BibTex Citation Data :
@article{IO4350, author = {MERCYANA YULION and Sri Lestari and Wiwid Rakhmad}, title = {MEMAHAMI PENGALAMAN KOMUNIKASI PENGASUHAN ANAK DALAM EXTENDED FAMILY}, journal = {Interaksi Online}, volume = {2}, number = {1}, year = {2014}, keywords = {}, abstract = { JURNAL MEMAHAMI PENGALAMAN KOMUNIKASI PENGASUHAN ANAK DALAM EXTENDED FAMILY MERCYANA MAJESTY YULION D2C009132 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013 MEMAHAMI PENGALAMAN KOMUNIKASI PENGASUHAN ANAK DALAM EXTENDED FAMILY ABSTRAKSI Keluarga merupakan lembaga sosial inti di dalam masyarakat, sebab di dalam keluargalah seorang anak memperoleh berbagai bekal dalam menghadapi kehidupannya kelak di masyarakat. Konsep keluarga meluas (extended family) atau keluarga besar yang tidak hanya terdiri dari orang tua dan anak (keluarga inti) tetapi juga anggota keluarga besar yang lain seperti kakek-nenek, paman, bibi, dan saudara sepupu. Di dalam keluarga besar yang memiliki anak sebagai salah satu anggotanya menimbulkan adanya intervensi atau campur tangan juga dominasi pengasuhan anak oleh anggota keluarga besar selain orang tua kandung anak itu sendiri. Penelitian ini menggunakan genre interpretif dan tradisi fenomenologi yang berusaha untuk menyelami dunia pengalaman perceiver dalam kasus ini, yaitu orang tua dan anggota keluarga besar yang lain ketika melakukan kegiatan pengasuhan anak sehari-hari di dalam keluarga besar. Dengan menggunakan teori relational dialectics theory (RDT) atau teori dialektika hubungan yang berfokus pada dialog multivocal dalam komunikasi keluarga, penelitian ini berupaya untuk menjelaskan pemaknaan partisipan terhadap pengasuhan anak dalam keluarga besar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa figur orang tua di dalam keluarga besar memiliki pemaknaan bahwa pengasuhan anak, selain dari segi fisik seperi memberikan suplai kebutuhan pokok, juga berkaitan dengan segi psikis dan sosial yang diwujudkan dalam bentuk kasih sayang, perhatian, komunikasi, pembelajaran, serta kontrol orang tua kepada anak-anak. Keberadaan pihak ketiga dalam pengasuhan anak dipandang dapat memicu konflik akibat perbedaan cara pandang dan cara pengasuhan anak. Hal ini terlihat pada pengalaman informan, di mana keberadaan anggota keluarga lain sebagai pihak ketiga yang lebih banyak berinteraksi dengan anak pada pengasuhan anak dalam keluarga besar, kerap menimbulkan konflik antara orang tua dan anggota keluarga besar. Penyelesaian masalah dalam keluarga besar dilakukan dengan gaya collaboration dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik berdiskusi mengenai suatu masalah untuk diselesaikan bersama. Kata kunci: intervensi, pengasuhan anak, keluarga besar UNDERSTANDING THE COMMUNICATION EXPERIENCE OF PARENTING IN EXTENDED FAMILY ABSTRACT The family is a core social institution in society, as in the family a child obtains various provisions to face their future life in the community. The concept of an extended family or a big family does not only consist of parents and children (nuclear family), but also other major family members, such as grandparents, uncles, aunts, and cousins. In an extended families who have children as their members raises any intervention or interference, and also the dominance of parenting by a family member other than the child's biological parents itself. This research uses interpretive genre and phenomenology approach to deeply understanding the perceiver's world, which is parents and other family members when performing activities of daily child care within the family. By accomodating the theory of relational dialectics (RDT) focusing on family communication in multivocal dialog, this study seeks to explain participants’s definition of parenting in an extended family. The results of this research shows that the figure of the elderly within the family have the meaning of parenting, aside from the physical aspects such as delivering supplies of basic necessities, also related to psychic and social aspect which is manifested in the form of affection, attention, communication, learning, as well as parent’s control to children. The presence of a third party in parenting is seen could trigger the conflict due to differences in viewpoints and ways of parenting. It can be seen at the informants’s experience, in which the existence of other family members as third parties that dominate the parenting in an extended family, often gives rise the conflicts between parents and other family members. To solve a problem in an extended family is using collaboration style where the parties involved in the conflict