BibTex Citation Data :
@article{IO2700, author = {Ira Rasika and Taufik Suprihatini and Tandiyo Pradekso}, title = {Pengaruh Terpaan Pemberitaan Teror di Surakarta dan Faktor Demografi (Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan) Terhadap Citra Polisi}, journal = {Interaksi Online}, volume = {1}, number = {3}, year = {2013}, keywords = {}, abstract = { Pengaruh Terpaan Pemberitaan Teror di Surakarta dan Faktor Demografi (Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan) Terhadap Citra Polisi Abstrak Pemberitaan mengenai teror terhadap anggota kepolisian yang terjadi di kota Surakarta pada Agustus 2012 lalu menjadi topik utama di media massa. Hal ini dapat memengaruhi persepsi masyarakat mengenai citra polisi itu sendiri karena instansi kepolisian langsung menjadi sorotan utama berkaitan dengan aksi teror yang menyerang anggotanya. Akan tetapi, tidak semua orang memiliki persepsi yang sama, hal ini dikarenakan masyarakat terdiri dari berbagai macam komposisi demografi seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terpaan media tentang pemberitaan teror solo dan faktor demografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan) terhadap citra polisi di mata masyarakat. Peneliti menggunakan teori efek komunikasi kognitif yang dapat menjelaskan bagaimana pembentukan citra dapat terjadi karena terpaan media massa yang diterima oleh khalayak (Ardianto, 2004), teori kategori sosial dan teori perbedaan individual dari Melvin DeFleur dan Ball Rokeach mampu menjelaskan bagaimana faktor demografi penduduk dapat berpengaruh terhadap pembentukan citra (Rakhmat, 2011). Populasi dari penelitian ini adalah warga kota Surakarta yang berusia 15-64 tahun. Penarikan sampel dilakukan secara aksidental sebanyak 70 orang. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis Structural Equation Model (SEM) untuk melihat besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung antara variabel terpaan pemberitaan (X) terhadap variabel citra polisi (Y) melalui variabel usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan (intervening variable). Hasil pengujian hipotesis adalah terpaan pemberitaan teror Solo berpengaruh terhadap citra tidak melalui usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan, dengan nilai pengaruh langsung terpaan terhadap citra (standardized direct effect) sebesar 0,278 lebih besar dari nilai pengaruh tidak langsung terpaan terhadap citra melalui usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan (standardized indirect effect) sebesar – 0,048. Jadi, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ditolak. Dari pengujian Regression Weights diperoleh hasil parameter estimasi pengaruh antara terpaan terhadap citra sebesar 0,778, pengujian hubungan kedua variabel tersebut menunjukkan nilai C.R (critical ratio) sebesar 2,637 lebih besar dari 1,96 dan probabilitas = 0,008 (p < 0,05), ini berarti terpaan berpengaruh positif terhadap citra. Pengujian Squared Multiple Correlation untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen, hasilnya adalah citra dipengaruhi oleh terpaan, pendidikan, usia, dan jenis kelamin sebesar 24,8%, sedangkan sisanya sebesar 75,2% (100%- 24,8%) dijelaskan oleh faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Keywords: terpaan, citra polisi, faktor demografi, SEM The Effect Of Exposure To News Coverage Of Terror In Surakarta and Demographic Factors (Age, Gender, Level of Education) To The Image Of The Police Abstract News coverage of terror against members of the police force in the Surakarta on August 2012 and became the main topic in the mass media. It can affect people's perception about the image of the police because the police agency directly became highlights related to the terror action against its members. However, not everyone has the same perception, this is because the community is made up of a wide variety of demographic composition, such as age, gender, and level of education. This study aims to determine the effect of exposure to the news media about the terror solo and demographic factors (age, gender, education