pada remaja. KERANGKA TEORI Paradigma Penelitian Paradigma penelitian yang dipakai adalah positivistik dengan ttradisi sosiopsikologis. State of The Art (Penelitian Terdahulu) No Nama Judul Variabel Hasil 1 Yuyun (2002) Pengaruh Intensitas Komunikasi Keluarga dan Konformitas peer group terhadap Persepsi Remaja mengenai Informasi Erotika Variabel bebas: 1. Intensitas Komunikasi keluarga 2. konformitas peer group Variabel terikat: 1. Persepsi remaja mengenai informasi erotika 1. Intensitas komunikasi keluarga berpengaruh positif terhadap persepsi remaja mengenai informasi erotika 2. Konformitas peer group berpengaruh positif terhadap persepsi remaja mengenai informasi erotika 3. Intensitas komunikasi keluarga dan konformitas peer group berpengaruh terhadap persepsi remaja mengenai informasi erotika 2 Yudha (2009) Hubungan Intensitas Menonton Tayangan Pornografi di Internet dan Interaksi dengan Peer Group terhadap Perilaku Imitasi Remaja dalam Pacaran Variabel bebas: 1. Intensitas Menonton Tayangan Pornografi di Internet (X1) 2. Interaksi dengan Peer Group (X2) Variabel terikat: Perilaku Imitasi Remaja dalam Pacaran (Y) 1. Terdapat hubungan antara Intensitas Menonton Tayangan Pornografi di Internet dengan Perilaku Imitasi Remaja dalam Pacaran 2. Terdapat hubungan antara Interaksi dengan peer group dengan Perilaku Imitasi Remaja dalam Pacaran 3 Anggarizaldy, (2007) Hubungan Intensitas Mendengarkan Program Acara Skuldesak di Radio TRAX FM dan Penggunaan Bahasa Gaul Oleh Penyiar Skuldesak Radio TRAX FM dengan Perilaku Imitasi Bahasa Gaul Pada Remaja Variabel bebas: 1. Intensitas Mendengarkan Program Skuldesak (X1) 2. Penggunaan Bahasa Gaul oleh Penyiar Skuldesak (X2) Variabel terikat: Perilaku Imitasi Bahasa Gaul pada Remaja (Y) 1. Terdapat hubungan positif antara intensitas mendengarkan Program Skuldesak dengan Perilaku Imitasi Bahasa Gaul pada Remaja 2. Terdapat hubungan positif antara penggunaan bahasa gaul oleh penyiar Skuldesak dengan Perilaku Imitasi Bahasa Gaul pada Remaja Hubungan antara Intensitas Menonton Sinetron Remaja dengan Perilaku Hedonis pada Remaja Intensitas menonton media televisi tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa, tetapi apakah seseorang itu benar-benar terbuka terhadap pesan-pesan media tersebut. Intensitas menonton media televisi merupakan kegiatan mendengarkan, melihat, dan membaca pesan media massa atapun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut, yang dapat terjadi pada tingkat individu ataupun kelompok (Shore, 2005:26). Menurut pendapat Rosengren, penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang 4 antara individu konsumen dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan. Intensitas adalah banyaknya informasi yang diperoleh melalui media, yang meliputi frekuensi, atensi dan durasi penggunaan pada setiap jenis media yang digunakan (Rakhmat, 2004:66). Dengan demikian intensitas menonton sinetron remaja adalah banyaknya informasi yang diperoleh dari aktivitas menonton sinetron remaja di televisi, yang meliputi; frekuensi, atensi dan durasi penggunaan. Rogers (1996:192) mengatakan bahwa dampak sosial dari teknologi komunikasi baru adalah sesuatu yang diharapkan, tidak langsung dan memenuhi, sering bersamaan dengan terjadinya dampak yang tidak diharapkan tidak langsung dan tidak memenuhi keinginan). Televisi memiliki efek secara hirarkis terhadap pemirsanya yaitu: 1. Kognitif. Kemampuan pemirsa menyerap atau memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa. Remaja akan menyerap dan memahami informasi serta pesan-pesan yang mengandung nilai-nilai hedonis dari televisi, misalnya tentang bagaimana orang-orang berperilaku mewah, serba mudah dan serba instan, yang mana hal-hal tersebut akan menjadi semacam pengetahuan bagi siswa remaja. 2. Afektif. Pemirsa dihadapkan pada trend aktual yang ditayangkan televisi. Dalam hal ini remaja akan meniru simbol, properties, gaya rambut, cara bergaul dan sebagainya, dari bintang idola mereka di televisi. 3. Overt behavior (perilaku). Proses tertanamnya nilai-nilai budaya hedonis dalam hal ini yang berkaitan dengan nilai-nilai hedonistik dalam kehidupan sehari-hari (Rakhmat, 2004:57). Hubungan antara Interaksi Sosial Peer Group dengan Perilaku Hedonis pada Remaja Proses terjadinya imitasi dalam interaksi sosial, sebagaimana dikatakan oleh Bandura dalam Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial) bahwa orang belajar dari yang lain, melalui observasi, peniruan, dan pemodelan. Teori belajar sosial ini banyak berbicara mengenai perhatian, identifikasi, dan imitasi. Teori belajar sosial menjelaskan perilaku manusia dalam hal interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh lingkungan (Rakhmat, 2004:74) Teori belajar sosial dari Bandura juga menyatakan bahwa individu akan meniru perilaku orang lain jika situasinya sama dengan ketika peristiwa yang ditirunya diperkuat di masa lalu. Sebagai contoh, ketika seorang anak muda meniru perilaku orangtuanya atau saudara tuanya, imitasi ini sering diperkuat dengan senyuman, pujian, atau bentuk-bentuk persetujuan lain. Demikian juga, ketika anak-anak menirukan perilaku teman-temannya, bintang olah raga, atau selebritis, peniruan ini akan diperkuat dengan persetujuan teman sebayanya. Dalam penelitian ini model yang dimaksudkan dalam teori belajar sosial adalah di mana siswa akan belajar mengenai nilai-nilai sosial yang berkembang dari lingkungan teman sebayanya, di mana jika lingkungan teman sebayanya menganut nilai hedonis, maka individu lain yang terlibat dalam interaksi dalam peer group mencoba untuk melakukan perhatian, identifikasi dan imitasi, sehingga bilamana nilai hedonis tersebut sesuai dengan keinginannya, besar kemungkinan siswa akan belajar tentang nilai-nilai dan perilaku hedonis. Namun jika interaksi dengan lingkungan teman sebayanya menganut nilai-nilai religius, maka besar kemungkinan individu akan memiliki nilai dan perilaku yang religius pula. Dalam hal ini, individu, khususnya siswa remaja yang masih berada dalam tahap transisi akan senantiasa mencari jati dirinya sehingga menemukan apa yang dicarinya dari lingkungan sosial di mana siswa atau remaja tersebut menaruh respek. Dalam tinjauan literatur, lingkungan sosial primer yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku remaja antara lain; orangtua, lingkungan sekolah dan lingkungan teman sebaya (peer group). Semakin tinggi individu berinteraksi dengan peer group, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesesuaian perilakunya dengan nilai-nilai peer group. Dari teori belajar sosial Bandura di atas maka dapat dikatakan bahwa lingkungan sosial yang primer dari individu akan mengajarkan pada para remaja untuk bersikap dan berperilaku sebagaimana yang diyakini dan dipercayai oleh lingkungan sosial tersebut, di mana lingkungan Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang 5 sosial tersebut berasal dari teman sebaya dan media televisi. Dalam perspektif teori belajar sosial, remaja yang berada dalam transisi mengalami suatu fase yang dinamakan pencarian jati diri, sehingga lingkungan sosial di mana remaja bergaul akan banyak mewarnai nilai dan sikap hidupnya, selain pengaruh dari orangtua dan sekolah. Perubahan ini apabila tidak mendapatkan suatu respon yang bijak dari segenap pengajar, orangtua dan lingkungan sosial di mana siswa bertempat tinggal dikhawatirkan akan mampu mempengaruhi mental siswa kepada norma dan nilai sosial