discuss about an issue to be resolved together. Keywords: intervention, parenting, extended family Pendahuluan Pengasuhan anak di dalam sebuah keluarga meluas (extended family) tidak hanya menjadi dominasi orang tua si anak, tetapi turut menimbulkan adanya intervensi bahkan dominasi dari keluarga besar. Mengasuh dan merawat anak menjadi peran dan tanggung jawab orang tua di dalam keluarga. Namun di saat sebuah keluarga inti tinggal bersama dengan orang tua maupun saudara-saudara mereka, maka peran mengasuh dan merawat tidak hanya menjadi milik orang tua. Akibatnya muncul suatu campur tangan atau intervensi dari keluarga besar di dalam pengasuhan anak tersebut. Keluarga merupakan lembaga sosial dasar di dalam masyarakat. Dalam praktiknya masyarakat memiliki berbagai definisi mengenai keluarga. Keluarga inti (nuclear family) merupakan keluarga yang didasarkan pada pertalian perkawinan atau kehidupan suami-istri dengan anak-anak mereka. Selain keluarga inti, juga ada keluarga hubungan sedarah yang dewasa ini lebih dikenal dengan istilah keluarga meluas (extended family), yaitu keluarga inti berikut kerabat lain dengan siapa hubungan baik dipelihara dan dipertahankan. Bentuk keluarga ini tidak didasarkan pada perkawinan, melainkan pada pertalian darah dari sejumlah kerabat dekat. (Horton, 2006: 268). Bentuk keluarga tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat sekitar tempat tinggal. Bagi masyarakat kebudayaan barat keluarga bisa terbentuk baik dengan atau tanpa ikatan perkawinan yang sah, sedangkan di budaya timur yang disebut keluarga adalah mereka yang terikat dalam ikatan perkawinan yang sah. Jumlah anggota keluarga di masyarakat barat biasanya hanya terdiri dari anggota keluarga inti yaitu ayah, ibu, dan anak. Sedangkan di masyarakat timur konsep anggota keluarga bukan hanya terdiri dari keluarga inti namun termasuk anggota keluarga yang lainnya seperti nenek, kakek, adik, keponakan, dan sebagainya yang tinggal dalam satu rumah. (Sumarwan, dalam Wardyaningrum, 2010: 289-298). Perubahan bentuk keluarga inti akan menimbulkan kesulitan dalam komunikasi keluarga dan peran yang disandang. Hal ini juga berlaku ketika bentuk keluarga inti berubah ke bentuk keluarga meluas. Anak yang dibesarkan oleh kakek-neneknya mungkin merasa bahwa bentuk keluarganya tidak lazim dan menolak untuk membicarakan tentang keluarganya ketika berada di sekolah. (Le Poire, 2006: 17-19). Salah satu peran utama dalam keluarga inti adalah pengasuhan anak. Namun di dalam sebuah keluarga meluas (extended family) peran ini tidak hanya menjadi dominasi orang tua, tetapi turut menimbulkan adanya intervensi dari keluarga besar. Peran yang disandang oleh ayah dan ibu di dalam keluarga inti sebenarnya memiliki porsi yang sama terutama dalam hal mendidik anak mereka. Pendidikan non formal dalam lingkungan keluarga sadar atau tidak, akan turut membentuk karakter dan kepribadian anak. (Le Poire, 2006: 16-22). Sosialisasi juga menjadi salah satu fungsi keluarga. Keluarga menjadi ujung tombak bagi masyarakat untuk melakukan sosialisasi kepada anak-anak mengenai alam dewasa sehingga nantinya mereka dapat berfungsi dengan baik di dalam masyarakat itu. (Horton, 2006: 275-276). Fungsi sosialisasi tersebut diterapkan perlahan-lahan dalam proses pengasuhan anak. Pengasuhan yang dilakukan keluarga ini memiliki pola. Menurut pedoman yang dikeluarkan oleh Tim Penggerak PKK Pusat (1995) yang dimaksud sebagai pola asuh anak dalam keluarga, adalah usaha orang tua dalam membina anak dan membimbing anak baik jiwa maupun raganya sejak lahir sampai dewasa (18 tahun), serta kegiatan kompleks yang memiliki dampak pada anak dengan tujuan menciptakan kontrol pada anak. (Puspa, 2013). Keberadaan beberapa orang dewasa ini memicu adanya intervensi atau ikut campur tangan bahkan dominasi dari orang-orang sekitar dalam mendidik anak. Keberadaan keluarga besar yang terlibat dalam mengasuh anak terkadang menimbulkan kontra terhadap peraturan yang sudah disepakati sebelumnya yang dapat menimbulkan kebingungan bagi anak. Bahkan dominasi pengasuhan oleh pihak ketiga membuatnya menjadi lebih dekat dengan anak, sehingga memicu adanya kecemburuan orang tua terhadap pihak ketiga. Hal-hal tersebut dapat memicu konflik di antara orang tua si anak dengan anggota keluarga besar yang lain. Teori dan Metoda Penelitian Teori dialektika hubungan (RDT) digunakan untuk memahami bahwa orangorang yang telah memiliki hubungan menggunakan komunikasi untuk mengatasi kekuatan yang bertentangan secara alami yang menimpa hubungan mereka setiap saat. RDT menjelaskan bagaimana di dalam setiap hubungan mengalami