skip to main content

Melacak Jejak Penemuan Mata Air Pemandian Air Panas Krakal di Kabupaten Kebumen: Sebuah Pendekatan Budaya

Dina Tri Lestari  -  Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Indonesia
*Siti Maziyah, M.Hum.  -  Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Indonesia

Citation Format:
Abstract
Istilah no document no history menjadikan sejarah kurang dapat berkembang karena sumber sejarah hanya terpaku pada sumber tertulis. Jika sumber tertulis tidak ada, maka sebuah peristiwa di masa lampau tidak dapat ditulis menjadi sejarah. Hal ini tentunya tidak adil bagi penulisan sejarah lokal yang hanya memiliki sedikit sumber tertulis, seperti Pemandian Air Panas Krakal di Kebumen. Dengan menggunakan metode sejarah, kajian ini bertujuan untuk melacak jejak penemuan mata air Pemandian Air Panas Krakal melalui pendekatan budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak masa Pemerintah Hindia Belanda, Pemandian Air Panas Krakal telah memiliki reputasi sebagai tempat penyembuhan. Legenda penemuan mata air Pemandian Air Panas Krakal lebih banyak dituturkan dibandingkan dengan fakta sejarah. Sebagai sebuah legenda, penemuan mata air ini selalu dikaitkan dengan nama tokoh Ki Ageng Sabdaguna. Makamnya yang berada di Bukit Si Kenap sebelah selatan Pemandian Air Panas Krakal telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Kebumen. Berdasarkan legenda, nama tokoh, dan makam tokoh, fakta sejarah mengenai penemuan mata air Pemandian Air Panas Krakal dapat ditemukan dalam manuskrip milik keturunan Aroengbinang yang tercantum dalam surat kabar pada masa Hindia Belanda.
Fulltext
  1. Bad Krakal (Van een medewerker) ‘Het Indische Wiesbaden’. (25 April 1935). De Indisch Courant
  2. De Badplaats Krakal. (12 Agustus 1901).De Locomotief,
  3. De Badplaats Krakal. (1 Mei 1915). De Sumatra Post
  4. De Badplaats Krakal. (Oktober 1917). De Indische Mercuur, hlm 877-889
  5. Darban, Ahmad Adaby. (2014). Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah. Humaniora, Volume 16, Nomor 1, hlm. 27-34
  6. Effen, Van. (26 Juni 1901). Het geneeskrachtig bad Krakal. De Locomotief
  7. Groeneman, I. (12 Juli 1902). De Wordingsgechiendenis van het bad Krakal bij Keboemen. Soerabaiasch Handelsblad
  8. KBBI. Legenda. Diakses 19 Oktober 2020, dari https://kbbi.web.id/legenda
  9. Kolopaking, R. Tirto Wenang. (2006). Sejarah Silsilah Wiraseba Banyumas Ki Ageng Mangir Kolopaking Arung Binang. Jakarta: Trah Kolopaking–Komplek Taman Buaran Indah I
  10. Krakalsche genezingen. (25 April 1935). De legende van de bron. Heil voor rheumatieklijders. De Indische Courant
  11. Nurhayati. (2020). Penulisan Sejarah (Historiografi): Mewujudkan Nilai-Nilai Kearifan Budaya Lokal Menuju Abad 21. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, Vol. 1 No. 1, 2 hlm. 258. http://fkip.um-palembang.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/26.-Nurhayati.pdf
  12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2013 Tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia
  13. Priyadi, Sugeng. (2019). Sejarah Lokal. Yogyakarta: Penerbit Ombak
  14. Sumaryadi, Rumi Winarsih. (2020). Kajian Foklor (Modul Pembelajaran., staffnew.uny.ac.id/upload/130891327/pendidikan/modul+pembelajaran+foklor.pdf, diakses 30 November 2020)
  15. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
  16. Informan
  17. Endot Sudarmadji
  18. Heru Setyo Prabowo
  19. Ratoso

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.