yang menyimpang. Penyimpangan tersebut akan semakin kentara bilamana remaja bergaul dalam lingkungan peer group yang menganut nilai dan paham hedonis, di mana secara perlahan-lahan proses jati diri yang belum ditemukannya akan dicoba diaplikasikannya ke dalam peniruan sikap dan perilaku yang dianut oleh kelompok peer groupnya. Nilai-nilai hedonis, seperti; cara berpakaian, assesories, properties, sarana dan prasarana, gaya hidup dan hobby yang dibawa oleh kelompok peer groupnya, secara perlahan akan diadopsi sebagai salah satu bagian dari nilainya, dan di sini barangkali remaja berani mengatakan inilah proses pencarian jati dirinya, yaitu sebagaimana yang dilakukan sikap dan perilaku anggota peer group lainnya. Gambar 1 Kerangka Pemikiran Teoritis HIPOTESIS 1. Terdapat hubungan antara intensitas intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi dengan perilaku hedonis pada remaja 2. Terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan peer group dengan perilaku hedonis pada remaja. DEFINISI OPERASIONAL 1. Intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi (X1), indikator: a. Frekuensi menonton tayangan sinetron remaja di televisi b. Atensi, tingkat perhatian individu dalam menonton sinetron remaja di televisi c. Durasi, lama waktu yang dihabiskan individu untuk menonton sinetron remaja di televisi. 2. Interaksi dengan peer group (X2), akan diukur dengan indikator: a. Frekuensi, seberapa sering individu berinteraksi dengan peer group. b. Durasi, yaitu lamanya waktu yang dihabiskan individu setiap kali berinteraksi dengan peer group c. Keteraturan, yaitu kontinuitas individu dalam berinteraksi dengan peer group-nya. d. Keterbukaan, yaitu kesediaan untuk membuka diri tentang informasi yang tersembunyi mengenai diri sendiri terhadap anggota lain dalam peer group e. Empathy, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi anggota lain di dalam peer group. f. Dukungan, yaitu sikap mendung yang terdiri dari sikap deskriptif, bersikap spontan dan bersikap provisional dengan berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dengan anggota lain dalam peer group 3. Perilaku hedonis pada remaja (Y), dengan indikator: a. Sikap (afektif), diukur dengan: 1) Kecenderungan terhadap kemewahan 2) Kecenderungan untuk berfoya-foya 3) Kecenderungan terhadap kemudahan b. Perilaku (overt behavior), diukur dengan: Intensitas Menonton Tayangan Sinetron (X1) Perilaku Hedonis pada Remaja (Y) Interaksi dengan Peer Group (X2) Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang 6 1) Tingkat menghindari kesukaran 2) Tingkat pemuasan hasrat 3) Tingkat pemenuhan keinginan 4) Tingkat pemuasan hawa nafsu METODE PENELITIAN Tipe Penelitian Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian eksplanatori (pengujian hipotesis). Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X dan XI SMA Negeri 1 Semarang, sebanyak 334 siswa 2. Sample size Dengan rumus Yamane diketahui sample size sebesar 77 responden. Alat dan Teknik Pengumpulan Data Sebagai alat atau instrumen pengumpulan data dalam penelitian ialah kuesioner yang dibagikan kepada responden untuk diisi jawabannya dengan bantuan teknik wawancara. Teknik Analisis Data Teknik analisis data akan berupa: 1. Analisis deskriptif Dalam analisis kualitatif atau deskriptif adalah penyajian deskripsi temuan penelitian secara naratif dengan bantuan tabel frekuensi (tabel univariat) dan tabel silang (tabel multivariat). 2. Analisis inferensial Analisis kuantitatif atau inferensial akan digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi rank Kendall. HASIL PENELITIAN 1. Temuan Deskriptif (kualitatif) a. Sebagian besar responden tergolong memiliki intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi menengah ke bawah. Fenomena seperti ini memberikan arahan bahwa secara umum tayangan sinetron remaja di televisi kurang diminati oleh kalangan remaja. Hal ini dikarenakan sinetron dimaksud memiliki jam tayang yang bersamaan dengan aktivitas responden yang lain, seperti; saat bersantai bersama keluarga, bersama teman, jalan-jalan ke tempat hiburan, mall, juga belajar dan lain sebagainya. b. Tingkat interaksi sosial dalam peer group pada responden tergolong menengah ke atas. Tingginya tingkat interaksi sosial tersebut disebabkan adanya perasaan kebersamaan, baik dalam perkembangan psikologis, sosial, edukatif maupun ekonomi, sehingga menjadi daya perekat sosial di antara mereka. Fenomena ini memberikan arahan bahwa walaupun secara fisik, intensitas pertemuan dan komunikasi berlangsung tinggi, namun dalam aspek afektif dan behavior, bentuk ikatan sosial antara anggota kelompok dalam peer group tergolong masih kurang, yang dikarenakan adanya keterbatasan sosiopsikologis pada masing-masing anggota akibat adanya kepentingan dan kebutuhan yang bersifat individual dan sosial, seperti masih adanya kebutuhan untuk berinteraksi dengan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial di luar lingkungan peer group. c. Temuan memperlihatkan sebagian besar responden tergolong memiliki perilaku hedonis tingkat menengah ke atas. Adanya kecenderungan semacam ini dikarenakan pada responden ditemukan tentang tingginya sikap menghindari kesulitan, tingginya kecenderungan untuk mencari kemudahan, adanya kecenderungan pada individu untuk Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang 7 menggunakan bantuan orang lain apabila mengalami kesulitan. Pilihan-pilihan sikap responden tersebut merupakan karakteristik perilaku hedonis, di mana perilaku individu yang memiliki kecenderungan untuk bermegah-megah, kehidupan mewah dengan mengesampingkan kerja keras, tekun dan giat dalam meraihnya. 2. Temuan Inferensial (Kuantitatif) a. Berdasarkan uji hipotesis penelitian di atas, menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil penelitian yang diperoleh pada koefisien korelasi Kendall antara intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi (X1) dengan perilaku hedonis remaja (Y) sebesar -0,1331 dan setelah ditransformasikan ke dalam rumus Z menghasilkan nilai Z sebesar -1,713. Hasil konsultasi memperlihatkan bahwa nilai Z-hitung -1,713 > nilai Z-tabel5% -1,64, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima pada taraf kepercayaan 95 persen. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan antara intensitas menonton tayangan sinetron remaja televisi dengan perilaku hedonis remaja dapat diterima. Hal ini dapat dikatakan bahwa ketika individu mempunyai intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi tinggi, maka berpotensi menurunkan perilaku hedonis remaja yang bersangkutan. Begitu juga sebaliknya, ketika intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi rendah, maka akan berpotensi menaikkan perilaku hedonis remaja yang bersangkutan. b. Dari perhitungan manual ditemukan koefisien sebesar -0,2608 yang menghasilkan nilai Z sebesar -3,356. Sedangkan nilai Z-tabel (lihat lampiran-7) pada taraf signifikansi 5% (Zt5%) sebesar |-1,64|, sehingga hasil konfirmasi antara kedua nilai Z tersebut memperlihatkan nilai Z-hitung |-3,356| > Zt5% |-1,64|, sehingga hipotesis penelitian (Ha) diterima pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian antara interaksi peer group dengan perilaku hedonis remaja terdapat hubungan yang sangat signinikan. Variabel intensitas sosial peer group secara statistik berhubungan negatif dengan perilaku hedonis siswa SMA di Semarang. Semakin tinggi interaksi sosial peer group, semakin rendah perilaku hedonis pada siswa. Hasil perhitungan statistik ini bersesuaian dengan temuan berdasarkan analisis tabel silang. Fenomena semacam ini memiliki makna bahwa interaksi sosial peer group dengan dengan segala dinamika sosial ekonomi dan budaya, justru berpotensi menurunkan sikap dan perilaku hedonis siswa remaja yang bersangkutan. 