BibTex Citation Data :
@article{IO3222, author = {DONNA MERITSEBA and Turnomo Rahardjo and Tandiyo Pradekso}, title = {PENGGUNAAN BAHASA JAWA DALAM KERAGAMAN BAHASA KOMUNIKASI MASA KINI}, journal = {Interaksi Online}, volume = {1}, number = {4}, year = {2013}, keywords = {}, abstract = { PENGGUNAAN BAHASA JAWA DALAM KERAGAMAN BAHASA KOMUNIKASI MASA KINI Abstrak Berkurangnya masyarakat keturunan Jawa sebagai penutur bahasa Jawa terutama pada anak menjadi latar belakang dalam penelitian ini. Apalagi dengan beragam bahasa komunikasi masa kini yang dinilai lebih penting untuk dikuasai. Masalah yang timbul adalah mengenai bagaimana penggunaan bahasa Jawa pada anak di keluarga Jawa dalam keragaman bahasa komunikasi masa kini serta mengapa hal itu dapat terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan bahasa yang diterapkan oleh orang tua kepada anak di keluarga Jawa. Kapan dan kepada siapa anak menggunakan pilihan bahasa mereka tersebut. Selain itu, bertujuan pula untuk mengetahui alasan orang tua keturunan Jawa dalam menentukan pilihan bahasa yang diajarkan kepada anak dari beragam bahasa komunikasi masa kini. Upaya menjawab permasalahan dan tujuan penelitian dilakukan dengan kajian sosiolinguistik dalam tradisi sosiokultural yang membantu menjelaskan mengenai penggunaan bahasa. Penelitian etnografi komunikasi ini menggunakan paradigma interpretif dengan menggunakan metode analisis fenomenologi. Subjek penelitian adalah keluarga Jawa status sosial atas hingga bawah agar mendapatkan variasi hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan adanya penggunaan bahasa Jawa yang tidak lagi sempurna pada anak karena adanya upaya alih kode dari ragam bahasa yang dikuasainya. Keluarga sebagai tempat anak dalam menerapkan bahasa Jawa sudah tidak lagi mengutamakan bahasa Jawa sebagai bahasa keluarga. Orang tua justru merasa lebih penting mengajarkan anak mengenai bahasa asing. Keluarga Jawa lebih mementingkan agar anak dapat menerapkan bahasa komunikasi yang banyak digunakan di masyarakat luas. Hal itu terjadi di seluruh lapisan keluarga, baik yang terjadi di keluarga sosial ekonomi atas, menengah, maupun bawah. Kata kunci : sosiolinguistik, keluarga Jawa, komunikasi budaya JAVANESE LANGUAGE USE IN DIVERSITY OF COMMUNICATION LANGUAGES AT PRESENT Abstract Javanese language speakers is reduced, especially children. This is the background of this research. Communication languages of the present more important to use. The problem is how to use the Javanese language to children in Javanese families in diversity of communication languages at present and why it can happen. The purpose of this study is to investigate the use of language that applied by parents to children in their family. When and to whom their children use choice of the language. In addition, the aim is also to find out why parents of Javanese determining the choice of language to be taught for children from diverse of communication languages today. Efforts to answer the problems and goals of research done in the tradition of sociocultural, sociolinguistic study can helps to explain the use of language. This communication ethnographic research using interpretive paradigm with phenomenological analysis in the method. Subjects were Javanese family in social status top to bottom in order to get a variety of results. The results showed the use of the Java language is no longer perfect in children due to the efforts of code switching from diversity of languages mastered. Family as a area where children can applying the Java language, is no longer prioritizing the Java language as a family language. Parents feel more important to teach children about foreign languages. Using communication languages which also used in many people more important. So, that is happen in all of Javanese families. Key words : sociolinguistic, Javanese families, cultural communication PENDAHULUAN Kebudayaan Jawa merupakan kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa. Bahasa Jawa sebagai salah satu wujud budaya dari suku bangsa Jawa. Suku bangsa Jawa menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Namun pada masa kini, penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dinilai sudah mulai berkurang, terutama komunikasi pada anak. Seperti pada pengalaman yang ditulis oleh Sutardi MS Dihardjo dalam artikel di Majalah Nusa Indah, ia menuliskan, sekitar tahun ’70-an, ’80-an, ketika ia masih anakanak atau remaja, para orang tua yang mempunyai kedudukan, meskipun tidak begitu tinggi, misalnya PNS tidak harus golongan tiga atau empat, perangkat desa, atau guru, yang sering disebut sebagai priyayi (dalam pengertian orang awam), dapat dipastikan mereka akan mengajari putra-putrinya berbicara dengan bahasa krama yang halus disertai sikap yang hormat dan sopan santun kepada orang tua. Tetapi yang terjadi sekarang di tahun dua ribuan, mengajari anak berbahasa Jawa, menggunakan bahasa krama halus dianggap kuno, tidak demokratis, menghambat keberanian dan kreatifitas. Para priyayi kelahiran di