kontradiksi dialektika, yaitu suara-suara yang bersatu tetapi bertentangan. Dalam teori ini disebutkan 3 pandangan mengenai dialog yaitu dialog sebagai proses konstitutif, dialog sebagai percakapan, dan dialog sebagai estetika. (Littlejohn dan Foss, 2009: 298-300). Pengasuhan anak dalam keluarga besar melibatkan beberapa pihak selain orang tua kandung si anak. Hubungan antar partisipan (orang tua, kakek-nenek, paman, bibi, anak) berkembang melalui proses komunikasi yang kontradiktif terutama dalam konteks pengasuhan anak. Pemaknaan masing-masing individu terhadap pengasuhan anak mungkin berbeda dan bahkan bertentangan. Dalam perbedaan ini justru makna dapat terbentuk. Tidak menutup kemungkinan masingmasing individu dapat saling mengerti dan hubungan keluarga semakin dekat. Dalam keluarga besar yang terdiri dari beberapa individu menggunakan dialog sebagai proses komunikasi yang tidak terlepas dari kontradiksi dialektika. Meski terdapat kontradiksi, dalam dialog tersebut muncul suatu pemahaman yang estetis tentang hubungan keluarga besar yang dimiliki oleh partisipan (Littlejohn dan Foss, 2009: 306). Sedangkan untuk menyelesaikan konflik yang muncul di dalam keluarga, terdapat lima macam gaya penyelesaian konflik menurut K.W.Thomas dan R.H. Killmann (dalam Bebee, 2005: 231-236): (1) avoidance atau menghindar dari masalah yang ada, (2) accomodation atau mengalah kepada partner, (3) competition atau menyelesaikan masalah dengan beradu pendapat hingga salah satu pihak menang, (4) compromise atau menentukan jalan tengah, (5) collaboration atau menampilkan konflik sebagai sebuah masalah untuk diselesaikan bersama-sama. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif yang merujuk pada paradigma intepretif. Penelitian tipe kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan alamiah untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus dan tidak mengadakan perhitungan. (Moleong, 2007: 3-5). Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji fenomena tersebut adalah tradisi fenomenologi. Fenomenologi berusaha memahami arti suatu peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu, dimana yang ditekankan adalah aspek subjektif dari perilaku orang tersebut. Fenomenologi menganggap bahwa manusia secara aktif merepresentasikan pengalaman mereka dan memahami dunia berdasarkan pengalaman mereka. (Littlejohn, 2002: 38). Komunikasi dalam pengasuhan anak merupakan fenomena yang dialami secara sadar yang diseleksi untuk menjadi pengalaman masing-masing individu. Tujuan penelitian ini sejalan dengan tujuan fenomenologi, yaitu untuk mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran, dan tindakan, seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. (Kuswarno, 2009: 2). Memahami Pengalaman Komunikasi Pengasuhan Anak Dalam Extended Family Cara pengasuhan anak yang diterapkan seseorang tidak terlepas dari pemaknaan masing-masing individu terhadap pengasuhan itu sendiri. Pengasuhan anak di mata para informan bukan saja merupakan perkara fisik atau sesuatu hal yang dapat dilihat mata. Lebih dari itu seluruh informan mengungkapkan bahwa pengasuhan anak juga berkaitan dengan memberikan pendidikan baik secara psikis dan sosial dalam bentuk kasih sayang, perhatian, komunikasi, pembelajaran, dan kontrol. Le Poire (2006: 134) mencatat bahwa figur orang tua di dalam keluarga amat memperhatikan keperluan anak-anak agar mereka tumbuh dengan sehat. Orang tua berkomunikasi dalam cara-cara yang dibentuk untuk membantu anak berkembang secara intelektual, fisik, emosional, dan sosial, yang mengarah pada kesehatan dan kesejahteraan terbaik bagi mereka. Kegiatan pengasuhan anak yang dilakukan para informan sehari-hari dilakukan bergantian dengan anggota keluarga besar yang lain, biasanya berdasarkan waktu luang di luar jam kerja mereka. Aktifitas keseharian tersebut terkadang digunakan informan untuk berbincang-bincang dengan anak, mengajak mereka bercerita kegiatan selama di sekolah, atau menjelaskan kepada anak halhal yang baru mereka temukan. Akan tetapi kemajuan teknologi yang berkembang sampai ke dunia permainan lebih menarik bagi anak-anak dari pada harus menuruti perintah orang tua untuk belajar, tidur siang, bahkan makan. Dalam menghadapi dan menyelesaikan hal ini hampir seluruh informan mengambil langkah serupa yaitu memarahi anak dan menjelaskan. Langkah ini selalu dilakukan agar perilaku anak dapat terkontrol dengan baik. Meskipun berpartisipasi dalam kegiatan pengasuhan anak yang melibatkan orang ketiga, mayoritas informan justru menyatakan ketidaksetujuan bahkan ketidaksukaan terhadap keberadaan pihak ketiga dalam proses pengasuhan