3. Diskusi a. Implikasi Teoritik Dari hasil hubungan variabel intensitas menonton sinetron remaja di televisi berhubungan negatif dengan perilaku hedonis remaja, memberikan arahan ketika remaja mempunyai intensitas menonton sinetron remaja di televisi yang tinggi, secara otomatis dapat dikatakan bahwa waktunya untuk merealisasikan (manifestasi) perilaku hedonis menjadi berkurang, karena adanya aktivitas lain pada waktu yang bersamaan dengan spasial yang berbeda. Hal ini sejalan dengan pendapat Rakhmat yang mengatakan bahwa intensitas menonton adalah banyaknya informasi yang diperoleh melalui media, yang meliputi frekuensi, atensi dan durasi penggunaan pada setiap jenis media yang digunakan (Rakhmat, 2004:66). Intensitas menonton sinetron remaja adalah banyaknya informasi yang diperoleh dari aktivitas menonton sinetron remaja di televisi, yang meliputi; frekuensi, atensi dan durasi penggunaan. Terbuktinya hipotesis penelitian ini, mengasumsikan ketika ada remaja mengalami intensitas menonton sinetron remaja di televisi yang tinggi, maka otomatis remaja yang bersangkutan alam memiliki perilaku hedonis yang tinggi pula, namun demikian hasil dari penelitian ini tidak menyatakan demikian, justru sebaliknya, di mana semakin tinggi intensitas menonton sinetron remaja di televisi, maka akan semakin rendah perilaku hedonis pada remaja. Peneliti melakukan kemungkinankemungkinan yang terjadi ketika hasil penelitian ini menyatakan bahwa intensitas menonton tayangan sinetron di televisi berhubungan negatif dengan perilaku hedonis Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang 8 remaja. Peneliti menarik kembali teori yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara keduanya, yaitu hirarki efek media, di mana pertemuan media dengan khalayak akan berlangsung dalam tiga tingkatan (level) intensitas, yaitu; kognitif, sikap dan over behavior. Dalam ketiga level (tingkatan) ini terdapat salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku hedonis tersebut terjadi. Menurut hirarki efek dan teori belajar sosial (yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara interaksi peer group dengan perilaku hedonis remaja) bahwa kita belajar tidak hanya dari pengalaman langsung tetapi dari peneladanan atau peniruan, dibuktikan dalam hubungan kedua variabel ini. Televisi bukan salah satu faktor penentu lingkungan yang kuat dalam munculnya perilaku hedonis. Remaja tidak hanya melakukan peniruan dari televisi saja, walaupun dalam penelitian ini menyatakan bahwa televisi berkorelasi negatif dengan perilaku hedonis remaja. Faktor lingkungan lain seperti keluarga juga menjadi penentu dalam proses perilaku hedonis. Berdasarkan kajian yang telah diuraikan di atas, maka dapat dimaknai bahwa hubungan yang timbul akibat adanya tayangan sinetron di televisi dengan perilaku hedonis remaja dapat berupa pengaruh positif dan negatif. Mereka dapat terpengaruh ke arah yang positif atau ke arah yang negatif tergantung pada pribadi masing-masing dari remaja tersebut. Sinetron di televisi berpengaruh terhadap remaja karena kemampuan menciptakan kesan dan persepsi bahwa suatu muatan dalam layar kaca menjadi lebih nyata dari realitasnya, sehingga mereka ingin mencoba apa yang mereka lihat di televisi itu agar dapat disebut sebagai remaja gaul di lingkungannya. Implikasi teoritik yang bisa diajukan adalah karena hubungan menonton sinetron remaja di televisi dengan perilaku hedonis negatif, maka memunculkan pemikiran bahwa pertemuan antara anak dengan media massa (khususnya saat menonton remaja di televisi), diduga tidak lebih hanya dimanfaatkan untuk mengetahui trend dan gaya hidup populer di kalangan remaja perkotaan, yang sekaligus dianggap sebagai aktivitas katarsis atas rutinitas anak (siswa) terhadap tingkat kepadatan proses belajar belajar di sekolah. Hal ini sejalan dengan ditandai semakin banyaknya aktivitas ekstra kurikuler dan pelajaran tambahan yang seringkali membuat anak (remaja) menjadi bosan (boring). b. Implikasi praktis Implikasi praktis dari hasil penelitian adalah terlepas dari besar kecilnya pengaruh yang disebabkan oleh tayangan sinetron remaja di televisi yang sarat mengumbar sikap dan perilaku hedonis, maka optimalisasi peranan keluarga dalam membentengi anak remajanya mutlak semakin ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan salah satunya adalah melalui pendampingan yang selalu disertai dengan diskusi antara orangtua dengan anak remaja, terkait dampak perilaku hedonis bagi pencapaian masa depan anak remaja yang bersangkutan. Dalam hal ini maka intensitas komunikasi antara anak remaja dengan orangtua bukan saja optimal pada saat melakukan pendampingan, akan tetapi bisa juga dilakukan melalui media-media lainnya, seperti; saat makan bersama, saat berwisata, bersantai dan forum komunikasi interpersonal lainnya, yang sudah barang tentu diikuti adanya peningkatan perhatian orangtua terhadap kebutuhan dan kepentingan studi anaknya. c. Implikasi Sosial Dengan terbuktinya hipotesis penelitian, implikasi sosial yang bisa diambil adalah tayangan sinetron remaja di televisi memang memiliki potensi destruktif (merusak) bilamana khalayak mengalami terpaan yang sangat tinggi, dalam arti pertemuan antara dengan tayangan dimaksud berlangsung dalam intensitas yang sangat tinggi. Namun bilamana pertemuan tersebut hanya berlangsung dalam durasi yang relatif singkat (pendek), apalagi selama menonton diselingi dengan seringnya melakukan pergantian channel televisi, potensi merusak dari tayangan sinetron remaja di televisi dinilai masih sangat lemah. Namun demikian, sinyalemen dari Titi Said, tetap relevan untuk dicermati, khususnya bagi pendidik, orangtua, pemerhati sosial, Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang 9 tokoh masyarakat dan tokoh agama, untuk senantiasa mewaspadai bahaya dari isi tayangan sinetron remaja di televisi tersebut, yang dalam hal ini lebih intensif dalam memberikan pembinaan, pengertian dan pemahaman kepada putra-putrinya untuk tidak terlalu mempercayai kebenaran tayangan sinetron dimaksud, berikut content-content destruktif yang terkandung. Bandura dalam Rakhmat (2004) juga menjelaskan bahwa perilaku, lingkungan dan individu itu sendiri saling berinteraksi satu dengan yang lain. Hal ini berarti perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, di samping itu perilaku juga berpengaruh pada lingkungan, demikian pula lingkungan dapat mempengaruhi individu, demikian sebaliknya (Walgito, 2003:15). Bilamana berbicara peer group itu adalah panutan, maka ini menyangkut hubungan antara perilaku peer group dengan anggotanya, peer group dijadikan model bagi anggotanya, apalagi anggota dalam kelompok umumnya para remaja. PENUTUP 1. Kesimpulan a. Terdapat hubungan negatif antara intensitas intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi dengan perilaku hedonis pada remaja. b. Terdapat hubungan negatif antara interaksi sosial dengan peer group dengan perilaku hedonis pada remaja. 