level) on the image of the police in the eyes of society. Researchers using cognitive communication effects theory that can explain how the image formation can occur because of mass media exposure received by audiences (Ardianto, 2004), social categories theory and the theory of individual differences and Ball Rokeach Melvin DeFleur able to explain how demographic factors can affect the image formation (Rakhmat, 2011). The population of this research are the citizen of Surakarta aged 15- 64 years. Accidental sampling conducted as many as 70 people. Hypothesis testing is done using analysis of Structural Equation Modelling (SEM) to see the magnitude of the direct and indirect effect between news exposure variable (X) to the police image variable (Y) through the variables of age, gender, level of education (intervening variable). Results of hypothesis testing is preaching terror Solo exposure influence the image not through age, gender, and education level, with the direct effect value of exposure to the image (standardized direct effect) of 0.278, is greater than the indirect effect value of exposure to the image through the ages, gender, level of education (standardized indirect effect) of - 0.048. Thus, the hypothesis presented in this research was rejected. Regression Weights of test results obtained parameter estimates the effect of exposure to images of 0,778, the relationship test between the two variables indicate the value of C.R (critical ratio) of 2,637 greater than 1.96 and probability = 0.008 (p < 0,05), it means the exposure has a positive effect to the image. Squared Multiple Correlation test to measure how far the model’s ability in explaining variation of the dependent variable, the result image is affected by exposure, education, age, and sex of 24,8%, while the remaining 75.2% is explained by other factors not examined in this study. Keywords: exposure, image of the police, demographic factors, SEM PENGARUH TERPAAN PEMBERITAAN TEROR DI KOTA SURAKARTA DAN FAKTOR DEMOGRAFI (USIA, JENIS KELAMIN, TINGKAT PENDIDIKAN) TERHADAP CITRA POLISI DI MATA MASYARAKAT PENDAHULUAN: Media memang mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat, disadari atau tidak, media massa mampu membuat masyarakat mempunyai penilaian tersendiri terhadap suatu informasi, terutama dalam hal mengubah persepsi atau sikap masyarakat atas suatu realita. Dampak ini diperkuat dengan keseragaman para wartawan dalam menyajikan berita yang cenderung sama. Khalayak akhirnya tidak mempunyai alternatif yang lain sehingga mereka membentuk persepsinya berdasarkan informasi yang diterimanya dari media massa (Rakhmat, 2011:199). Meskipun media memiliki kekuatan untuk membentuk atau mengubah persepsi, namun hal tersebut tetap tidak bisa memaksa semua masyarakat untuk memiliki respon yang sama dalam menerima setiap terpaan informasi yang diberikan oleh media. Hal ini dikarenakan, masyarakat terdiri dari berbagai macam komposisi demografi seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Komposisi demografi itulah yang akan mempengaruhi cara dan pola pikir masyarakat dalam memberikan stimulus terhadap setiap informasi yang diterimanya. Pemberitaan tentang aksi teror Solo yang terjadi di Kota Surakarta beberapa waktu lalu, menyedot perhatian media massa karena modus baru yang dilakukan oleh para teroris. Selama bulan Agustus, tercatat terdapat empat aksi teror yang dilakukan oleh teroris bersenjata yang melakukan penyerangan terhadap anggota kepolisian yang sedang bertugas jaga di pos- pos polisi, mulai dari melempar granat sampai penembakan yang menewaskan satu anggota polisi. Oleh sebab itu, seluruh masyarakat Indonesia, tidak hanya masyarakat Solo saja, serta para pejabat pemerintahan terus mengawasi dan memonitor kinerja instansi Kepolisian Republik Indonesia dalam menyelesaikan dan mengusut kasus ini sampai tuntas, karena pemberitaan yang negatif di media massa tersebut dapat membuat citra masyarakat terhadap polisi menjadi negatif. Sementara itu, menurut Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel, seperti yang