atas tahun ’60-an, lebih bangga anak-anaknya tidak bisa berbahasa Jawa, tapi selalu berbahasa Indonesia kalau ditanya. Apalagi kalau anak-anak mereka dapat menghafal hitungan one, two, three, four (satu, dua, tiga, empat dalam bahasa Inggris), mereka akan lebih bangga lagi. Meskipun mereka masih bertutur dengan bahasa Jawa kalau berbicara antara suami istri atau dengan orang-orang yang sebaya dan lebih tua. Ironisnya kakek dan neneknya pun ikut-ikutan berbicara dengan bahasa Indonesia kepada cucu-cucunya yang baru belajar bicara. Akibatnya anak-anak mengalami gagap bahasa. Anak-anak tahu apa maksudnya kalau orang tua berbicara dengan sesamanya menggunakan bahasa Jawa, tetapi mereka tidak dapat menjawab dengan bahasa Jawa kalau ditanya. Apalagi kalau harus berbicara, bercerita, atau menjelaskan dengan bahasa Jawa. Keberadaan sebuah bahasa lokal atau bahasa daerah sangat erat dengan eksistensi suku bangsa yang melahirkan dan menggunakan bahasa tersebut. Bahasa menjadi unsur pendukung utama tradisi dan adat istiadat. Bahasa juga menjadi unsur pembentuk sastra, seni, kebudayaan, hingga peradaban sebuah suku bangsa. Bahasa daerah dipergunakan dalam berbagai upacara adat, bahkan dalam percakapan seharihari. Kelestarian, perkembangan, dan pertumbuhan bahasa daerah sangat tergantung dari komitmen para penutur atau pengguna bahasa tersebut untuk senantiasa secara sukarela mempergunakan bahasanya dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Jika penutur suatu bahasa daerah masih berjumlah banyak, dan merekapun menurunkan bahasa daerah yang dikuasainya kepada anak-anak dan generasi remaja, maka kelestarian bahasa yang bersangkutan akan lebih terjamin dalam jangka panjang. Sebaliknya, jikalau penutur suatu bahasa daerah semakin berkurang dan tidak ada upaya regenerasi kepada generai muda, maka sangat besar kemungkinan secara perlahan-lahan akan terjadi gejala degradasi bahasa yang mengarah kepada musnahnya suatu bahasa. Orang tua pasti akan memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya termasuk agar anaknya dapat berkomunikasi dengan beragam bahasa komunikasi masa kini apalagi untuk menguasai bahasa asing. Meskipun demikian, sebuah keluarga dimana anak-anak tinggal bersama orang tua keturunan Jawa, dalam interaksi yang terjadi antara mereka masih ada kemungkinan penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa daerah maupun bahasa nasional dan bahasa asing dalam komunikasi sehari-hari mereka. Sehingga akan mengakibatkan penggunaan bahasa komunikasi yang variatif pula pada bahasa komunikasi sehari-hari anak di keluarga Jawa. Penelitian ini bermaksud merumuskan masalah, yaitu bagaimana penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari pada anak di keluarga Jawa dalam keragaman bahasa komunikasi masa kini serta mengapa hal itu terjadi. Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan bahasa yang diajarkan oleh orang tua kepada anak di keluarga Jawa sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, untuk mengetahui kapan dan kepada siapa anak dari keluarga Jawa menggunakan pilihan bahasa komunikasi sehari-hari, serta untuk mengetahui alasan orang tua keturunan Jawa dalam menentukan pilihan bahasa sehari-hari yang diajarkan kepada anak dari beragam bahasa komunikasi masa kini. ISI Penelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa dalam keragaman bahasa komunikasi masa kini ini menggunakan paradigma interpretif. Penelitian interpretif tidak menempatkan objektivitas sebagai hal terpenting, melainkan mengakui bahwa demi memperoleh pemahaman mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus digali sedalam mungkin hal ini memungkinkan terjadinya trade‐off antara objektivitas dan kedalaman temuan penelitian (Efferin,2004 dalam Chariri, 2009:5). Teori yang digunakan berfokus pada masalah-masalah budaya, sehingga ada pertalian tradisi-tradisi yang dihadirkan. Meskipun ada bantahan bahwa teori yang digunakan merupakan tradisi semiotik, hanya dapat dikatakan bahwa teori-teori ini adalah tradisi sosiokultural. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat tidak harus menggunakan bahasa untuk berkomunikasi agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan dalam kehidupan sosial dan kultural. Bahasa menghubungkan semua manusia dalam hubungan sosial (identitas sosial dan kultural, interaksi, pergaulan, sosialisasi, pertukaran kepentingan sosial, stereotip, dan jarak sosial), kultural (proses belajar dan mengajar nilai-nilai kehidupan), ekonomi (pertukaran barang dan jasa), psikologi (sosial) seperti persepsi (sosial), perubahan sikap, stimulus dan respons, dan atribusi. Bahasa memainkan peranan dalam interaksi antara stimulus dan respons. Inilah kegunaaan bahasa sebagai alat komunikasi (Liliweri, 2011 :339). Perbedaan-perbedaan suku bangsa, bahasa, agama, dan adat istiadat sering kali disebut sebagai ciri masyarakat multikultural atau masyarakat majemuk (Tim Sosiologi, 2006: 119). Secara sosiolinguistik, masyarakat Indonesia mempergunakan tidak hanya sebuah bahasa, tetapi paling