skip to main content

Memahami Pengalaman Komunikasi Konselor dan Perempuan Korban KDRT Pada Proses Pendampingan di PPT Seruni Kota Semarang


Citation Format:
Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena kekerasan dalam rumah tangga yang
banyak dialami oleh para perempuan namun masih dianggap oleh masyarakat sebagai
permasalahan domestik yang tidak layak untuk diketahui oleh umum. Anggapan bahwa hal
tersebut sangat tabu dibicarakan karena berkaitan dengan urusan privat antara suami dan istri
yang pada akhirnya membuat permasalahan KDRT ini jauh dari penyelesaian dan semakin
berlarut dengan peningkatan jumlah kasus maupun korbannya. Kasus KDRT layaknya
fenomena gunung es yang mana jumlah kasus yang sebenarnya terjadi jauh lebih banyak
dibanding yang dilaporkan dan terungkap karena kurangnya pemahaman para perempuan
bahwa kasus KDRT merupakan kasus publik yang hendaknya dilaporkan kepada pihak yang
berwajib maupun pada lembaga-lembaga perlindungan perempuan dan anak. Pusat Pelayanan
Terpadu (PPT) Seruni sebagai lembaga perlindungan perempuan dan anak merupakan
lembaga yang memberikan layanan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di
Kota Semarang. PPT Seruni memberikan pendampingan baik pendampingan hukum, medis,
psikologis agar terpenuhinya hak-hak perempuan dan anak atas layanan pemulihan dan
penguatan serta mendapat solusi yang tepat yang memungkinkan perempuan dan anak hidup
layak.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memahami pengalaman komunikasi antara
konselor dan perempuan korban KDRT pada proses pendampingan di PPT Seruni Kota
Semarang. Teori yang digunakan adalah teori komunikasi antarpribadi, teori self disclosure,
teori diri oleh Carl Rogers, teori hubungan Aku-Engkau dari Martin Buber, teori dialogis
Mikhail Bakhtin. Untuk mendeskripsikan secara detail pengalaman komunikasi antara
konselor dengan perempuan korban KDRT penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi. Subyek dalam penelitian ini adalah konselor (pendamping)
dari PPT Seruni dan perempuan korban KDRT yang menjalani pendampingan di PPT Seruni.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pendampingan dimaksudkan untuk
memberikan penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban agar korban merasa aman
dan mendapat perlindungan. Terdapat perbedaan cara berkomunikasi yang dilakukan oleh
konselor saat melakukan pendampingan dengan korban KDRT. Dalam menghadapi korban
yang tertutup, konselor berusaha untuk lebih berhati-hati dalam melakukan pendampingan
berkaitan dengan tingkat sensitifitasnya yang lebih tinggi. Sedangkan dengan korban yang
terbuka, konselor dapat lebih mudah dalam melakukan pendampingan. Proses dialog antara
konselor dengan korban KDRT efektif dijalankan dengan adanya keterbukaan kedua belah
pihak dalam menjalankan proses komunikasi. Keterbukaan diri para korban saat menjalani
pendampingan sangat diperlukan oleh konselor berkaitan dengan langkah strategi yang harus
dijalankan untuk membantu korban menyelesaikan masalahnya. Menyesuaikan diri dengan
latar belakang dan kondisi korban dilakukan oleh para konselor dengan penggunaan bahasa
yang mudah atau dapat dimengerti oleh korban yang sesuai dengan bahasa sehari-hari korban
dapat membuat korban merasa nyaman saat proses pendampingan berlangsung.
Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Fulltext View|Download

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.