2. Saran a. Saran Akademis Dalam rangka mengurangi atau bahkan mengeliminasi perilaku hedonis pada remaja, seharusnya intitusi televisi swasta tetap menyelenggarakan atau menayangkan acara sinetron remaja di saat prime time, agar supaya perhatian remaja untuk menontonya tetap rendah. b. Saran Sosial Lingkungan sosial primer siswa merupakan pengaruh utama, maka upaya pembentukan sikap dan perilaku remaja dalam berbagai aspek dan isu, sebaiknya disosialisasikan melalui kelompok peer group, karena akan mendapatkan perhatian dan respon yang positif. c. Saran Praktis Lingkungan sosial di mana remaja itu bergaul akan banyak mewarnai nilai dan sikap hidupnya, selain pengaruh dari orangtua dan sekolah. Perubahan ini apabila tidak mendapatkan suatu respon yang bijak dari segenap pengajar, orangtua dan lingkungan sosial di mana siswa bertempat tinggal dikhawatirkan akan mampu mempengaruhi mental siswa kepada norma dan nilai sosial yang menyimpang. Penyimpangan tersebut akan semakin terlihat bilamana remaja bergaul dalam lingkungan peer group yang menganut nilai dan paham hedonis, di mana secara perlahan-lahan proses jati diri Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang 10 yang belum ditemukannya akan dicoba diaplikasikannya ke dalam peniruan sikap dan perilaku yang dianut oleh kelompok peer groupnya. DAFTAR PUSTAKA Amalia, Lia. (2009). Mitos Cantik di Media. STAIN Press. Ponorogo. Azwar, Saefuddin. (2008). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Haryatmoko. (2007). Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi. Kanisius. Yogyakarta. Hujbers, Theo. (1992). Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Kanisius. Yogyakarta. Liliweri, Alo. (2001). Komunikasi Massa dalam Masyarakat. Citra Aditya Bakti. Bandung. Littlejohn, Stephen W. (2004). Theories of Human Communication. Fairfield Graphics. California. Marwan. (2008). Dampak Siaran Televisi terhadap Kenakalan Remaja. Yayasan Kanisius. Yogyakarta. Mc Quail, Denis. (1997). Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta. Mulyana, Deddy. (2007). Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya. Bandung. Rakhmat, Jalaluddin. (2004). Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya. Bandung. Shore, Larry. (2005). Mass Media For Development A Rexamination of Acces, Exposure and Impact, Communication The Rural Third World. Preagur. New York. Soekanto, Soerjono. (2002). Sosiologi suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta. Surbakti, EB. (2008). Sudah Siapkah Menikah?. Elek Media Komputindo. Jakarta. Tubbs, Stewart L & Moss, Sylvia, (1996). Human Communication. Remaja Rosdakarya. Bandung. Walgito, Bimo. (2003). Psikologi Sosial. Andi Offset. Yogyakarta. Walgito, Bimo. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Andi Offset. Yogyakarta. Muhyidi, Muhammad. (2004) Remaja Puber di Tengah Arus Hedonis. Mujahid Press. Bandung. Jurnal dan Artikel Ilmiah Ayuningtias, Prasdianingrum. (2013). Pesan Hedonisme dalam Film Layar Lebar “Realita Cinta & Rock N’Roll” eJournal lmu Komunikasi, 2013, 1 (2): 14-27 ISSN 0000-0000, ejournal.ilkom.fisip-unmul.org. Liandra, Dwi Tasya. (2013). Pengaruh Televisi Publik dan Swasta terhadap Perilaku Remaja. Skripsi. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat-Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Oetomo, R. Koesmaryanto. (2013). Pengaruh Tayangan Sinetron Remaja di Televisi terhadap Anak. Artikel Ilmiah. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat-Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/3480} }
Refworks Citation Data :
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang1HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRONREMAJA DI TELEVISI DAN INTERAKSI PEER GROUP DENGANPERILAKU HEDONIS PADA REMAJAAsri (2013)Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas DiponegoroABSTRAKSIDitinjau dari sisi psikologis, perilaku hedonis sangat membahayakan remaja, remajaakan mengambil simplifikasi kehidupannya menjadi parameter perkembangan kehidupannya dimasa mendatang, sehingga nafsu kemewahan dan kemegahan membudaya dalam dirinya,akibatnya apabila semua bentuk kemewahan dan kemegahan tersebut tidak dapat dipenuhiakan membuat remaja frustrasi dan kecewa yang berkepanjangan. Dari beberapa faktor yangdianggap menyebabkan perilaku hedonis remaja, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahuihubungan antara intensitas menonton sinetron remaja di televisi yang sarat dengan sajiankemewahan dan kemegahan serta tingginya interaksi remaja bersama peer group denganperilaku hedonis.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma positistik dengan tradisi sosiopsikologis,sehingga tipe penelitiannya kuantitatif. Teori yang digunakan ialah hirarki of effectdan teori belajar sosial Bandura, diharapkan mampu menjawab tujuan penelitian. Obyekpenelitian adalah siswa SMA Negeri 1 Kota Semarang, yang kesehariannya sarat denganindikasi perilaku hedonis, yang kepadanya diberikan kuesioner. Sampel diambil menggunakanproportional random sampling yaitu 77 siswa, dengan rumus statistik korelasi rank Kendall.Hasil penelitian adalah: 1) Terdapat hubungan antara intensitas intensitas menontontayangan sinetron remaja di televisi dengan perilaku hedonis pada remaja. Semakin tinggiintensitas menonton sinetron remaja di televisi, maka semakin rendah perilaku hedonis dariremaja tersebut; 2) Terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan peer group denganperilaku hedonis pada remaja. Semakin tinggi interaksi sosial peer group, maka akan semakinrendah perilaku hedonis pada remaja tersebut.LATAR BELAKANGKecenderungan masyarakat untuk hidup mewah, berfoya -foya, bersuka ria, dan bergayahidup secara berlebih-lebihan, begitu terlihat di lingkungan masyarakat kita sehari-hari.Kecenderungan tersebut sering diistilahkan sebagai budaya hedonisme, yang mempunyai artisuatu budaya yang mengutamakan aspek keseronokan diri, misalnya, freesex, minum-minumankeras, berjudi, berhura-hura, berhibur di club-club malam, dan sebagainya. Berbagai bentukperwujudan dari budaya hedonisme tersebut begitu mempesonakan dan menggiurkan bagibanyak orang, dan dapat dikatakan menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat yang merasadirinya sebagai masyarakat modern (Ayuningtias, 2013:2).Perilaku hedonistik pada remaja tersebut seperti; membawa mobil saat ke sekolah,menggunakan handphone bermerk dan mahal (Black Berry) dan secara proporsional kuranglayak buat remaja, dandanan yang terkesan kurang sopan dan seronok ala artis, main ke mallmall,dinner di McDonald, dan perilaku hura-hura tanpa makna lainnya yang sudah sepertimembudaya pada remaja akhir-akhir ini.Menurut Titi Said, sinteron yang diklaim sebagai sinteron remaja tersebut, banyakmenyajikan perilaku remaja yang mengajari anak-anak dan remaja untuk berpenampilan seksi,berorientasi hedonistic dan berpola hidup senang, serba mudah dan serba mewah. Adegansinetron pun seringkali ditiru dalam perilaku mereka sehari-hari, atau jika tidak ditiru, minimalakan mengkontaminasi pikiran polos anak-anak, karena sebenarnya orientasi yang relevan bagiremaja adalah nilai-nilai budaya kerja keras dan menghargai karya. Apalagi, sekitar 60 juta anakIndonesia menonton acara seperti itu di televisi selama berjam-jam hampir sepanjang hari.Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang2Sebagian besar masyarakat sudah tahu bahwa sinetron hanya fiksi belaka, tetapi yangtidak disadari adalah efek imitasi/peniruan yang bisa ditimbulkannya. Memang karakter setiapremaja berbeda, tapi pada kenyataannya reaksi yang ditimbulkan media cenderung seragam.Misalnya sinetron yang mempertontonkan siswa SMA yang pergi ke sekolah dengan mobilmewah, banyak ditiru para pelajar saat ini dengan membawa mobil ke sekolah. Begitu jugadengan cara berpakaian para pelajar perempuan dalam sinetron, mulai ditiru para remaja saatini. Fenomena lain yang meniru sinetron adalah westernisasi (aksi kebarat-baratan) sepertibahasa, kuliner dan pakaian yang saat ini jadi trend di kalangan remaja. Hal ini bisa disaksikandi mall-mall, bagaimana anak-anak remaja berdandan bagaikan artis sinetron. Bahkan sebagaiakibat kegemaran remaja mengunjungi mall-mall di pusat perbelanjaan harus sampai membolossekolah, sehingga tidak jarang remaja yang masih siswa SMA/SMK terjaring razia disiplin yangdilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Fenomena semacam ini dirasakan sangat getir bagisemua pihak, khususnya; orangtua, pendidik, ulama, tokoh agama dan masyarakat dan pihakpemerintah sendiri.Ketatnya pergaulan remaja dalam ikatan teman sebaya yang cenderung represif, semakinmengindikasikan bahwa tayangan sinetron hedonis tersebut memang merupakan parameterpergaulan remaja pada umumnya, sehingga bilamana ada salah seorang remaja yang tidakmampu mengadopsi nilai-nilai hedonis tersebut, sudah barang tentu akan diisolasi olehkelompok teman sebayanya (peer group). Menonton sinteron remaja yang hedonis, bagi siswadiibaratkan sebagai tolok ukur tentang perkembangan sikap dan perilaku metropolis yang layakuntuk diadopsi sebagai salah satu bagian dari dirinya, sehingga agar tidak ketinggalan jaman,maka perlu dan wajib untuk ditonton, dan akibatnya terpaan menonton tayangan sinetronsemacam itu menjadi tinggi dan sudah dianggap sebagai sebuah kebutuhan. Tolok ukur yangdiperolehnya dari hasil melihat tayangan sinetron kemudian dijadikan bahan masukan dandiskusi di lingkungan teman sebaya, sebagai sebuah wacana yang layak atau tidak untuk ditiru.Dengan dominasi pergaulan teman sebaya yang cenderung homogen yang disertai denganintensitas menonton tayangan sinetron yang tinggi, diduga akan mewarnai perilaku hedonisremaja.Perilaku hedonisme dan konsumtif telah melekat pada kehidupan kita. Pola hidup sepertiini sering dijumpai di kalangan remaja dan mahasiswa, di mana orientasinya diarahkankenikmatan, kesenangan, serta kepuasan dalam mengkonsumsi barang secara berlebihan.Manusiawi memang ketika manusia hidup untuk mencari kesenangan dan kepuasan, karena itumerupakan sifat dasar manusia. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapainya. Salah satunyadengan mencari popularitas dan membelanjakan barang yang bukan merupakan kebutuhanpokok. Pada kenyataannya pola kehidupan yang disajikan adalah hidup yang menyenangkansecara individual. Inilah yang senantiasa didorong oleh hedonisme dan konsumenisme, sebuahkonsep yang memandang bahwa tingkah laku manusia adalah mencari kesenangan dalam hidupdan mencapai kepuasan dalam membelanjakan kebutuhan yang berlebihan sesuai arus gayahidup. Penelitian ini akan mengkaji hubungan intensitas menonton tayangan sinteron remajadan interaksi dengan peer group dengan perilaku hedonis pada remaja.PERUMUSAN MASALAHDari beberapa faktor yang dianggap menyebabkan perilaku hedonis remaja, maka faktortingginya intensitas menonton sinetron remaja yang sarat dengan sajian kemewahan dankemegahan serta tingginya interaksi remaja bersama peer group yang berkecenderungan untukmelakukan soliditas dan homogenitas perilaku sebagai perwujudan solidaritas sosial, dianggapsebagai prediktor. Dengan demikian permasalahan yang diajukan adalah “Apakah intensitasmenonton tayangan sinetron remaja di televisi dan interaksi dengan peer group berhubungandengan perilaku hedonis pada remaja?”.Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang3TUJUAN PENELITIANPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas menonton tayangansinteron remaja di televisi dan interaksi dengan peer group dengan perilaku hedonis padaremaja.KERANGKA TEORIParadigma PenelitianParadigma penelitian yang dipakai adalah positivistik dengan ttradisi sosiopsikologis.State of The Art (Penelitian Terdahulu)No Nama Judul Variabel Hasil1 Yuyun (2002) Pengaruh IntensitasKomunikasi Keluarga danKonformitas peer groupterhadap Persepsi Remajamengenai InformasiErotikaVariabel bebas:1. Intensitas Komunikasikeluarga2. konformitas peer groupVariabel terikat:1. Persepsi remajamengenai informasierotika1. Intensitas komunikasi keluargaberpengaruh positif terhadappersepsi remaja mengenaiinformasi erotika2. Konformitas peer groupberpengaruh positif terhadappersepsi remaja mengenaiinformasi erotika3. Intensitas komunikasi keluargadan konformitas peer groupberpengaruh terhadap persepsiremaja mengenai informasi erotika2 Yudha (2009) Hubungan IntensitasMenonton TayanganPornografi di Internet danInteraksi dengan PeerGroup terhadap PerilakuImitasi Remaja dalamPacaranVariabel bebas:1. Intensitas MenontonTayangan Pornografi diInternet (X1)2. Interaksi dengan PeerGroup (X2)Variabel terikat:Perilaku Imitasi Remajadalam Pacaran (Y)1. Terdapat hubungan antaraIntensitas Menonton TayanganPornografi di Internet denganPerilaku Imitasi Remaja dalamPacaran2. Terdapat hubungan antaraInteraksi dengan peer groupdengan Perilaku Imitasi Remajadalam Pacaran3 Anggarizaldy,(2007)Hubungan IntensitasMendengarkan ProgramAcara Skuldesak di RadioTRAX FM danPenggunaan Bahasa GaulOleh Penyiar SkuldesakRadio TRAX FM denganPerilaku Imitasi BahasaGaul Pada RemajaVariabel bebas:1. IntensitasMendengarkanProgram Skuldesak(X1)2. Penggunaan BahasaGaul oleh PenyiarSkuldesak (X2)Variabel terikat:Perilaku Imitasi BahasaGaul pada Remaja (Y)1. Terdapat hubungan positif antaraintensitas mendengarkan ProgramSkuldesak dengan Perilaku ImitasiBahasa Gaul pada Remaja2. Terdapat hubungan positif antarapenggunaan bahasa gaul olehpenyiar Skuldesak denganPerilaku Imitasi Bahasa Gaul padaRemajaHubungan antara Intensitas Menonton Sinetron Remaja dengan Perilaku Hedonis padaRemajaIntensitas menonton media televisi tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisikcukup dekat dengan kehadiran media massa, tetapi apakah seseorang itu benar-benar terbukaterhadap pesan-pesan media tersebut. Intensitas menonton media televisi merupakan kegiatanmendengarkan, melihat, dan membaca pesan media massa atapun mempunyai pengalaman danperhatian terhadap pesan tersebut, yang dapat terjadi pada tingkat individu ataupun kelompok(Shore, 2005:26).Menurut pendapat Rosengren, penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yangdigunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubunganJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang4antara individu konsumen dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secarakeseluruhan. Intensitas adalah banyaknya informasi yang diperoleh melalui media, yangmeliputi frekuensi, atensi dan durasi penggunaan pada setiap jenis media yang digunakan(Rakhmat, 2004:66). Dengan demikian intensitas menonton sinetron remaja adalah banyaknyainformasi yang diperoleh dari aktivitas menonton sinetron remaja di televisi, yang meliputi;frekuensi, atensi dan durasi penggunaan.Rogers (1996:192) mengatakan bahwa dampak sosial dari teknologi komunikasi baruadalah sesuatu yang diharapkan, tidak langsung dan memenuhi, sering bersamaan denganterjadinya dampak yang tidak diharapkan tidak langsung dan tidak memenuhi keinginan).Televisi memiliki efek secara hirarkis terhadap pemirsanya yaitu:1. Kognitif. Kemampuan