sedikit dua bahasa, yaitu bahasa ibu dan bahasa nasional. Pada umumnya pemakai bahasa di Indonesia menguasai bahasa ibu sebelum mereka itu menguasai bahasa Indonesia (Samsuri, 1978:54). Salah satu warisan budaya Jawa adalah bahasa, dimana bahasa Jawa sebagai bahasa daerah menjadi media dalam menjalin hubungan sosial diantara mereka. Dalam masyarakat mana pun keluarga adalah jembatan antara individu dan budayanya. Kelompok keluarga terdekat dan jaring-jaring kekeluargaan yang lebih luas bagi tiaptiap pribadi tersebut memberikan corak dasar bagi hubungan sosial dengan seisi dunia (Geertz, 1985:150). Etika adalah bagian dari falsafah aksiologi. Oleh karena hidup itu harus berhubungan dengan orang lain, agar hidup memenuhi fungsinya, maka dibingkai dengan etika. Etika tersebut meliputi segala hal, mulai dari manusia Jawa sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan negara. Etika sosial setiap strata sosial memiliki etika yang berbeda. Perbedaan ini didasarkan pada “unen-unen” negara mawa tata, desa mawa cara, artinya masing-masing tempat memiliki etika yang berbeda-beda. Etika ini menyangkut sikap, tingkah laku, etika bahasa, dan etika pertemuan. Etika sosial biasanya berbentuk anjuran-anjuran dan larangan-larangan untuk bersikap dan berbuat sesuatu (Endraswara, 2010:138). Sosiolinguistik atau kajian bahasa dan budaya temasuk dalam tradisi sosiokultural. Hal yang penting dalam tradisi ini adalah bahwa manusia menggunakan bahasa secara berbeda dalam kelompok budaya dan kelompok sosial yang berbeda. Bahasa, seperti yang digunakan sehari-hari, merupakan permainan bahasa karena manusia mengikuti aturan-aturan dalam mengerjakan sesuatu melalui bahasa (Littlejohn & Foss, 2009:67). Sosiolinguistik interaksional terutama menyangkut bagaimana latar belakang pengetahuan dan pengalaman dari para pelaku sosial berfungsi sebagai sumber daya dalam interaksi tertentu (Littlejohn & Foss, 2009: 903). Penggunaan bahasa merupakan fenomena sosial yang melekat pada kehidupan manusia. Dengan kata lain, ketika seseorang berkomunikasi secara lisan maupun tertulis maka dari situlah dapat diketahui siapakah dia sebenarnya, darimana dilahirkan dan dibesarkan, termasuk asal-usul ras dan etnis, apakah seorang perempuan atau laki-laki, tingkat pendidikan, profesi, dan fungsi. Bahasa menunjukkan identitas seseorang (Liliweri, 2011:363). Konsep-konsep dasar sosiolinguistik diantaranya mengenai bahasa ucapan komunitas, bahasa dan prestise, jaringan sosial, bahasa internal versus bahasa eksternal, bahasa dan perbedaan kelas, kode bahasa sosial, deviasi bahasa, bahasa dan kelompok umur, bahasa dan perbedaan geografi, serta bahasa dan gender (2011:364). Menurut Hipotesis Sapir-Whorf, sebenarnya setiap bahasa menunjukkan suatu dunia simbolik yang khas, yang melukiskan realitas pikiran, pengalaman batin, dan kebutuhan pemakainya. Jadi bahasa yang berbeda sebenarnya mempengaruhi pemakainya untuk berpikir, melihat lingkungan, dan alam semesta di sekitarnya dengan cara yang berbeda pula (Littlejohn, 2009:449). Salah satu cara menggambarkan dimana perbedaan bahasa melukiskan perbedaan budaya, Basil Bernstein, dalam serangkaian kajian sastra tentang sosiologi bahasa, menemukan perbedaan penting dalam penggunaan bahasa di antara kelas sosial. Teori Basil Bernstein tentang kode-kode rumit dan terbatas menunjukkan bagaimana susunan bahasa yang digunakan dalam pembicaraan sehari-hari mencerminkan dan membentuk asumsi-asumsi dari sebuah kelompok sosial. Asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa hubungan yang dijalin dalam sebuah kelompok sosial memengaruhi tindak tutur yang digunakan oleh kelompok tersebut. Terkadang, susunan tindak tutur yang digunakan oleh sebuah kelompok membuat banyak hal yang berbeda menjadi relevan atau signifikan (Littlejohn, 2009: 450). Kelas sosial dan pekerjaan adalah tanda-tanda linguistik yang paling penting yang ditemukan dalam hampir setiap masyarakat. Kelas sosial menentukan pula kelas bahasa yang mereka gunakan (Liliweri, 2011:366). Dalam Teori Aturan dijelaskan mengenai peraturan-peraturan yang dimiliki suatu keluarga dapat membentuk pola komunikasi keluarga tersebut. Peran membimbing perilaku, hal ini sebagai bentuk aturan komunikasi tentang bagaimana kita berkomunikasi dengan berbagai anggota keluarga (Le Poire, 2006:79). Aturan-aturan ini dapat berupa eksplisit atau implisit. Aturan eksplisit dalam sebuah keluarga bersifat terbuka, tegas, jelas dan mudah dipahami. Aturan-aturan eksplisit dinyatakan dengan jelas dan dipahami secara baik. Sedangkan aturan implisit lebih halus dan dipahami dengan cara-cara tertentu. Peraturan jelas dan dapat dipahami dengan sendirinya (Le Poire, 2006:80). PENUTUP Bahasa Jawa sebagai bahasa identitas keluarga Jawa tidak lagi digunakan secara intensif, terutama yang terjadi dalam komunikasi pada anak. Dengan adanya beragam bahasa komunikasi masa kini, orang tua lebih mementingkan untuk membiasakan kepada anak mengenai bahasa tersebut. Diantaranya, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang