BibTex Citation Data :
@article{IO8926, author = {Williams Saragih and Agus Naryoso and Taufik Suprihartini and Triyono Lukmantoro}, title = {Representasi Aturan Adat Pemilihan Pasangan (Romantic Relationship) Masyarakat Batak dalam Film Mursala}, journal = {Interaksi Online}, volume = {3}, number = {3}, year = {2015}, keywords = {Batak, representasi, adat, keluarga, superior}, abstract = { Masyarakat Batak memiliki aturan pemilihan pasangan (romantic relationship). Aturan yang mengatur siapa saja yang boleh dinikahi dan siapa yang tidak boleh untuk dinikahi berdasarkan janji yang ditetapkan, tidak boleh saling menikah bagi sepasang kekasih yang memliki marga yang sama. Di sisi lain ideal bagi masyarakat Batak menikahi anak perempuan dari tulang (paman). Mursala adalah film drama cinta berbalut kebudayaan Batak yang bercerita tentang Anggiat Simbolon, seorang pengacara yang mencoba mempertahankan hubungan cintanya dengan Clarissa Saragih di tengah larangan adat. Film ini menekankan aturan pernikahan adat Batak yang harus dijalankan dan dipertahankan sampai sekarang dan perasaan cinta yang berbenturan dengan nilai adat sehingga menimbulkan konflik dalam keluarga dan masyarakat adat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui representasi aturan pemilihan pasangan (romantic relationship) masyarakat Batak dalam film Mursala. Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, menggunakan pendekatan signifikasi dua tahap dari teori semiotika Roland Barthes dan analisis semiotika dengan teknik analisis data dari konsep kode-kode televisi John Fiske. Analisis dilakukan dengan tiga level, yakni level realitas, level representasi, dan level ideologi. Level realitas dan level representasi dianalisis secara sintagmatik, sedangkan analisis secara paradigmatik untuk level ideologi. Hasil penelitian menemukan bahwa adat sebagai nilai yang memiliki kekuatan untuk mengatur perilaku harus tetap dijalankan dan dipertahankan. Melalui analisis sintagmatik pada level realitas dan representasi peneliti menemukan makna peneguhan adat sebagai proses penerapan dan penjagaan nilai-nilai adat dari tindakan pelanggaran. Selain itu peneliti juga menemukan konflik yang terjadi dalam penerapan nilai adat yang ditampilkan sebagai dampak benturan kepentingan individu dengan nilai adat. Sedangkan melalui analisis paradigmatik pada level ideologi peneliti menemukan penegasan kolektivisme keluarga sebagai agen kebudayaan serta kekakuan dan superior nilai adat. Konstruksi ideologi kolektivisme keluarga sebagai agen kebudayaan menampilkan fungsi dan pembagian peran anggota keluarga dalam penanaman nilai serta sistem pengawasan terlaksananya nilai adat. Konstruksi kekakuan dan sifat superior adat direpresentasikan lewat ketidakberdayaan Anggiat sebagai pengacara untuk mempertahankan hubungan cintanya di hadapan hukum adat. Selain itu didapati bahwa keyakinan terhadap keabsolutan nilai adat sebagai faktor dipertahankan adat sebagai pedoman perilaku. }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/8926} }
Refworks Citation Data :
Masyarakat Batak memiliki aturan pemilihan pasangan (romantic relationship).Aturan yang mengatur siapa saja yang boleh dinikahi dan siapa yang tidak boleh untukdinikahi berdasarkan janji yang ditetapkan, tidak boleh saling menikah bagi sepasangkekasih yang memliki marga yang sama. Di sisi lain ideal bagi masyarakat Batakmenikahi anak perempuan dari tulang (paman). Mursala adalah film drama cintaberbalut kebudayaan Batak yang bercerita tentang Anggiat Simbolon, seorangpengacara yang mencoba mempertahankan hubungan cintanya dengan Clarissa Saragihdi tengah larangan adat. Film ini menekankan aturan pernikahan adat Batak yang harusdijalankan dan dipertahankan sampai sekarang dan perasaan cinta yang berbenturandengan nilai adat sehingga menimbulkan konflik dalam keluarga dan masyarakat adat.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui representasi aturan pemilihan pasangan(romantic relationship) masyarakat Batak dalam film Mursala. Tipe penelitian iniadalah deskriptif kualitatif, menggunakan pendekatan signifikasi dua tahap dari teorisemiotika Roland Barthes dan analisis semiotika dengan teknik analisis data dari konsepkode-kode televisi John Fiske. Analisis dilakukan dengan tiga level, yakni level realitas,level representasi, dan level ideologi. Level realitas dan level representasi dianalisissecara sintagmatik, sedangkan analisis secara paradigmatik untuk level ideologi.Hasil penelitian menemukan bahwa adat sebagai nilai yang memiliki kekuatanuntuk mengatur perilaku harus tetap dijalankan dan dipertahankan. Melalui analisissintagmatik pada level realitas dan representasi peneliti menemukan makna peneguhanadat sebagai proses penerapan dan penjagaan nilai-nilai adat dari tindakan pelanggaran.Selain itu peneliti juga menemukan konflik yang terjadi dalam penerapan nilai adatyang ditampilkan sebagai dampak benturan kepentingan individu dengan nilai adat.Sedangkan melalui analisis paradigmatik pada level ideologi peneliti menemukanpenegasan kolektivisme keluarga sebagai agen kebudayaan serta kekakuan dan superiornilai adat. Konstruksi ideologi kolektivisme keluarga sebagai agen kebudayaanmenampilkan fungsi dan pembagian peran anggota keluarga dalam penanaman nilaiserta sistem pengawasan terlaksananya nilai adat. Konstruksi kekakuan dan sifatsuperior adat direpresentasikan lewat ketidakberdayaan Anggiat sebagai pengacarauntuk mempertahankan hubungan cintanya di hadapan hukum adat. Selain itu didapatibahwa keyakinan terhadap keabsolutan nilai adat sebagai faktor dipertahankan adatsebagai pedoman perilaku.
Last update:
Interaksi Online, is published by Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024)7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.