dikutip dari salah satu situs online, isu terorisme yang belakangan marak muncul di media massa dinilai semakin memperburuk citra Polri. Kondisi tersebut dinilai kian menguatkan anggapan bahwa Polri semakin lemah, dan masyarakat terguncang akibat berita- berita terorisme di media massa. Ia mengatakan,”akibatnya, masyarakat semakin bersikap negatif terhadap Korps Tribata. Publik menafsirkan, sudah korup, gagal pula menangkal beranak pinaknya teroris” (sumber: http://berita.plasa.msn.com/nasional/republika/isu-terorisme-dinilai-justru-perburuk-citra-polisi). Dalam hal ini, media telah menunjukkan kekuatannya sebagai pembentuk persepsi masyarakat, karena melalui pemberitaan- pemberitaan yang terus menerus mengenai aksi teror ini dapat membentuk atau mengubah persepsi masyarakat tentang bagaimana citra kepolisian Indonesia di mata mereka. Berdasarkan hal tersebut, lantas sejauh mana pengaruh terpaan pemberitaan teror di Kota Surakarta dan faktor demografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan) terhadap citra polisi di mata masyarakat? PEMBAHASAN: Terpaan (exposure) merupakan kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan media massa ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang terjadi pada individu dan kelompok (Kriyantono, 2006 : 205). Masyarakat yang mengkonsumsi media massa dan mendapatkan informasi mengenai aksi teror Solo, baik itu dengan melihat, mendengar, dan membaca, serta mempunyai perhatian dan pengalaman pribadi secara langsung terhadap aksi teror Solo dapat dikatakan sudah mendapatkan terpaan pemberitaan aksi teror Solo dari media massa. Proses bagaimana masyarakat mendapatkan terpaan pemberitaan aksi teror Solo tidak lepas dari faktor- faktor yang juga menjadi kekuatan bagi media massa dalam mempengaruhi masyarakat. Noelle- Neumann mencetuskan faktorfaktor yang saling bekerjasama dalam membentuk perspektif yang selektif (Rakhmat, 2011:198): ubiquity (serba ada), keseragaman wartawan, dan kumulasi pesan. Dalam pemberitaan aksi teror Solo hampir semua media massa, baik itu elektronik, media cetak, bahkan media online, memberitakan hal yang sama tentang kasus teror setiap harinya (keseragaman wartawan). Entah itu melaporkan langsung dari tempat kejadian perkara, wawancara dengan anggota instansi kepolisian, hingga mengundang narasumber yang berbeda- beda dalam acara talk show dan membahas aksi teror. Hal yang dibahas pun semakin lama semakin merembet kemana- mana, dari aksi teror yang dilakukan, menyudutkan instansi kepolisian karena kelalaian kerjanya, motif dan tersangka aksi teror, hingga kontroversi seputar penangkapan teoris. Semua pesan- pesan mengenai aksi teror itu berakumulasi dan dapat mempengaruhi masyarakat. Namun menurut DeFleur dan Ball Rokeach tidak semua orang mempunyai respon yang sama terhadap terpaan pemberitaan di media massa. Hal tersebut dicetuskan dalam teori kategori sosial (social category theory) dan teori perbedaan individual (individual differences theory) (Rakhmat, 2011: 201-202). Menurut teori kategori sosial, respon setiap orang dalam menerima terpaan media tergantung dari faktor demografi seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Secara garis besar usia adalah lamanya hidup individu yang terhitung sejak dia dilahirkan sampai berulang tahun. Usia dikelompokkan menjadi 3 yaitu usia belum produktif (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun), dan usia tidak produktif (65 tahun ke atas). Jenis kelamin merupakan kategori dalam masyarakat yang didasarkan pada perbedaan ciri fisik (organ reproduksi, bentuk tubuh) dan perbedaan sosial (perbedaan peranan), dan dikelompokkan menjadi laki- laki dan perempuan. Sedangkan tingkat pendidikan merupakan proses pembelajaran yang berstruktur yang mempunyai jenjang atau tingkatan pada periode waktu tertentu, berlangsung dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan tercakup di dalamnya studi akademis umum. Asumsi dari teori kategori sosial adalah orang dengan usia dan jenis kelamin yang sama cenderung sama pula dalam merespon pesan yang disampaikan oleh media massa. Orang