pemirsa menyerap atau memahami acara yang ditayangkan televisiyang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa. Remaja akan menyerap dan memahamiinformasi serta pesan-pesan yang mengandung nilai-nilai hedonis dari televisi, misalnyatentang bagaimana orang-orang berperilaku mewah, serba mudah dan serba instan, yangmana hal-hal tersebut akan menjadi semacam pengetahuan bagi siswa remaja.2. Afektif. Pemirsa dihadapkan pada trend aktual yang ditayangkan televisi. Dalam hal iniremaja akan meniru simbol, properties, gaya rambut, cara bergaul dan sebagainya, daribintang idola mereka di televisi.3. Overt behavior (perilaku). Proses tertanamnya nilai-nilai budaya hedonis dalam hal iniyang berkaitan dengan nilai-nilai hedonistik dalam kehidupan sehari-hari (Rakhmat,2004:57).Hubungan antara Interaksi Sosial Peer Group dengan Perilaku Hedonis pada RemajaProses terjadinya imitasi dalam interaksi sosial, sebagaimana dikatakan oleh Banduradalam Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial) bahwa orang belajar dari yang lain,melalui observasi, peniruan, dan pemodelan. Teori belajar sosial ini banyak berbicara mengenaiperhatian, identifikasi, dan imitasi. Teori belajar sosial menjelaskan perilaku manusia dalam halinteraksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruhlingkungan (Rakhmat, 2004:74)Teori belajar sosial dari Bandura juga menyatakan bahwa individu akan meniru perilakuorang lain jika situasinya sama dengan ketika peristiwa yang ditirunya diperkuat di masa lalu.Sebagai contoh, ketika seorang anak muda meniru perilaku orangtuanya atau saudara tuanya,imitasi ini sering diperkuat dengan senyuman, pujian, atau bentuk-bentuk persetujuan lain.Demikian juga, ketika anak-anak menirukan perilaku teman-temannya, bintang olah raga, atauselebritis, peniruan ini akan diperkuat dengan persetujuan teman sebayanya.Dalam penelitian ini model yang dimaksudkan dalam teori belajar sosial adalah di manasiswa akan belajar mengenai nilai-nilai sosial yang berkembang dari lingkungan temansebayanya, di mana jika lingkungan teman sebayanya menganut nilai hedonis, maka individulain yang terlibat dalam interaksi dalam peer group mencoba untuk melakukan perhatian,identifikasi dan imitasi, sehingga bilamana nilai hedonis tersebut sesuai dengan keinginannya,besar kemungkinan siswa akan belajar tentang nilai-nilai dan perilaku hedonis. Namun jikainteraksi dengan lingkungan teman sebayanya menganut nilai-nilai religius, maka besarkemungkinan individu akan memiliki nilai dan perilaku yang religius pula. Dalam hal ini,individu, khususnya siswa remaja yang masih berada dalam tahap transisi akan senantiasamencari jati dirinya sehingga menemukan apa yang dicarinya dari lingkungan sosial di manasiswa atau remaja tersebut menaruh respek. Dalam tinjauan literatur, lingkungan sosial primeryang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku remaja antara lain; orangtua, lingkungan sekolahdan lingkungan teman sebaya (peer group). Semakin tinggi individu berinteraksi dengan peergroup, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesesuaian perilakunya dengan nilai-nilai peergroup.Dari teori belajar sosial Bandura di atas maka dapat dikatakan bahwa lingkungan sosialyang primer dari individu akan mengajarkan pada para remaja untuk bersikap dan berperilakusebagaimana yang diyakini dan dipercayai oleh lingkungan sosial tersebut, di mana lingkunganJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang5sosial tersebut berasal dari teman sebaya dan media televisi. Dalam perspektif teori belajarsosial, remaja yang berada dalam transisi mengalami suatu fase yang dinamakan pencarian jatidiri, sehingga lingkungan sosial di mana remaja bergaul akan banyak mewarnai nilai dan sikaphidupnya, selain pengaruh dari orangtua dan sekolah. Perubahan ini apabila tidak mendapatkansuatu respon yang bijak dari segenap pengajar, orangtua dan lingkungan sosial di mana siswabertempat tinggal dikhawatirkan akan mampu mempengaruhi mental siswa kepada norma dannilai sosial yang menyimpang.Penyimpangan tersebut akan semakin kentara bilamana remaja bergaul dalam lingkunganpeer group yang menganut nilai dan paham hedonis, di mana secara perlahan-lahan proses jatidiri yang belum ditemukannya akan dicoba diaplikasikannya ke dalam peniruan sikap danperilaku yang dianut oleh kelompok peer groupnya. Nilai-nilai hedonis, seperti; caraberpakaian, assesories, properties, sarana dan prasarana, gaya hidup dan hobby yang dibawaoleh kelompok peer groupnya, secara perlahan akan diadopsi sebagai salah satu bagian darinilainya, dan di sini barangkali remaja berani mengatakan inilah proses pencarian jati dirinya,yaitu sebagaimana yang dilakukan sikap dan perilaku anggota peer group lainnya.Gambar 1Kerangka Pemikiran TeoritisHIPOTESIS1. Terdapat hubungan antara intensitas intensitas menonton tayangan sinetron remaja ditelevisi dengan perilaku hedonis pada remaja2. Terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan peer group dengan perilaku hedonis padaremaja.DEFINISI OPERASIONAL1. Intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi (X1), indikator:a. Frekuensi menonton tayangan sinetron remaja di televisib. Atensi, tingkat perhatian individu dalam menonton sinetron remaja di televisic. Durasi, lama waktu yang dihabiskan individu untuk menonton sinetron remaja ditelevisi.2. Interaksi dengan peer group (X2), akan diukur dengan indikator:a. Frekuensi, seberapa sering individu berinteraksi dengan peer group.b. Durasi, yaitu lamanya waktu yang dihabiskan individu setiap kali berinteraksi denganpeer groupc. Keteraturan, yaitu kontinuitas individu dalam berinteraksi dengan peer group-nya.d. Keterbukaan, yaitu kesediaan untuk membuka diri tentang informasi yang tersembunyimengenai diri sendiri terhadap anggota lain dalam peer groupe. Empathy, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi anggota lain di dalampeer group.f. Dukungan, yaitu sikap mendung yang terdiri dari sikap deskriptif, bersikap spontandan bersikap provisional dengan berpikiran terbuka serta bersedia mendengarpandangan yang berlawanan dengan anggota lain dalam peer group3. Perilaku hedonis pada remaja (Y), dengan indikator:a. Sikap (afektif), diukur dengan:1) Kecenderungan terhadap kemewahan2) Kecenderungan untuk berfoya-foya3) Kecenderungan terhadap kemudahanb. Perilaku (overt behavior), diukur dengan:Intensitas Menonton TayanganSinetron (X1)Perilaku Hedonis padaRemaja (Y)Interaksi dengan Peer Group(X2)Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang61) Tingkat menghindari kesukaran2) Tingkat pemuasan hasrat3) Tingkat pemenuhan keinginan4) Tingkat pemuasan hawa nafsuMETODE PENELITIANTipe PenelitianPenelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian eksplanatori (pengujian hipotesis).Populasi dan Sampel1. PopulasiPopulasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X dan XI SMA Negeri 1 Semarang,sebanyak 334 siswa2. Sample sizeDengan rumus Yamane diketahui sample size sebesar 77 responden.Alat dan Teknik Pengumpulan DataSebagai alat atau instrumen pengumpulan data dalam penelitian ialah kuesioner yangdibagikan kepada responden untuk diisi jawabannya dengan bantuan teknik wawancara.Teknik Analisis DataTeknik analisis data akan berupa:1. Analisis deskriptifDalam analisis kualitatif atau deskriptif adalah penyajian deskripsi temuan penelitiansecara naratif dengan bantuan tabel frekuensi (tabel univariat) dan tabel silang (tabelmultivariat).2. Analisis inferensialAnalisis kuantitatif atau inferensial akan digunakan untuk pengujian hipotesispenelitian. Dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi rank Kendall.HASIL PENELITIAN1. Temuan Deskriptif (kualitatif)a. Sebagian besar responden tergolong memiliki intensitas menonton tayangan sinetronremaja di televisi menengah ke bawah. Fenomena seperti ini memberikan arahanbahwa secara umum tayangan sinetron remaja di televisi kurang diminati olehkalangan remaja. Hal ini dikarenakan sinetron dimaksud memiliki jam tayang yangbersamaan dengan aktivitas responden yang lain, seperti; saat bersantai bersamakeluarga, bersama teman, jalan-jalan ke tempat hiburan, mall, juga belajar dan lainsebagainya.b. Tingkat interaksi sosial dalam peer group pada responden tergolong menengah ke atas.Tingginya tingkat interaksi sosial tersebut disebabkan adanya perasaan kebersamaan,baik dalam perkembangan psikologis, sosial, edukatif maupun ekonomi, sehinggamenjadi daya perekat sosial di antara mereka. Fenomena ini memberikan arahan bahwawalaupun secara fisik, intensitas pertemuan dan komunikasi berlangsung tinggi, namundalam aspek afektif dan behavior, bentuk ikatan sosial antara anggota kelompok dalampeer group tergolong masih kurang, yang dikarenakan adanya keterbatasansosiopsikologis pada masing-masing anggota akibat adanya kepentingan dankebutuhan yang bersifat individual dan sosial, seperti masih adanya kebutuhan untukberinteraksi dengan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial di luar lingkungan peergroup.c. Temuan memperlihatkan sebagian besar responden tergolong memiliki perilakuhedonis tingkat menengah ke atas. Adanya kecenderungan semacam ini dikarenakanpada responden ditemukan tentang tingginya sikap menghindari kesulitan, tingginyakecenderungan untuk mencari kemudahan, adanya kecenderungan pada individu untukJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang7menggunakan bantuan orang lain apabila mengalami kesulitan. Pilihan-pilihan sikapresponden tersebut merupakan karakteristik perilaku hedonis, di mana perilakuindividu yang memiliki kecenderungan untuk bermegah-megah, kehidupan mewahdengan mengesampingkan kerja keras, tekun dan giat dalam meraihnya.2. Temuan Inferensial (Kuantitatif)a. Berdasarkan uji hipotesis penelitian di atas, menunjukkan bahwa hipotesis penelitianditerima. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil penelitian yang diperoleh pada koefisienkorelasi Kendall antara intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi (X1)dengan perilaku hedonis remaja (Y) sebesar -0,1331 dan setelah ditransformasikan kedalam rumus Z menghasilkan nilai Z sebesar -1,713. Hasil konsultasi memperlihatkanbahwa nilai Z-hitung -1,713 > nilai Z-tabel5% -1,64, sehingga Ho ditolak dan Haditerima pada taraf kepercayaan 95 persen. Dengan demikian, hipotesis yangmenyatakan terdapat hubungan antara intensitas menonton tayangan sinetron remajatelevisi dengan perilaku hedonis remaja dapat diterima. Hal ini dapat dikatakan bahwaketika individu mempunyai intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisitinggi, maka berpotensi menurunkan perilaku hedonis remaja yang bersangkutan.Begitu juga sebaliknya, ketika intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisirendah, maka akan berpotensi menaikkan perilaku hedonis remaja yang bersangkutan.b. Dari perhitungan manual ditemukan koefisien sebesar -0,2608 yang menghasilkannilai Z sebesar -3,356. Sedangkan nilai Z-tabel (lihat lampiran-7) pada tarafsignifikansi 5% (Zt5%) sebesar |-1,64|, sehingga hasil konfirmasi antara kedua nilai Ztersebut memperlihatkan nilai Z-hitung |-3,356| > Zt5% |-1,64|, sehingga hipotesispenelitian (Ha) diterima pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian antara interaksipeer group dengan perilaku hedonis remaja terdapat hubungan yang sangat signinikan.Variabel intensitas sosial peer group secara statistik berhubungan negatif denganperilaku hedonis siswa SMA di Semarang. Semakin tinggi interaksi sosial peer group,semakin rendah perilaku hedonis pada siswa. Hasil perhitungan statistik ini bersesuaiandengan temuan berdasarkan analisis tabel silang. Fenomena semacam ini memilikimakna bahwa interaksi sosial peer group dengan dengan segala dinamika sosialekonomi dan budaya, justru berpotensi menurunkan sikap dan perilaku hedonis siswaremaja yang bersangkutan.3. Diskusia. Implikasi TeoritikDari hasil hubungan variabel intensitas menonton sinetron remaja di televisiberhubungan negatif dengan perilaku hedonis remaja, memberikan arahan ketikaremaja mempunyai intensitas menonton sinetron remaja di televisi yang tinggi, secaraotomatis dapat dikatakan bahwa waktunya untuk merealisasikan (manifestasi) perilakuhedonis menjadi berkurang, karena adanya aktivitas lain pada waktu yang bersamaandengan spasial yang berbeda. Hal ini sejalan dengan pendapat Rakhmat yangmengatakan bahwa intensitas menonton adalah banyaknya informasi yang diperolehmelalui media, yang meliputi frekuensi, atensi dan durasi penggunaan pada setiap jenismedia yang digunakan (Rakhmat, 2004:66). Intensitas menonton sinetron remajaadalah banyaknya informasi yang diperoleh dari aktivitas menonton sinetron remaja ditelevisi, yang meliputi; frekuensi, atensi dan durasi penggunaan.Terbuktinya hipotesis penelitian ini, mengasumsikan ketika ada remajamengalami intensitas menonton sinetron remaja di televisi yang tinggi, maka otomatisremaja yang bersangkutan alam memiliki perilaku hedonis yang tinggi pula, namundemikian hasil dari penelitian ini tidak menyatakan demikian, justru sebaliknya, dimana semakin tinggi intensitas menonton sinetron remaja di televisi, maka akansemakin rendah perilaku hedonis pada remaja. Peneliti melakukan kemungkinankemungkinanyang terjadi ketika hasil penelitian ini menyatakan bahwa intensitasmenonton tayangan sinetron di televisi berhubungan negatif dengan perilaku hedonisJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang8remaja. Peneliti menarik kembali teori yang digunakan untuk menjelaskan hubunganantara keduanya, yaitu hirarki efek media, di mana pertemuan media dengan khalayakakan berlangsung dalam tiga tingkatan (level) intensitas, yaitu; kognitif, sikap dan overbehavior. Dalam ketiga level (tingkatan) ini terdapat salah satu faktor yangmempengaruhi perilaku hedonis tersebut terjadi. Menurut hirarki efek dan teori belajarsosial (yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara interaksi peer groupdengan perilaku hedonis remaja) bahwa kita belajar tidak hanya dari pengalamanlangsung tetapi dari peneladanan atau peniruan, dibuktikan dalam hubungan keduavariabel ini. Televisi bukan salah satu faktor penentu lingkungan yang kuat dalammunculnya perilaku hedonis. Remaja tidak hanya melakukan peniruan dari televisisaja, walaupun dalam penelitian ini menyatakan bahwa televisi berkorelasi negatifdengan perilaku hedonis remaja. Faktor lingkungan lain seperti keluarga juga menjadipenentu dalam proses perilaku hedonis.Berdasarkan kajian yang telah diuraikan di atas, maka dapat dimaknai bahwahubungan yang timbul akibat adanya tayangan sinetron di televisi dengan perilakuhedonis remaja dapat berupa pengaruh positif dan negatif. Mereka dapat terpengaruhke arah yang positif atau ke arah yang negatif tergantung pada pribadi masing-masingdari remaja tersebut. Sinetron di televisi berpengaruh terhadap remaja karenakemampuan menciptakan kesan dan persepsi bahwa suatu muatan