banyak digunakan oleh masyarakat luas dalam satu negara. Selain itu, orang tua berusaha untuk mengajarkan bahasa asing yang dinilai lebih penting untuk dikuasai oleh anak. Dalam keluarga Jawa ini, bahasa Arab dan bahasa Inggris dipilih orang tua untuk diajarkan kepada anak dan kemudian dibiasakan untuk diterapkan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Orang tua dalam keluarga Jawa ini membebaskan terhadap bahasa komunikasi yang digunakan oleh anak-anak mereka. Orang tua tidak lagi mengharuskan anak untuk menguasai bahasa komunikasi tertentu, apalagi menggunakan bahasa Jawa secara sempuna. Bahasa yang digunakan oleh anak merupakan bahasa yang juga digunakan oleh masyarakat luas, sehingga anak tidak merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan siapapun dan dalam situasi apapun. Anak tidak perlu memikirkan kepatutan bahasa komunikasi karena dapat digunakan kepada siapapun lawan bicara dan dalam situasi formal maupun non formal. Akibatnya, bahasa Jawa sebagai bahasa identitas budaya Jawa tidak lagi diprioritaskan dalam penggunaannya oleh para generasi muda. Keluarga Jawa tidak lagi menerapkan bahasa Jawa secara sempurna. Bahasa Jawa terlalu sulit untuk dipelajari dengan berbagai tingkatan bahasanya. Orang tua menganggap bahasa Indonesia lebih tepat digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Selain itu, orang tua lebih mengutamakan mengajari anak dengan bahasa asing. Penggunaan bahasa Arab bertujuan agar anak lebih memahami agamanya serta bahasa Inggris untuk lebih membuka wawasan dan memperluas ilmu pengetahuan. Dengan bahasa Arab yang diterapkan oleh keluarga Jawa, maka keluarga lebih menjunjung tinggi nilai agama dibandingkan nilai budaya, sedangkan penerapan bahasa Inggris lebih mencerminkan keluarga modern yang mengikuti perkembangan zaman. Penelitian ini bukan hanya menggunakan pendekatan etnografi, melainkan juga membutuhkan pendekatan fenomenologi dalam hal menjelaskan hasil penelitian. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang lebih utuh dalam pandangan peneliti terhadap objek penelitian melalui pendekatan etnografi. Serta menganalisis hasil penelitian secara lebih sistematis melalui pendekatan fenomenologi. Etnografi adalah pendekatan dimana peneliti berinteraksi langsung dengan masyarakat sosial penelitian, yang dapat dilakukan melalui interaksi dan observasi langsung seperti wawancara formal (Moustakas, 1994:27). Etnografi komunikasi adalah metode aplikasi etnografi sederhana dalam pola komunikasi sebuah kelompok. Etnografi komunikasi melihat pada pola komunikasi yang digunakan oleh sebuah kelompok; mengartikan semua kegiatan komunikasi ini ada untuk kelompok; kapan dan di mana anggota kelompok menggunakan semua kegiatan ini; bagaimana praktik komunikasi menciptakan sebuah komunitas; dan keragaman kode yang digunakan oleh sebuah kelompok. Semua isu ini membutuhkan sebuah pendekatan fenomenologis, tetapi hasilnya sangat berorientasi sosial budaya, sehingga etnografi komunikasi mencampurkan kedua tradisi tersebut (Littlejohn & Foss, 2009: 460). Keluarga Jawa dapat menanamkan identitas budaya Jawa, salah satunya mengenai bahasa. Keluarga sebagai tempat penerapan awal pada anak untuk melakukan komunikasi secara verbal. Komunikasi verbal berkaitan erat dengan penggunaan bahasa sebagai media komunikasi. Dengan adanya perkembangan zaman, penggunaan bahasa daerah yaitu bahasa Jawa sudah mengalami pergeseran dengan beralihnya keluarga untuk membiasakan berbahasa nasional dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa komunikasi karena digunakan oleh masyarakat dalam wilayah secara luas, dalam satu negara. Keluarga Jawa merasa lebih setara ketika menggunakan bahasa Indonesia dengan siapapun lawan bicara mereka. Pada akhirnya, perkembangan zaman membawa keragaman bahasa pada keluarga Jawa. Bukan hanya bahasa Jawa sebagai bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, melainkan ada pula penambahan bahasa asing sebagai bahasa komunikasi yang penting untuk dikuasai. DAFTAR PUSTAKA Chariri, Anis . 2009 . Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif . Workshop Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro . 31 Juli-1 Agustus 2009 Endraswara, Suwardi . 2010 . Falsafah Hidup Jawa . Yogyakarta : Penerbit Cakrawala Geertz, Hildred . 1983 . Keluarga Jawa . Jakarta : Grafiti Pers Le Poire, Beth A . 2006 . Family Communication: Nurturing and Control in a Changing World . California : Sage Publication Liliweri, Alo . 2011 . Komunikasi Serba Ada Serba Makna . Jakarta : Kencana Prenada Media Group Littlejohn, Stephen W dan Karen A. Foss . 2009 . Teori Komunikasi . Jakarta : Salemba Humanika Moustakas, Clark . 1994 . Phenomenological Research Method . California : Sage Publications Nusa Indah . 2012 . Semarang : Tim Penggerak PKK Prov Jawa Tengah Bank BPD Jateng Samsuri . 1978 . Analisa Bahasa Memahami Bahasa Secara Ilmiah . Jakarta : Erlangga Tim Sosiologi . 2006 . Sosiologi 2: Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat . Jakarta : Yudhistira http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/25/bahasa-indonesia-dan-bahasa-daerah- 496 640.html, diakses 7 April 2013 pukul 10.40 WIB }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/3222} }