anak. Menurut mereka campur tangan pihak ketiga justru berpotensi menimbulkan perbedaan pandangan yang berdampak pada perbedaan cara pengasuhan anak. Berdasarkan temuan penelitian kedua ibu yang menjadi informan memiliki pandangan bahwa sebagai ibu, mereka lah yang mengemban tanggung jawab dalam mengasuh anak, sementara anggota keluarga besar hanya membantu, selama yang bersangkutan tidak bisa melakukan kewajibannya. Strategi komunikasi pengasuhan anak meliputi aspek perawatan dan kontrol. (Baumrind, dalam Le Poire 2006: 134-139). Kedua hal ini memerlukan proses interaksi orang tua dan anak. Dalam penelitian ini ditemukan suatu realita dimana anggota keluarga besar memiliki intensitas interaksi dengan anak yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan ibu sebagai orang tua, sehingga seolaholah mereka mendominasi pengasuhan anak. Tingginya intensitas interaksi pihak ketiga dengan anak dalam keluarga besar membuat anak-anak lebih merasa dekat dan terbuka kepada nenek dan paman. Upaya Menangani Konflik tentang Pengasuhan Anak dalam Extended Family Saat berhubungan dengan pengasuhan anak di dalam keluarga, terutama dalam keluarga besar, dimungkinkan terjadi adanya perbedaan pendapat, cara pandang, cara pengasuhan, yang seringkali menimbulkan pertengakaran di antara anggota keluarga. Dalam menyelesaikan masalah tentang pengasuhan anak dalam keluarga besar, masing-masing informan mengesampingkan gaya penyelesaian konfliknya, dan cenderung mengambil gaya collaboration dimana mereka mengambil jalan berdiskusi dengan anggota keluarga yang bermasalah untuk mencari jalan keluarnya bersama-sama. Semua proses komunikasi secara tatap mata tersebut dilakukan tanpa adanya pihak ketiga dari anggota keluarga besar yang menjadi penengah. Berdasarkan pengalaman menghadapi konflik di dalam keluarga, semua informan sepakat bahwa mereka tetap memiliki hubungan baik dengan anggota keluarga, bahkan menjadi semakin dekat dan mengenal kepribadian masingmasing. Kesimpulan 1. Kegiatan pengasuhan anak dianggap lebih tepat jika dilakukan oleh orang tua kandung anak dari pada oleh figur orang tua yang lain, sebab merekalah yang lebih mengerti apa saja kebutuhan pokok anak. Anggota keluarga besar hanya bersifat mendukung dalam proses kegiatan pengasuhan dalam bentuk memberikan perhatian dan memenuhi kebutuhan anak di saat orang tua kandung mereka tidak berada di rumah karena berbagai alasan, misalnya karena harus bekerja. 2. Proses pengasuhan anak yang terjadi di dalam keluarga besar tetap melibatkan dimensi responsif dan tuntutan guna mengarahkan perilaku anak. Gaya authoritative di mana tingkat responsif dan kontrol tinggi menjadi pilihan anggota keluarga dengan pertimbangan anak-anak akan menjadi lebih segan terhadap figur orang tua memegang kuasa penuh atas diri mereka, namun di saat lain tetap memberikan perhatian, kehangatan, dan kasih sayang. 3. Perbedaan cara pengasuhan dan intensitas komunikasi tatap muka dengan anak di antara orang tua dan anggota keluarga besar berdampak pada kedekatan dan keterbukaan anak dengan pihak ketiga lebih besar dari pada dengan orang tuanya sendiri. 4. Penyelesaian konflik yang muncul di dalam keluarga besar cenderung menggunakan gaya collaboration di mana anggota keluarga besar berdiskusi mengenai suatu masalah untuk diselesaikan bersama. Gaya penyelesaian konflik individu tidak selalu diterapkan. Mereka akan menyesuaikan diri dengan anggota keluarga yang lain, terutama demi kepentingan anak-anak. DAFTAR PUSTAKA Beebe, Steven. A. (2005). Interpersonal Communication Relating to Others(4th ed). USA : Pearsons Education. Braithwaite, Dawn O and Leslie A. Baxter. (2006). Engaging Theories in Family Communication Multiple Perspectives. California: Sage Publications, Inc. Horton, Paul dan Chester L. Hunt. (2006). Sosiologi Jilid I (Edisi 6). Jakarta: Erlangga Kuswarno, Engkus. (2009). Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi: Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitian. Bandung: Widya Padjadjaran Le Poire, Beth. A. (2006). Family Communication Nurturing and Control in a Changing World. California: Sage Publication Littlejohn, Stephen W. (2002). Theories of Human Communication (7th ed).USA:Wadsworth. Littlejohn, Stephen W dan Karen A. Foss. (2009). Teori Komunikasi(Edisi 9). Jakarta: Salemba Humanika. Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Wadyaningrum, Damayanti. (2010). Pola Komunikasi Keluarga dalam Menentukan Konsumsi Nutrisi bagi Anggota Keluarga. Jurnal Ilmu KomunikasiFISIP UPN Yogyakarta 8 (3): 289-298. Puspa, Dian. (2013). Pola Asuh Anak dalam Keluarga (Makalah). http://blogdianpuspa. blogspot.com/2013/04/pola-asuh-anak-dalam-keluargamakalah. html. Diunduh 1 Juli 2013, pukul 10.20 WIB }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/4350} }