dengan usia dewasa cenderung akan memiliki perhatian yang sama terhadap berita aksi teror Solo yang didapat melalui berbagai macam media, sedangkan orang dengan usia remaja yang lebih sering mengakses informasi melalui media televisi dan online, cenderung merespon dengan biasa saja karena kejadian tersebut sedang menjadi headline, tidak sampai terlalu mengikuti, karena orang dengan usia remaja cenderung lebih menyukai hal- hal yang bersifat hiburan. Tingkat pendidikan seseorang jika dilihat dari perspektif perbedaan individual (teori perbedaan individu), mempengaruhi respon atau stimulus yang diterima oleh setiap individu terhadap pesan yang disampaikan media massa. Perbedaan pengalaman belajar, yang ditentukan dari sekolah baik formal maupun informal yang berjenjang dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, mampu mempengaruhi pola pikir dan prasangka seseorang yang lebih baik, serta lebih mampu menerima informasi. Orang dengan pendidikan yang rendah cenderung lebih mudah terkena terpaan karena pengetahuannya yang terbatas. Sedangkan orang dengan pendidikan yang lebih tinggi, seperti eksekutif atau mahasiswa, cenderung lebih sulit terkena terpaan karena pengetahuannya lebih luas, lebih bisa berfikir, lebih mencari berbagai referensi sebelum membuat keputusan. Dominick (2000) menyebutkan tentang dampak komunikasi massa pada pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang. Media massa terutama televisi yang menjadi agen sosialisasi memainkan peran penting dalam transmisi sikap persepsi dan kepercayaan (Ardianto, 2004 : 58). Efek kognitif sangat memengaruhi pembentukan citra oleh khalayak terhadap sesuatu karena efek kognitif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, dan keyakinan. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi, sedangkan untuk khalayak, informasi tersebut dapat membentuk, mempertahankan, atau mendefinisikan citra berdasarkan persepsi seseorang. Jadi, citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Tipe penelitian ini adalah eksplanatif yaitu untuk menemukan penjelasan tentang mengapa suatu kejadian atau gejala terjadi. Populasi dari penelitian adalah warga kota Surakarta yang berusia 15-64 tahun, tetapi karena peneliti tidak memiliki kerangka sampel yang cukup, maka pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability sampling dan ditetapkan besarnya sampel adalah 70 orang. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling, di mana sampel dapat terpilih karena berada pada waktu, situasi, dan tempat yang tepat. Instrumen penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner yang berupa daftar pertanyaan yang disiapkan oleh peneliti untuk disampaikan kepada responden yang jawabannya diisi oleh responden sendiri. Sedangkan teknik pengumpul data adalah dengan teknik wawancara, di mana selain memberikan kuesioner, peneliti juga memberikan kesempatan kepada responden untuk menanyakan yang tidak dimengerti responden dalam menjawab kuesioner sehingga mendapatkan jawaban yang lebih memuaskan dan mendalam. Selain itu, teknik wawancara digunakan untuk memastikan bahwa responden menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner secara lengkap, tidak sembarangan, dan tidak diisikan orang lain. Karena dalam penelitian ini terdapat variabel antara (intervening), maka jenis analisis ini adalah analisis multivariat. Analisis multivariate yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan Model Persamaan Struktural (Structural Equation Model/ SEM). Model ini digunakan karena penelitian ini ingin menguji pengaruh terpaan (X) terhadap citra polisi (Y) melalui usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan (intervening variabel). Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan evaluasi atas asumsi- asumsi SEM yang dapat menentukan criteria layak uji SEM. Dalam penelitian ini, semua asumsi- asumsi SEM diterima sehingga variabel- variabel tersebut layak diuji menggunakan SEM. Uji hipotesis dilakukan dengan melihat pengaruh langsung dan tidak langsung antara variabel eksogen terhadap variabel endogen. Analisis ini diperlukan untuk membuktikan variabel intervening. Variabel intervening dalam penelitian adalah pendidikan, usia, dan jenis kelamin. Variabel pendidikan, usia, dan jenis kelamin terbukti sebagai variabel intervening yang dapat dilalui terpaan terhadap citra apabila koefisien pengaruh tidak langsungnya lebih besar daripada pengaruh langsung. Dari pengujian Regression Weights diperoleh hasil parameter estimasi pengaruh antara terpaan terhadap citra sebesar 0,778, pengujian hubungan kedua variabel tersebut menunjukkan nilai C.R (critical ratio) sebesar 2,637 lebih besar dari 1,96 dan probabilitas = 0,008 (p < 0,05), ini berarti terpaan berpengaruh positif terhadap citra. Pengujian Squared Multiple Correlation untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen, hasilnya adalah citra dipengaruhi oleh terpaan, pendidikan, usia, dan jenis kelamin sebesar 24,8%, sedangkan sisanya sebesar 75,2% (100%- 24,8%) dijelaskan oleh faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil uji hipotesis menyatakan bahwa pengaruh langsung terpaan terhadap citra sebesar 0,278 lebih besar daripada pengaruh tidak langsungnya sebesar - 0,048. Jadi dapat disimpulkan bahwa terpaan berpengaruh terhadap citra tidak melalui pendidikan, usia, dan jenis kelamin, sehingga hipotesis yang diajukan ditolak. Hasil hipotesis ini juga menunjukkan keperkasaan media (Noelle-Neumman, dalam Rakhmat, 2011:198). yang dapat memengaruhi hampir setiap orang dengan cara yang sama tanpa memandang usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. PENUTUP: Polisi merupakan satu institusi pemerintahan yang mempunyai tugas berhubungan langsung dengan masyarakat sebagai pelayan, pengayom, dan pelindung masyarakat. Oleh sebab itu, citra polisi di mata masyarakat pun harus dijaga agar hubungan antara masyarakat dan instansi kepolisian berlangsung dengan baik. Salah satu cara yang digunakan oleh kepolisian untuk memperbaiki atau mempertahankan citranya di mata masyarakat adalah melalui media massa. Berkembangnya media massa sekarang ini, membuat media massa mempunyai peranan penting dalam membentuk persepsi dan keyakinan masyarakat tentang sesuatu. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Hasil pengujian hipotesis adalah terpaan pemberitaan teror Solo berpengaruh terhadap citra tidak melalui usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan (hipotesis yang diajukan ditolak). Hasil ini diperoleh melalui berdasarkan pengolahan uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan metode analisis Structural Equation Model (SEM), didapat hasil pengaruh langsung terpaan terhadap citra (standardized direct effect) sebesar 0,278 lebih besar dari pengaruh tidak langsung terpaan terhadap citra melalui usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan (standardized indirect effect) sebesar – 0,048; 2. Landasan teori yang diajukan untuk mendukung hipotesis awal, yaitu teori kategori sosial dan teori perbedaan individual tidak signifikan karena hasil uji hipotesis menyatakan bahwa terpaan berpengaruh terhadap citra secara langsung tanpa melalui faktor- faktor demografi, seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Namun teori efek komunikasi dapat mendukung hasil uji hipotesis bahwa terpaan mempunyai pengaruh dalam pembentukan citra; 3. Berdasarkan temuan penelitian di lapangan yang didapatkan dengan membagikan kuesioner kepada 70 orang responden, sebanyak 44.3% menilai citra polisi cukup baik, disusul kemudian 27.1% menilai citra polisi kurang baik, 15.7% menilai citra polisi buruk, dan hanya 12. 9% yang menilai citra polisi baik. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka sebaiknya media harus lebih berhati- hati dalam memberikan informasi mengenai instansi kepolisian, misalnya dengan menyaring informasi mengenai instansi kepolisian yang akan ditampilkan di media massa, tidak sembarangan mencari dan mewawancarai narasumber, karena media memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi persepsi masyarakat tentang citra kepolisian. Instansi kepolisian sebaiknya juga mempunyai juru bicara atau Humas yang bertugas memberikan informasi kepada masyarakat melalui media secara resmi melalui konferensi pers, tidak hanya di kantor pusat saja tetapi juga di daerahdaerah. Hal ini diperlukan agar informasi yang muncul di media massa dapat terkendali dan terkontrol. DAFTAR PUSTAKA: Ardianto, Elvaro. 