Refworks Citation Data :
PENGGUNAAN BAHASA JAWA DALAM KERAGAMANBAHASA KOMUNIKASI MASA KINIAbstrakBerkurangnya masyarakat keturunan Jawa sebagai penutur bahasa Jawa terutama padaanak menjadi latar belakang dalam penelitian ini. Apalagi dengan beragam bahasakomunikasi masa kini yang dinilai lebih penting untuk dikuasai. Masalah yang timbuladalah mengenai bagaimana penggunaan bahasa Jawa pada anak di keluarga Jawa dalamkeragaman bahasa komunikasi masa kini serta mengapa hal itu dapat terjadi.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan bahasa yangditerapkan oleh orang tua kepada anak di keluarga Jawa. Kapan dan kepada siapa anakmenggunakan pilihan bahasa mereka tersebut. Selain itu, bertujuan pula untukmengetahui alasan orang tua keturunan Jawa dalam menentukan pilihan bahasa yangdiajarkan kepada anak dari beragam bahasa komunikasi masa kini.Upaya menjawab permasalahan dan tujuan penelitian dilakukan dengan kajiansosiolinguistik dalam tradisi sosiokultural yang membantu menjelaskan mengenaipenggunaan bahasa. Penelitian etnografi komunikasi ini menggunakan paradigmainterpretif dengan menggunakan metode analisis fenomenologi. Subjek penelitian adalahkeluarga Jawa status sosial atas hingga bawah agar mendapatkan variasi hasil penelitian.Hasil penelitian menunjukkan adanya penggunaan bahasa Jawa yang tidak lagisempurna pada anak karena adanya upaya alih kode dari ragam bahasa yangdikuasainya. Keluarga sebagai tempat anak dalam menerapkan bahasa Jawa sudah tidaklagi mengutamakan bahasa Jawa sebagai bahasa keluarga. Orang tua justru merasa lebihpenting mengajarkan anak mengenai bahasa asing. Keluarga Jawa lebih mementingkanagar anak dapat menerapkan bahasa komunikasi yang banyak digunakan di masyarakatluas. Hal itu terjadi di seluruh lapisan keluarga, baik yang terjadi di keluarga sosialekonomi atas, menengah, maupun bawah.Kata kunci : sosiolinguistik, keluarga Jawa, komunikasi budayaJAVANESE LANGUAGE USE IN DIVERSITY OFCOMMUNICATION LANGUAGES AT PRESENTAbstractJavanese language speakers is reduced, especially children. This is the background ofthis research. Communication languages of the present more important to use. Theproblem is how to use the Javanese language to children in Javanese families in diversityof communication languages at present and why it can happen.The purpose of this study is to investigate the use of language that applied byparents to children in their family. When and to whom their children use choice of thelanguage. In addition, the aim is also to find out why parents of Javanese determiningthe choice of language to be taught for children from diverse of communicationlanguages today.Efforts to answer the problems and goals of research done in the tradition ofsociocultural, sociolinguistic study can helps to explain the use of language. Thiscommunication ethnographic research using interpretive paradigm withphenomenological analysis in the method. Subjects were Javanese family in social statustop to bottom in order to get a variety of results.The results showed the use of the Java language is no longer perfect in childrendue to the efforts of code switching from diversity of languages mastered. Family as aarea where children can applying the Java language, is no longer prioritizing the Javalanguage as a family language. Parents feel more important to teach children aboutforeign languages. Using communication languages which also used in many peoplemore important. So, that is happen in all of Javanese families.Key words : sociolinguistic, Javanese families, cultural communicationPENDAHULUANKebudayaan Jawa merupakan kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa. BahasaJawa sebagai salah satu wujud budaya dari suku bangsa Jawa. Suku bangsa Jawamenggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Namun pada masa kini,penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dinilai sudah mulaiberkurang, terutama komunikasi pada anak.Seperti pada pengalaman yang ditulis oleh Sutardi MS Dihardjo dalam artikel diMajalah Nusa Indah, ia menuliskan, sekitar tahun ’70-an, ’80-an, ketika ia masih anakanakatau remaja, para orang tua yang mempunyai kedudukan, meskipun tidak begitutinggi, misalnya PNS tidak harus golongan tiga atau empat, perangkat desa, atau guru,yang sering disebut sebagai priyayi (dalam pengertian orang awam), dapat dipastikanmereka akan mengajari putra-putrinya berbicara dengan bahasa krama yang halusdisertai sikap yang hormat dan sopan santun kepada orang tua. Tetapi yang terjadisekarang di tahun dua ribuan, mengajari anak berbahasa Jawa, menggunakan bahasakrama halus dianggap kuno, tidak demokratis, menghambat keberanian dan kreatifitas.Para priyayi kelahiran di atas tahun ’60-an, lebih bangga anak-anaknya tidak bisaberbahasa Jawa, tapi selalu berbahasa Indonesia kalau ditanya. Apalagi kalau