dalam layar kacamenjadi lebih nyata dari realitasnya, sehingga mereka ingin mencoba apa yang merekalihat di televisi itu agar dapat disebut sebagai remaja gaul di lingkungannya.Implikasi teoritik yang bisa diajukan adalah karena hubungan menonton sinetronremaja di televisi dengan perilaku hedonis negatif, maka memunculkan pemikiranbahwa pertemuan antara anak dengan media massa (khususnya saat menonton remajadi televisi), diduga tidak lebih hanya dimanfaatkan untuk mengetahui trend dan gayahidup populer di kalangan remaja perkotaan, yang sekaligus dianggap sebagai aktivitaskatarsis atas rutinitas anak (siswa) terhadap tingkat kepadatan proses belajar belajar disekolah. Hal ini sejalan dengan ditandai semakin banyaknya aktivitas ekstra kurikulerdan pelajaran tambahan yang seringkali membuat anak (remaja) menjadi bosan(boring).b. Implikasi praktisImplikasi praktis dari hasil penelitian adalah terlepas dari besar kecilnyapengaruh yang disebabkan oleh tayangan sinetron remaja di televisi yang saratmengumbar sikap dan perilaku hedonis, maka optimalisasi peranan keluarga dalammembentengi anak remajanya mutlak semakin ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukansalah satunya adalah melalui pendampingan yang selalu disertai dengan diskusi antaraorangtua dengan anak remaja, terkait dampak perilaku hedonis bagi pencapaian masadepan anak remaja yang bersangkutan. Dalam hal ini maka intensitas komunikasiantara anak remaja dengan orangtua bukan saja optimal pada saat melakukanpendampingan, akan tetapi bisa juga dilakukan melalui media-media lainnya, seperti;saat makan bersama, saat berwisata, bersantai dan forum komunikasi interpersonallainnya, yang sudah barang tentu diikuti adanya peningkatan perhatian orangtuaterhadap kebutuhan dan kepentingan studi anaknya.c. Implikasi SosialDengan terbuktinya hipotesis penelitian, implikasi sosial yang bisa diambiladalah tayangan sinetron remaja di televisi memang memiliki potensi destruktif(merusak) bilamana khalayak mengalami terpaan yang sangat tinggi, dalam artipertemuan antara dengan tayangan dimaksud berlangsung dalam intensitas yang sangattinggi. Namun bilamana pertemuan tersebut hanya berlangsung dalam durasi yangrelatif singkat (pendek), apalagi selama menonton diselingi dengan seringnyamelakukan pergantian channel televisi, potensi merusak dari tayangan sinetron remajadi televisi dinilai masih sangat lemah. Namun demikian, sinyalemen dari Titi Said,tetap relevan untuk dicermati, khususnya bagi pendidik, orangtua, pemerhati sosial,Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang9tokoh masyarakat dan tokoh agama, untuk senantiasa mewaspadai bahaya dari isitayangan sinetron remaja di televisi tersebut, yang dalam hal ini lebih intensif dalammemberikan pembinaan, pengertian dan pemahaman kepada putra-putrinya untuk tidakterlalu mempercayai kebenaran tayangan sinetron dimaksud, berikut content-contentdestruktif yang terkandung.Bandura dalam Rakhmat (2004) juga menjelaskan bahwa perilaku, lingkungandan individu itu sendiri saling berinteraksi satu dengan yang lain. Hal ini berartiperilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, di samping itu perilakujuga berpengaruh pada lingkungan, demikian pula lingkungan dapat mempengaruhiindividu, demikian sebaliknya (Walgito, 2003:15). Bilamana berbicara peer group ituadalah panutan, maka ini menyangkut hubungan antara perilaku peer group dengananggotanya, peer group dijadikan model bagi anggotanya, apalagi anggota dalamkelompok umumnya para remaja.PENUTUP1. Kesimpulana. Terdapat hubungan negatif antara intensitas intensitas menonton tayangan sinetronremaja di televisi dengan perilaku hedonis pada remaja.b. Terdapat hubungan negatif antara interaksi sosial dengan peer group dengan perilakuhedonis pada remaja.2. Sarana. Saran AkademisDalam rangka mengurangi atau bahkan mengeliminasi perilaku hedonis pada remaja,seharusnya intitusi televisi swasta tetap menyelenggarakan atau menayangkan acarasinetron remaja di saat prime time, agar supaya perhatian remaja untuk menontonyatetap rendah.b. Saran SosialLingkungan sosial primer siswa merupakan pengaruh utama, maka upayapembentukan sikap dan perilaku remaja dalam berbagai aspekdan isu, sebaiknya disosialisasikan melalui kelompok peer group, karena akanmendapatkan perhatian dan respon yang positif.c. Saran PraktisLingkungan sosial di mana remaja itu bergaul akan banyak mewarnai nilai dan sikaphidupnya, selain pengaruh dari orangtua dan sekolah. Perubahan ini apabila tidakmendapatkan suatu respon yang bijak dari segenap pengajar, orangtua dan lingkungansosial di mana siswa bertempat tinggal dikhawatirkan akan mampu mempengaruhimental siswa kepada norma dan nilai sosial yang menyimpang. Penyimpangantersebut akan semakin terlihat bilamana remaja bergaul dalam lingkungan peer groupyang menganut nilai dan paham hedonis, di mana secara perlahan-lahan proses jati diriJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang10yang belum ditemukannya akan dicoba diaplikasikannya ke dalam peniruan sikap danperilaku yang dianut oleh kelompok peer groupnya.DAFTAR PUSTAKAAmalia, Lia. (2009). Mitos Cantik di Media. STAIN Press. Ponorogo.Azwar, Saefuddin. (2008). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.Yogyakarta.Haryatmoko. (2007). Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi. Kanisius.Yogyakarta.Hujbers, Theo. (1992). Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Kanisius. Yogyakarta.Liliweri, Alo. (2001). Komunikasi Massa dalam Masyarakat. Citra Aditya Bakti. Bandung.Littlejohn, Stephen W. (2004). Theories of Human Communication. Fairfield Graphics.California.Marwan. (2008). Dampak Siaran Televisi terhadap Kenakalan Remaja. Yayasan Kanisius.Yogyakarta.Mc Quail, Denis. (1997). Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta.Mulyana, Deddy. (2007). Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya. Bandung.Rakhmat, Jalaluddin. (2004). Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya. Bandung.Shore, Larry. (2005). Mass Media For Development A Rexamination of Acces, Exposure andImpact, Communication The Rural Third World. Preagur. New York.Soekanto, Soerjono. (2002). Sosiologi suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.Surbakti, EB. (2008). Sudah Siapkah Menikah?. Elek Media Komputindo. Jakarta.Tubbs, Stewart L & Moss, Sylvia, (1996). Human Communication. Remaja Rosdakarya.Bandung.Walgito, Bimo. (2003). Psikologi Sosial. Andi Offset. Yogyakarta.Walgito, Bimo. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Andi Offset. Yogyakarta.Muhyidi, Muhammad. (2004) Remaja Puber di Tengah Arus Hedonis. Mujahid Press. Bandung.Jurnal dan Artikel IlmiahAyuningtias, Prasdianingrum. (2013). Pesan Hedonisme dalam Film Layar Lebar “Realita Cinta& Rock N’Roll” eJournal lmu Komunikasi, 2013, 1 (2): 14-27 ISSN 0000-0000,ejournal.ilkom.fisip-unmul.org.Liandra, Dwi Tasya. (2013). Pengaruh Televisi Publik dan Swasta terhadap Perilaku Remaja.Skripsi. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat-FakultasEkologi Manusia Institut Pertanian Bogor.Oetomo, R. Koesmaryanto. (2013). Pengaruh Tayangan Sinetron Remaja di Televisi terhadapAnak. Artikel Ilmiah. Departemen Sains Komunikasi dan PengembanganMasyarakat-Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Last update:
Interaksi Online, is published by Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024)7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.