Refworks Citation Data :
JURNALMEMAHAMI PENGALAMAN KOMUNIKASI PENGASUHAN ANAKDALAM EXTENDED FAMILYMERCYANA MAJESTY YULIOND2C009132JURUSAN ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2013MEMAHAMI PENGALAMAN KOMUNIKASI PENGASUHAN ANAKDALAM EXTENDED FAMILYABSTRAKSIKeluarga merupakan lembaga sosial inti di dalam masyarakat, sebab di dalamkeluargalah seorang anak memperoleh berbagai bekal dalam menghadapikehidupannya kelak di masyarakat. Konsep keluarga meluas (extended family)atau keluarga besar yang tidak hanya terdiri dari orang tua dan anak (keluarga inti)tetapi juga anggota keluarga besar yang lain seperti kakek-nenek, paman, bibi, dansaudara sepupu. Di dalam keluarga besar yang memiliki anak sebagai salah satuanggotanya menimbulkan adanya intervensi atau campur tangan juga dominasipengasuhan anak oleh anggota keluarga besar selain orang tua kandung anak itusendiri.Penelitian ini menggunakan genre interpretif dan tradisi fenomenologiyang berusaha untuk menyelami dunia pengalaman perceiver dalam kasus ini,yaitu orang tua dan anggota keluarga besar yang lain ketika melakukan kegiatanpengasuhan anak sehari-hari di dalam keluarga besar. Dengan menggunakan teorirelational dialectics theory (RDT) atau teori dialektika hubungan yang berfokuspada dialog multivocal dalam komunikasi keluarga, penelitian ini berupaya untukmenjelaskan pemaknaan partisipan terhadap pengasuhan anak dalam keluargabesar.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa figur orang tua di dalam keluargabesar memiliki pemaknaan bahwa pengasuhan anak, selain dari segi fisik seperimemberikan suplai kebutuhan pokok, juga berkaitan dengan segi psikis dan sosialyang diwujudkan dalam bentuk kasih sayang, perhatian, komunikasi,pembelajaran, serta kontrol orang tua kepada anak-anak. Keberadaan pihak ketigadalam pengasuhan anak dipandang dapat memicu konflik akibat perbedaan carapandang dan cara pengasuhan anak. Hal ini terlihat pada pengalaman informan, dimana keberadaan anggota keluarga lain sebagai pihak ketiga yang lebih banyakberinteraksi dengan anak pada pengasuhan anak dalam keluarga besar, kerapmenimbulkan konflik antara orang tua dan anggota keluarga besar. Penyelesaianmasalah dalam keluarga besar dilakukan dengan gaya collaboration dimanapihak-pihak yang terlibat dalam konflik berdiskusi mengenai suatu masalah untukdiselesaikan bersama.Kata kunci: intervensi, pengasuhan anak, keluarga besarUNDERSTANDING THE COMMUNICATION EXPERIENCE OFPARENTING IN EXTENDED FAMILYABSTRACTThe family is a core social institution in society, as in the family a child obtainsvarious provisions to face their future life in the community. The concept of anextended family or a big family does not only consist of parents andchildren (nuclear family), but also other major family members, such asgrandparents, uncles, aunts, and cousins. In an extended families who havechildren as their members raises any intervention or interference, and also thedominance of parenting by a family member other than the child's biologicalparents itself.This research uses interpretive genre and phenomenology approach todeeply understanding the perceiver's world, which is parents and other familymembers when performing activities of daily child care within the family. Byaccomodating the theory of relational dialectics (RDT) focusing on familycommunication in multivocal dialog, this study seeks to explain participants’sdefinition of parenting in an extended family.The results of this research shows that the figure of the elderly within thefamily have the meaning of parenting, aside from the physical aspects such asdelivering supplies of basic necessities, also related to psychic and social aspectwhich is manifested in the form of affection, attention, communication, learning,as well as parent’s control to children. The presence of a third party in parenting isseen could trigger the conflict due to differences in viewpoints and ways ofparenting. It can be seen at the informants’s experience, in which the existence ofother family members as third parties that dominate the parenting in an extendedfamily, often gives rise the conflicts between parents and other family members.To solve a problem in an extended family is using collaboration style where theparties involved in the conflict discuss about an issue to be resolved together.Keywords: intervention, parenting, extended familyPendahuluanPengasuhan anak di dalam sebuah