anak-anakmereka dapat menghafal hitungan one, two, three, four (satu, dua, tiga, empat dalambahasa Inggris), mereka akan lebih bangga lagi. Meskipun mereka masih bertuturdengan bahasa Jawa kalau berbicara antara suami istri atau dengan orang-orang yangsebaya dan lebih tua. Ironisnya kakek dan neneknya pun ikut-ikutan berbicara denganbahasa Indonesia kepada cucu-cucunya yang baru belajar bicara. Akibatnya anak-anakmengalami gagap bahasa. Anak-anak tahu apa maksudnya kalau orang tua berbicaradengan sesamanya menggunakan bahasa Jawa, tetapi mereka tidak dapat menjawabdengan bahasa Jawa kalau ditanya. Apalagi kalau harus berbicara, bercerita, ataumenjelaskan dengan bahasa Jawa.Keberadaan sebuah bahasa lokal atau bahasa daerah sangat erat denganeksistensi suku bangsa yang melahirkan dan menggunakan bahasa tersebut. Bahasamenjadi unsur pendukung utama tradisi dan adat istiadat. Bahasa juga menjadi unsurpembentuk sastra, seni, kebudayaan, hingga peradaban sebuah suku bangsa. Bahasadaerah dipergunakan dalam berbagai upacara adat, bahkan dalam percakapan seharihari.Kelestarian, perkembangan, dan pertumbuhan bahasa daerah sangat tergantungdari komitmen para penutur atau pengguna bahasa tersebut untuk senantiasa secarasukarela mempergunakan bahasanya dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Jikapenutur suatu bahasa daerah masih berjumlah banyak, dan merekapun menurunkanbahasa daerah yang dikuasainya kepada anak-anak dan generasi remaja, makakelestarian bahasa yang bersangkutan akan lebih terjamin dalam jangka panjang.Sebaliknya, jikalau penutur suatu bahasa daerah semakin berkurang dan tidak ada upayaregenerasi kepada generai muda, maka sangat besar kemungkinan secara perlahan-lahanakan terjadi gejala degradasi bahasa yang mengarah kepada musnahnya suatu bahasa.Orang tua pasti akan memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknyatermasuk agar anaknya dapat berkomunikasi dengan beragam bahasa komunikasi masakini apalagi untuk menguasai bahasa asing. Meskipun demikian, sebuah keluargadimana anak-anak tinggal bersama orang tua keturunan Jawa, dalam interaksi yangterjadi antara mereka masih ada kemungkinan penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasadaerah maupun bahasa nasional dan bahasa asing dalam komunikasi sehari-hari mereka.Sehingga akan mengakibatkan penggunaan bahasa komunikasi yang variatif pula padabahasa komunikasi sehari-hari anak di keluarga Jawa.Penelitian ini bermaksud merumuskan masalah, yaitu bagaimana penggunaanbahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari pada anak di keluarga Jawa dalam keragamanbahasa komunikasi masa kini serta mengapa hal itu terjadi. Sesuai dengan permasalahantersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan bahasa yangdiajarkan oleh orang tua kepada anak di keluarga Jawa sebagai bahasa komunikasisehari-hari, untuk mengetahui kapan dan kepada siapa anak dari keluarga Jawamenggunakan pilihan bahasa komunikasi sehari-hari, serta untuk mengetahui alasanorang tua keturunan Jawa dalam menentukan pilihan bahasa sehari-hari yang diajarkankepada anak dari beragam bahasa komunikasi masa kini.ISIPenelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa dalam keragaman bahasa komunikasimasa kini ini menggunakan paradigma interpretif. Penelitian interpretif tidakmenempatkan objektivitas sebagai hal terpenting, melainkan mengakui bahwa demimemperoleh pemahaman mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus digalisedalam mungkin hal ini memungkinkan terjadinya trade‐off antara objektivitas dankedalaman temuan penelitian (Efferin,2004 dalam Chariri, 2009:5). Teori yangdigunakan berfokus pada masalah-masalah budaya, sehingga ada pertalian tradisi-tradisiyang dihadirkan. Meskipun ada bantahan bahwa teori yang digunakan merupakan tradisisemiotik, hanya dapat dikatakan bahwa teori-teori ini adalah tradisi sosiokultural.Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat tidak harus menggunakan bahasauntuk berkomunikasi agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan dalam kehidupansosial dan kultural. Bahasa menghubungkan semua manusia dalam hubungan sosial(identitas sosial dan kultural, interaksi, pergaulan, sosialisasi, pertukaran kepentingansosial, stereotip, dan jarak sosial), kultural (proses belajar dan mengajar nilai-nilaikehidupan), ekonomi (pertukaran barang dan jasa), psikologi (sosial) seperti persepsi(sosial), perubahan sikap, stimulus dan respons, dan atribusi. Bahasa memainkanperanan dalam interaksi antara stimulus dan respons. Inilah kegunaaan bahasa sebagaialat komunikasi (Liliweri, 2011 :339).Perbedaan-perbedaan suku bangsa, bahasa, agama, dan adat istiadat sering kalidisebut sebagai ciri masyarakat multikultural atau masyarakat majemuk (Tim Sosiologi,2006: 119). Secara sosiolinguistik, masyarakat Indonesia mempergunakan tidak hanyasebuah bahasa, tetapi paling sedikit dua bahasa, yaitu bahasa ibu dan bahasa nasional.Pada umumnya pemakai bahasa di Indonesia menguasai bahasa ibu sebelum mereka itumenguasai bahasa Indonesia (Samsuri, 1978:54).Salah satu warisan budaya Jawa adalah bahasa, dimana bahasa Jawa sebagaibahasa daerah menjadi media dalam menjalin hubungan sosial diantara mereka. Dalammasyarakat mana pun keluarga adalah jembatan antara individu dan budayanya.Kelompok keluarga terdekat dan jaring-jaring kekeluargaan yang lebih luas bagi tiaptiappribadi tersebut memberikan corak dasar bagi hubungan sosial dengan seisi dunia(Geertz, 1985:150).Etika adalah bagian dari falsafah aksiologi. Oleh karena hidup itu harusberhubungan dengan orang lain, agar hidup memenuhi fungsinya, maka dibingkaidengan etika. Etika tersebut meliputi segala hal, mulai dari manusia Jawa sebagaianggota keluarga, masyarakat, dan negara. Etika sosial setiap strata sosial memiliki etikayang berbeda. Perbedaan ini didasarkan pada “unen-unen” negara mawa tata, desamawa cara, artinya masing-masing tempat memiliki etika yang berbeda-beda. Etika inimenyangkut sikap, tingkah laku, etika bahasa, dan etika pertemuan. Etika sosialbiasanya berbentuk anjuran-anjuran dan larangan-larangan untuk bersikap dan berbuatsesuatu (Endraswara, 2010:138).Sosiolinguistik atau kajian bahasa dan budaya temasuk dalam tradisisosiokultural. Hal yang penting dalam tradisi ini adalah bahwa manusia menggunakanbahasa secara berbeda dalam kelompok budaya dan kelompok sosial yang berbeda.Bahasa, seperti yang digunakan sehari-hari, merupakan permainan bahasa karenamanusia mengikuti aturan-aturan dalam mengerjakan sesuatu melalui bahasa (Littlejohn& Foss, 2009:67). Sosiolinguistik interaksional terutama menyangkut bagaimana latarbelakang pengetahuan dan pengalaman dari para pelaku sosial berfungsi sebagai sumberdaya dalam interaksi tertentu (Littlejohn & Foss, 2009: 903).Penggunaan bahasa merupakan fenomena sosial yang melekat pada kehidupanmanusia. Dengan kata lain, ketika seseorang berkomunikasi secara lisan maupun tertulismaka dari situlah dapat diketahui siapakah dia sebenarnya, darimana dilahirkan dandibesarkan, termasuk asal-usul ras dan etnis, apakah seorang perempuan atau laki-laki,tingkat pendidikan, profesi, dan fungsi. Bahasa menunjukkan identitas seseorang(Liliweri, 2011:363). Konsep-konsep dasar sosiolinguistik diantaranya mengenai bahasaucapan komunitas, bahasa dan prestise, jaringan sosial, bahasa internal versus bahasaeksternal, bahasa dan perbedaan kelas, kode bahasa sosial, deviasi bahasa, bahasa dankelompok umur, bahasa dan perbedaan geografi, serta bahasa dan gender (2011:364).Menurut Hipotesis Sapir-Whorf, sebenarnya setiap bahasa menunjukkan suatudunia simbolik yang khas, yang melukiskan realitas pikiran, pengalaman batin, dankebutuhan pemakainya. Jadi bahasa yang berbeda sebenarnya mempengaruhipemakainya untuk berpikir, melihat lingkungan, dan alam semesta di sekitarnya dengancara yang berbeda pula (Littlejohn, 2009:449). Salah satu cara menggambarkan dimanaperbedaan bahasa melukiskan perbedaan budaya, Basil Bernstein, dalam serangkaiankajian sastra tentang sosiologi bahasa, menemukan perbedaan penting dalampenggunaan bahasa di antara kelas sosial. Teori Basil Bernstein tentang kode-kode rumitdan terbatas menunjukkan bagaimana susunan bahasa yang digunakan dalampembicaraan sehari-hari mencerminkan dan membentuk asumsi-asumsi dari sebuahkelompok sosial. Asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa hubungan yang dijalin dalamsebuah kelompok sosial memengaruhi tindak tutur yang digunakan oleh kelompoktersebut. Terkadang, susunan tindak tutur yang digunakan oleh sebuah kelompokmembuat banyak hal yang berbeda menjadi relevan atau signifikan (Littlejohn, 2009:450).Kelas sosial dan pekerjaan adalah tanda-tanda linguistik yang paling pentingyang ditemukan dalam hampir setiap masyarakat. Kelas sosial menentukan pula kelasbahasa yang mereka gunakan (Liliweri, 2011:366). Dalam Teori Aturan dijelaskanmengenai peraturan-peraturan yang dimiliki suatu keluarga dapat membentuk polakomunikasi keluarga tersebut. Peran membimbing perilaku, hal ini sebagai bentukaturan komunikasi tentang bagaimana kita berkomunikasi dengan berbagai anggotakeluarga (Le Poire, 2006:79). Aturan-aturan ini dapat berupa eksplisit atau implisit.Aturan eksplisit dalam sebuah keluarga bersifat terbuka, tegas, jelas dan mudahdipahami. Aturan-aturan eksplisit dinyatakan dengan jelas dan dipahami secara baik.Sedangkan aturan implisit lebih halus dan dipahami dengan cara-cara tertentu. Peraturanjelas dan dapat dipahami dengan sendirinya (Le Poire, 2006:80).PENUTUPBahasa Jawa sebagai bahasa identitas keluarga Jawa tidak lagi digunakan secara intensif,terutama yang terjadi dalam komunikasi pada anak. Dengan adanya beragam bahasakomunikasi masa kini, orang tua lebih mementingkan untuk membiasakan kepada anakmengenai bahasa tersebut. Diantaranya, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yangbanyak digunakan oleh masyarakat luas dalam satu negara. Selain itu, orang tuaberusaha untuk mengajarkan bahasa asing yang dinilai lebih penting untuk dikuasai olehanak. Dalam keluarga Jawa ini, bahasa Arab dan bahasa Inggris dipilih orang