BibTex Citation Data :
@article{IO10442, author = {Shintaloka Sicca and Wiwid Rakhmad and Dr Sunarto and M Yulianto}, title = {Negosiasi Identitas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam Mengkomunikasikan Gagasan Alternatifnya kepada Kelompok Mayoritas}, journal = {Interaksi Online}, volume = {4}, number = {1}, year = {2016}, keywords = {HTI, Gagasan, Negosiasi Identitas}, abstract = { Jika masing-masing elemen bangsa (kelompok kebudayaan) melihat kepentingan golongan atau pribadinya sendiri, maka Indonesia akan mengalami disintegrasi sosial yang berujung pada keruntuhan bangsa dan negara (Moesa, 2007: 231). HTI muncul dengan gagasan alternatif yang beranggapan tujuan ideal kehidupan terkait erat dengan religiositas di berbagai aspek. Tujuan HTI adalah mengembalikan kehidupan berasas hukum-hukum syara’ dengan khilafah sebagai institusi yang menaungi dan khalifah sebagai pemimpin peradaban. Serta merta historisitas mengenai kejayaan masa kekhilafahan terdahulu menjadi kiblat optimisme HTI mencapai tujuannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara HTI mengkomunikasikan gagasan alternatifnya kepada kelompok masyarakat mayoritas yang memiliki gagasan dominan mengenai konsep kebangsaan dan kenegaraan. Metodelogi penelitian yang digunakan adalah tipe kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang berupaya menjelaskan proses pengalaman aktivis dakwah HTI dalam mengkomunikasikan gagasan alternatifnya kepada anggota kelompok mayoritas. Penelitian ini didukung dengan Teori Negosiasi Identitas dari Stella Ting-Toomey dan Teori Kelompok Pendamping (Co-Cultural Theory) dari Mark Orbe. Selain itu, terdapat penambahan konsep mengenai identitas dan pembentukan persepsi. Informan dalam penelitian ini adalah aktivis dakwah HTI yang memiliki status struktural yang berbeda. Hasil penelitin menunjukkan bahwa interaksi komunikasi yang dilakukan para aktivis HTI kepada kelompok mayoritas terhadap gagasan alternatif HTI merupakan bentuk negosiasi identitas kultural yang dipengurahi oleh tujuan separasi dalam berkomunikasi. Secara spesifik aksi separasi yang dilakukan HTI meliputi sifat tegas (assertive), agresif (aggressive), dan ketidaktegasan (nonassertive). Interaksi komunikasi negosiasi identitas dengan tujuan tersebut dilakukan para aktivis dilandasi oleh pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan kesadaran (mindfulness) terhadap identitas kebudayaan HTI yang diperoleh sejak menjadi murid (daris/ darisah) HTI. Ketiga komponen negosiasi identitas tersebut digunakan oleh para aktivis untuk pembentukan persepsi baru anggota kelompok mayoritas. }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/10442} }
Refworks Citation Data :
Jika masing-masing elemen bangsa (kelompok kebudayaan) melihat kepentingangolongan atau pribadinya sendiri, maka Indonesia akan mengalami disintegrasisosial yang berujung pada keruntuhan bangsa dan negara (Moesa, 2007: 231).HTI muncul dengan gagasan alternatif yang beranggapan tujuan ideal kehidupanterkait erat dengan religiositas di berbagai aspek. Tujuan HTI adalahmengembalikan kehidupan berasas hukum-hukum syara’ dengan khilafah sebagaiinstitusi yang menaungi dan khalifah sebagai pemimpin peradaban. Serta mertahistorisitas mengenai kejayaan masa kekhilafahan terdahulu menjadi kiblatoptimisme HTI mencapai tujuannya.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara HTI mengkomunikasikangagasan alternatifnya kepada kelompok masyarakat mayoritas yang memilikigagasan dominan mengenai konsep kebangsaan dan kenegaraan. Metodelogipenelitian yang digunakan adalah tipe kualitatif dengan pendekatan fenomenologiyang berupaya menjelaskan proses pengalaman aktivis dakwah HTI dalammengkomunikasikan gagasan alternatifnya kepada anggota kelompok mayoritas.Penelitian ini didukung dengan Teori Negosiasi Identitas dari Stella Ting-Toomeydan Teori Kelompok Pendamping (Co-Cultural Theory) dari Mark Orbe. Selainitu, terdapat penambahan konsep mengenai identitas dan pembentukan persepsi.Informan dalam penelitian ini adalah aktivis dakwah HTI yang memiliki statusstruktural yang berbeda.Hasil penelitin menunjukkan bahwa interaksi komunikasi yang dilakukanpara aktivis HTI kepada kelompok mayoritas terhadap gagasan alternatif HTImerupakan bentuk negosiasi identitas kultural yang dipengurahi oleh tujuanseparasi dalam berkomunikasi. Secara spesifik aksi separasi yang dilakukan HTImeliputi sifat tegas (assertive), agresif (aggressive), dan ketidaktegasan(nonassertive). Interaksi komunikasi negosiasi identitas dengan tujuan tersebutdilakukan para aktivis dilandasi oleh pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill),dan kesadaran (mindfulness) terhadap identitas kebudayaan HTI yang diperolehsejak menjadi murid (daris/ darisah) HTI. Ketiga komponen negosiasi identitastersebut digunakan oleh para aktivis untuk pembentukan persepsi baru anggotakelompok mayoritas.
Last update:
Interaksi Online, is published by Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024)7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.