keluarga meluas (extended family) tidak hanyamenjadi dominasi orang tua si anak, tetapi turut menimbulkan adanya intervensibahkan dominasi dari keluarga besar. Mengasuh dan merawat anak menjadi perandan tanggung jawab orang tua di dalam keluarga. Namun di saat sebuah keluargainti tinggal bersama dengan orang tua maupun saudara-saudara mereka, makaperan mengasuh dan merawat tidak hanya menjadi milik orang tua. Akibatnyamuncul suatu campur tangan atau intervensi dari keluarga besar di dalampengasuhan anak tersebut.Keluarga merupakan lembaga sosial dasar di dalam masyarakat. Dalampraktiknya masyarakat memiliki berbagai definisi mengenai keluarga. Keluargainti (nuclear family) merupakan keluarga yang didasarkan pada pertalianperkawinan atau kehidupan suami-istri dengan anak-anak mereka. Selain keluargainti, juga ada keluarga hubungan sedarah yang dewasa ini lebih dikenal denganistilah keluarga meluas (extended family), yaitu keluarga inti berikut kerabat laindengan siapa hubungan baik dipelihara dan dipertahankan. Bentuk keluarga initidak didasarkan pada perkawinan, melainkan pada pertalian darah dari sejumlahkerabat dekat. (Horton, 2006: 268).Bentuk keluarga tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakatsekitar tempat tinggal. Bagi masyarakat kebudayaan barat keluarga bisa terbentukbaik dengan atau tanpa ikatan perkawinan yang sah, sedangkan di budaya timuryang disebut keluarga adalah mereka yang terikat dalam ikatan perkawinan yangsah. Jumlah anggota keluarga di masyarakat barat biasanya hanya terdiri darianggota keluarga inti yaitu ayah, ibu, dan anak. Sedangkan di masyarakat timurkonsep anggota keluarga bukan hanya terdiri dari keluarga inti namun termasukanggota keluarga yang lainnya seperti nenek, kakek, adik, keponakan, dansebagainya yang tinggal dalam satu rumah. (Sumarwan, dalam Wardyaningrum,2010: 289-298).Perubahan bentuk keluarga inti akan menimbulkan kesulitan dalamkomunikasi keluarga dan peran yang disandang. Hal ini juga berlaku ketikabentuk keluarga inti berubah ke bentuk keluarga meluas. Anak yang dibesarkanoleh kakek-neneknya mungkin merasa bahwa bentuk keluarganya tidak lazim danmenolak untuk membicarakan tentang keluarganya ketika berada di sekolah. (LePoire, 2006: 17-19).Salah satu peran utama dalam keluarga inti adalah pengasuhan anak.Namun di dalam sebuah keluarga meluas (extended family) peran ini tidak hanyamenjadi dominasi orang tua, tetapi turut menimbulkan adanya intervensi darikeluarga besar. Peran yang disandang oleh ayah dan ibu di dalam keluarga intisebenarnya memiliki porsi yang sama terutama dalam hal mendidik anak mereka.Pendidikan non formal dalam lingkungan keluarga sadar atau tidak, akan turutmembentuk karakter dan kepribadian anak. (Le Poire, 2006: 16-22).Sosialisasi juga menjadi salah satu fungsi keluarga. Keluarga menjadiujung tombak bagi masyarakat untuk melakukan sosialisasi kepada anak-anakmengenai alam dewasa sehingga nantinya mereka dapat berfungsi dengan baik didalam masyarakat itu. (Horton, 2006: 275-276).Fungsi sosialisasi tersebut diterapkan perlahan-lahan dalam prosespengasuhan anak. Pengasuhan yang dilakukan keluarga ini memiliki pola.Menurut pedoman yang dikeluarkan oleh Tim Penggerak PKK Pusat (1995) yangdimaksud sebagai pola asuh anak dalam keluarga, adalah usaha orang tua dalammembina anak dan membimbing anak baik jiwa maupun raganya sejak lahirsampai dewasa (18 tahun), serta kegiatan kompleks yang memiliki dampak padaanak dengan tujuan menciptakan kontrol pada anak. (Puspa, 2013).Keberadaan beberapa orang dewasa ini memicu adanya intervensi atauikut campur tangan bahkan dominasi dari orang-orang sekitar dalam mendidikanak. Keberadaan keluarga besar yang terlibat dalam mengasuh anak terkadangmenimbulkan kontra terhadap peraturan yang sudah disepakati sebelumnya yangdapat menimbulkan kebingungan bagi anak. Bahkan dominasi pengasuhan olehpihak ketiga membuatnya menjadi lebih dekat dengan anak, sehingga memicuadanya kecemburuan orang tua terhadap pihak ketiga. Hal-hal tersebut dapatmemicu konflik di antara orang tua si anak dengan anggota keluarga besar yanglain.Teori dan Metoda PenelitianTeori dialektika hubungan (RDT) digunakan untuk memahami bahwa orangorangyang telah memiliki hubungan menggunakan komunikasi untuk mengatasikekuatan yang bertentangan secara alami yang menimpa hubungan mereka setiapsaat. RDT menjelaskan bagaimana di dalam setiap hubungan mengalamikontradiksi dialektika, yaitu suara-suara yang bersatu tetapi bertentangan. Dalamteori ini disebutkan 3 pandangan mengenai dialog yaitu dialog sebagai proseskonstitutif, dialog sebagai percakapan, dan dialog sebagai