tua untukdiajarkan kepada anak dan kemudian dibiasakan untuk diterapkan sebagai bahasakomunikasi sehari-hari.Orang tua dalam keluarga Jawa ini membebaskan terhadap bahasa komunikasiyang digunakan oleh anak-anak mereka. Orang tua tidak lagi mengharuskan anak untukmenguasai bahasa komunikasi tertentu, apalagi menggunakan bahasa Jawa secarasempuna. Bahasa yang digunakan oleh anak merupakan bahasa yang juga digunakanoleh masyarakat luas, sehingga anak tidak merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengansiapapun dan dalam situasi apapun. Anak tidak perlu memikirkan kepatutan bahasakomunikasi karena dapat digunakan kepada siapapun lawan bicara dan dalam situasiformal maupun non formal. Akibatnya, bahasa Jawa sebagai bahasa identitas budayaJawa tidak lagi diprioritaskan dalam penggunaannya oleh para generasi muda.Keluarga Jawa tidak lagi menerapkan bahasa Jawa secara sempurna. BahasaJawa terlalu sulit untuk dipelajari dengan berbagai tingkatan bahasanya. Orang tuamenganggap bahasa Indonesia lebih tepat digunakan dalam komunikasi sehari-hari.Selain itu, orang tua lebih mengutamakan mengajari anak dengan bahasa asing.Penggunaan bahasa Arab bertujuan agar anak lebih memahami agamanya serta bahasaInggris untuk lebih membuka wawasan dan memperluas ilmu pengetahuan. Denganbahasa Arab yang diterapkan oleh keluarga Jawa, maka keluarga lebih menjunjungtinggi nilai agama dibandingkan nilai budaya, sedangkan penerapan bahasa Inggris lebihmencerminkan keluarga modern yang mengikuti perkembangan zaman.Penelitian ini bukan hanya menggunakan pendekatan etnografi, melainkan jugamembutuhkan pendekatan fenomenologi dalam hal menjelaskan hasil penelitian. Hal inidilakukan untuk memperoleh data yang lebih utuh dalam pandangan peneliti terhadapobjek penelitian melalui pendekatan etnografi. Serta menganalisis hasil penelitian secaralebih sistematis melalui pendekatan fenomenologi. Etnografi adalah pendekatan dimanapeneliti berinteraksi langsung dengan masyarakat sosial penelitian, yang dapat dilakukanmelalui interaksi dan observasi langsung seperti wawancara formal (Moustakas,1994:27).Etnografi komunikasi adalah metode aplikasi etnografi sederhana dalam polakomunikasi sebuah kelompok. Etnografi komunikasi melihat pada pola komunikasi yangdigunakan oleh sebuah kelompok; mengartikan semua kegiatan komunikasi ini adauntuk kelompok; kapan dan di mana anggota kelompok menggunakan semua kegiatanini; bagaimana praktik komunikasi menciptakan sebuah komunitas; dan keragaman kodeyang digunakan oleh sebuah kelompok. Semua isu ini membutuhkan sebuah pendekatanfenomenologis, tetapi hasilnya sangat berorientasi sosial budaya, sehingga etnografikomunikasi mencampurkan kedua tradisi tersebut (Littlejohn & Foss, 2009: 460).Keluarga Jawa dapat menanamkan identitas budaya Jawa, salah satunyamengenai bahasa. Keluarga sebagai tempat penerapan awal pada anak untuk melakukankomunikasi secara verbal. Komunikasi verbal berkaitan erat dengan penggunaan bahasasebagai media komunikasi. Dengan adanya perkembangan zaman, penggunaan bahasadaerah yaitu bahasa Jawa sudah mengalami pergeseran dengan beralihnya keluargauntuk membiasakan berbahasa nasional dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa Indonesiadigunakan sebagai bahasa komunikasi karena digunakan oleh masyarakat dalam wilayahsecara luas, dalam satu negara. Keluarga Jawa merasa lebih setara ketika menggunakanbahasa Indonesia dengan siapapun lawan bicara mereka. Pada akhirnya, perkembanganzaman membawa keragaman bahasa pada keluarga Jawa. Bukan hanya bahasa Jawasebagai bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, melainkan adapula penambahan bahasa asing sebagai bahasa komunikasi yang penting untuk dikuasai.DAFTAR PUSTAKAChariri, Anis . 2009 . Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif . WorkshopPenelitian Kuantitatif dan Kualitatif Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro .31 Juli-1 Agustus 2009Endraswara, Suwardi . 2010 . Falsafah Hidup Jawa . Yogyakarta : Penerbit CakrawalaGeertz, Hildred . 1983 . Keluarga Jawa . Jakarta : Grafiti PersLe Poire, Beth A . 2006 . Family Communication: Nurturing and Control in a ChangingWorld . California : Sage PublicationLiliweri, Alo . 2011 . Komunikasi Serba Ada Serba Makna . Jakarta : Kencana PrenadaMedia GroupLittlejohn, Stephen W dan Karen A. Foss . 2009 . Teori Komunikasi . Jakarta : SalembaHumanikaMoustakas, Clark . 1994 . Phenomenological Research Method . California : SagePublicationsNusa Indah . 2012 . Semarang : Tim Penggerak PKK Prov Jawa Tengah Bank BPDJatengSamsuri . 1978 . Analisa Bahasa Memahami Bahasa Secara Ilmiah . Jakarta : ErlanggaTim Sosiologi . 2006 . Sosiologi 2: Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat . Jakarta :Yudhistirahttp://bahasa.kompasiana.com/2012/09/25/bahasa-indonesia-dan-bahasa-daerah-496 640.html, diakses 7 April 2013 pukul 10.40 WIB
Last update:
Interaksi Online, is published by Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024)7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.