estetika. (Littlejohn danFoss, 2009: 298-300).Pengasuhan anak dalam keluarga besar melibatkan beberapa pihak selainorang tua kandung si anak. Hubungan antar partisipan (orang tua, kakek-nenek,paman, bibi, anak) berkembang melalui proses komunikasi yang kontradiktifterutama dalam konteks pengasuhan anak. Pemaknaan masing-masing individuterhadap pengasuhan anak mungkin berbeda dan bahkan bertentangan. Dalamperbedaan ini justru makna dapat terbentuk. Tidak menutup kemungkinan masingmasingindividu dapat saling mengerti dan hubungan keluarga semakin dekat.Dalam keluarga besar yang terdiri dari beberapa individu menggunakan dialogsebagai proses komunikasi yang tidak terlepas dari kontradiksi dialektika. Meskiterdapat kontradiksi, dalam dialog tersebut muncul suatu pemahaman yang estetistentang hubungan keluarga besar yang dimiliki oleh partisipan (Littlejohn danFoss, 2009: 306).Sedangkan untuk menyelesaikan konflik yang muncul di dalam keluarga,terdapat lima macam gaya penyelesaian konflik menurut K.W.Thomas dan R.H.Killmann (dalam Bebee, 2005: 231-236): (1) avoidance atau menghindar darimasalah yang ada, (2) accomodation atau mengalah kepada partner, (3)competition atau menyelesaikan masalah dengan beradu pendapat hingga salahsatu pihak menang, (4) compromise atau menentukan jalan tengah, (5)collaboration atau menampilkan konflik sebagai sebuah masalah untukdiselesaikan bersama-sama.Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif yang merujuk padaparadigma intepretif. Penelitian tipe kualitatif merupakan penelitian yangmenggunakan pendekatan alamiah untuk mencari dan menemukan pengertian ataupemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus dantidak mengadakan perhitungan. (Moleong, 2007: 3-5).Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji fenomena tersebut adalahtradisi fenomenologi. Fenomenologi berusaha memahami arti suatu peristiwa dankaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu, dimana yangditekankan adalah aspek subjektif dari perilaku orang tersebut. Fenomenologimenganggap bahwa manusia secara aktif merepresentasikan pengalaman merekadan memahami dunia berdasarkan pengalaman mereka. (Littlejohn, 2002: 38).Komunikasi dalam pengasuhan anak merupakan fenomena yang dialamisecara sadar yang diseleksi untuk menjadi pengalaman masing-masing individu.Tujuan penelitian ini sejalan dengan tujuan fenomenologi, yaitu untukmempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran, dan tindakan,seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis.(Kuswarno, 2009: 2).Memahami Pengalaman Komunikasi Pengasuhan Anak Dalam ExtendedFamilyCara pengasuhan anak yang diterapkan seseorang tidak terlepas dari pemaknaanmasing-masing individu terhadap pengasuhan itu sendiri. Pengasuhan anak dimata para informan bukan saja merupakan perkara fisik atau sesuatu hal yangdapat dilihat mata. Lebih dari itu seluruh informan mengungkapkan bahwapengasuhan anak juga berkaitan dengan memberikan pendidikan baik secarapsikis dan sosial dalam bentuk kasih sayang, perhatian, komunikasi, pembelajaran,dan kontrol. Le Poire (2006: 134) mencatat bahwa figur orang tua di dalamkeluarga amat memperhatikan keperluan anak-anak agar mereka tumbuh dengansehat. Orang tua berkomunikasi dalam cara-cara yang dibentuk untuk membantuanak berkembang secara intelektual, fisik, emosional, dan sosial, yang mengarahpada kesehatan dan kesejahteraan terbaik bagi mereka.Kegiatan pengasuhan anak yang dilakukan para informan sehari-haridilakukan bergantian dengan anggota keluarga besar yang lain, biasanyaberdasarkan waktu luang di luar jam kerja mereka. Aktifitas keseharian tersebutterkadang digunakan informan untuk berbincang-bincang dengan anak, mengajakmereka bercerita kegiatan selama di sekolah, atau menjelaskan kepada anak halhalyang baru mereka temukan. Akan tetapi kemajuan teknologi yang berkembangsampai ke dunia permainan lebih menarik bagi anak-anak dari pada harusmenuruti perintah orang tua untuk belajar, tidur siang, bahkan makan. Dalammenghadapi dan menyelesaikan hal ini hampir seluruh informan mengambillangkah serupa yaitu memarahi anak dan menjelaskan. Langkah ini selaludilakukan agar perilaku anak dapat terkontrol dengan baik.Meskipun berpartisipasi dalam kegiatan pengasuhan anak yangmelibatkan orang ketiga, mayoritas informan justru menyatakan ketidaksetujuanbahkan ketidaksukaan terhadap keberadaan pihak ketiga dalam proses pengasuhananak. Menurut mereka campur tangan pihak ketiga justru berpotensi menimbulkanperbedaan pandangan yang berdampak pada perbedaan cara pengasuhan anak.Berdasarkan temuan penelitian kedua ibu yang menjadi informan memilikipandangan bahwa sebagai ibu, mereka lah yang mengemban tanggung jawabdalam mengasuh anak, sementara anggota keluarga besar hanya membantu,selama yang bersangkutan tidak bisa melakukan kewajibannya.Strategi komunikasi pengasuhan anak meliputi aspek perawatan dankontrol. (Baumrind, dalam Le Poire 2006: 134-139). Kedua hal ini memerlukanproses interaksi orang tua dan anak. Dalam penelitian ini ditemukan suatu realitadimana anggota keluarga besar memiliki intensitas interaksi dengan anak yanglebih tinggi, jika dibandingkan dengan ibu sebagai orang tua, sehingga seolaholahmereka mendominasi pengasuhan anak. Tingginya intensitas interaksi pihakketiga dengan anak dalam keluarga besar membuat anak-anak lebih merasa dekatdan terbuka kepada nenek dan paman.Upaya Menangani Konflik tentang Pengasuhan Anak dalam ExtendedFamilySaat berhubungan dengan pengasuhan anak di dalam keluarga, terutama dalamkeluarga besar, dimungkinkan terjadi adanya perbedaan pendapat, cara pandang,cara pengasuhan, yang seringkali menimbulkan pertengakaran di antara anggotakeluarga. Dalam menyelesaikan masalah tentang pengasuhan anak dalam keluargabesar, masing-masing informan mengesampingkan gaya penyelesaian konfliknya,dan cenderung mengambil gaya collaboration dimana mereka mengambil jalanberdiskusi dengan anggota keluarga yang bermasalah untuk mencari jalankeluarnya bersama-sama. Semua proses komunikasi secara tatap mata tersebutdilakukan tanpa adanya pihak ketiga dari anggota keluarga besar yang menjadipenengah.Berdasarkan pengalaman menghadapi konflik di dalam keluarga, semuainforman sepakat bahwa mereka tetap memiliki hubungan baik dengan anggotakeluarga, bahkan menjadi semakin dekat dan mengenal kepribadian masingmasing.Kesimpulan1. Kegiatan pengasuhan anak dianggap lebih tepat jika dilakukan oleh orang tuakandung anak dari pada oleh figur orang tua yang lain, sebab merekalah yanglebih mengerti apa saja kebutuhan pokok anak. Anggota keluarga besar hanyabersifat mendukung dalam proses kegiatan pengasuhan dalam bentukmemberikan perhatian dan memenuhi kebutuhan anak di saat orang tuakandung mereka tidak berada di rumah karena berbagai alasan, misalnyakarena harus bekerja.2. Proses pengasuhan anak yang terjadi di dalam keluarga besar tetapmelibatkan dimensi responsif dan tuntutan guna mengarahkan perilaku anak.Gaya authoritative di mana tingkat responsif dan kontrol tinggi menjadipilihan anggota keluarga dengan pertimbangan anak-anak akan menjadi lebihsegan terhadap figur orang tua memegang kuasa penuh atas diri mereka,namun di saat lain tetap memberikan perhatian, kehangatan, dan kasihsayang.3. Perbedaan cara pengasuhan dan intensitas komunikasi tatap muka dengananak di antara orang tua dan anggota keluarga besar berdampak padakedekatan dan keterbukaan anak dengan pihak ketiga lebih besar dari padadengan orang tuanya sendiri.4. Penyelesaian konflik yang muncul di dalam keluarga besar cenderungmenggunakan gaya collaboration di mana anggota keluarga besar berdiskusimengenai suatu masalah untuk diselesaikan bersama. Gaya penyelesaiankonflik individu tidak selalu diterapkan. Mereka akan menyesuaikan diridengan anggota keluarga yang lain, terutama demi kepentingan anak-anak.DAFTAR PUSTAKABeebe, Steven. A. (2005). Interpersonal Communication Relating to Others(4thed). USA : Pearsons Education.Braithwaite, Dawn O and Leslie A. Baxter. (2006). Engaging Theories in FamilyCommunication Multiple Perspectives. California: Sage Publications,Inc.Horton, Paul dan Chester L. Hunt. (2006). Sosiologi Jilid I (Edisi 6). Jakarta:ErlanggaKuswarno, Engkus. (2009). Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi:Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitian. Bandung: WidyaPadjadjaranLe Poire, Beth. A. (2006). Family Communication Nurturing and Control in aChanging World. California: Sage PublicationLittlejohn, Stephen W. (2002). Theories of Human Communication (7thed).USA:Wadsworth.Littlejohn, Stephen W dan Karen A. Foss. (2009). Teori Komunikasi(Edisi 9).Jakarta: Salemba Humanika.Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: RemajaRosda KaryaWadyaningrum, Damayanti. (2010). Pola Komunikasi Keluarga dalamMenentukan Konsumsi Nutrisi bagi Anggota Keluarga. Jurnal IlmuKomunikasiFISIP UPN Yogyakarta 8 (3): 289-298.Puspa, Dian. (2013). Pola Asuh Anak dalam Keluarga (Makalah). http://blogdianpuspa.blogspot.com/2013/04/pola-asuh-anak-dalam-keluargamakalah.html. Diunduh 1 Juli 2013, pukul 10.20 WIB
Last update:
Interaksi Online, is published by Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024)7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.