2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Simbiosa Rekatama Media: Bandung ; Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana: Jakarta ; Rakhmat, Djalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya: Bandung ; Ferdinand, Augusty. 2006. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen, Edisi Keempat. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang ; Firdaus, M dan Farid. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih Untuk Manajemen dan Bisnis, Seri metode kuantitatif. IPB Press: Bogor ; Ghozali, Imam. 2008. Model Persamaan Structural: Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos 16.0. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang ; Koentjaraningrat. 1977. Metode- metode Penelitian Masyarakat. PT Gramedia: Jakarta ; Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana: Jakarta ; Muhidin, Sambas Ali dan Maman Abdurahman. 2007. Analisis Korelasi, Regresi, Dan Jalur Dalam Penelitian (Dilengkapi Aplikasi Program SPSS). CV Pustaka Setia: Bandung ; Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Rajawali Pers: Jakarta ; Rakhmat, Djalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya: Bandung ; Rakhmat, Djalaluddin. 1984. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya: Bandung ; Santoso, Singgih. 2007. Structural Equation Modelling, Konsep dan Aplikasi dengan Amos, Membuat dan Menganalisis Model SEM Menggunakan Program SPSS. PT Elex Media Komputindo: Jakarta ; Syah Putra, Dedi Kurnia. 2012. Media dan Politik: Menemukan Relasi Antara Dimensi Simbiosis- Mutualisme Media dan Politik. Graha Ilmu: Yogyakarta ; Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedelapan. Kencana: Jakarta ; http://berita.plasa.msn.com/nasional/republika/isu-terorisme-dinilai-justru-perburuk-citra-polisi diakses pada 20 Desember pukul 10.00 ; www.m.okezone.com/read/2012/09/01/337/683777/kapolri-aksi-di-solo-tidak-terkait-pilkada- DKI diakses pada 19 September pukul 13.00 ; http://suarapembaruan.com/home/teror-beruntundi- solo-polisi-ditembak-mati/24062 diakses pada 5 Maret 2013 pukul 18.00 ; http://m.tempo.co/read/news/2012/09/03/063427135/mabes-polri-motif-teror-solo-balas-dendam diakses pada 5 Maret 2013 pukul 19.00 ; Laporan Harian Monitoring Isu Publik Depkominfo dalam www.depkominfo.go.id di akses dan didownload pada 19 September 2012 pukul 12.00. }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/2700} }
Refworks Citation Data :
Pengaruh Terpaan Pemberitaan Teror di Surakarta dan Faktor Demografi (Usia, JenisKelamin, Tingkat Pendidikan) Terhadap Citra PolisiAbstrakPemberitaan mengenai teror terhadap anggota kepolisian yang terjadi di kota Surakartapada Agustus 2012 lalu menjadi topik utama di media massa. Hal ini dapat memengaruhipersepsi masyarakat mengenai citra polisi itu sendiri karena instansi kepolisian langsung menjadisorotan utama berkaitan dengan aksi teror yang menyerang anggotanya. Akan tetapi, tidak semuaorang memiliki persepsi yang sama, hal ini dikarenakan masyarakat terdiri dari berbagai macamkomposisi demografi seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui pengaruh terpaan media tentang pemberitaan teror solo dan faktor demografi(usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan) terhadap citra polisi di mata masyarakat. Penelitimenggunakan teori efek komunikasi kognitif yang dapat menjelaskan bagaimana pembentukancitra dapat terjadi karena terpaan media massa yang diterima oleh khalayak (Ardianto, 2004),teori kategori sosial dan teori perbedaan individual dari Melvin DeFleur dan Ball Rokeachmampu menjelaskan bagaimana faktor demografi penduduk dapat berpengaruh terhadappembentukan citra (Rakhmat, 2011). Populasi dari penelitian ini adalah warga kota Surakartayang berusia 15-64 tahun. Penarikan sampel dilakukan secara aksidental sebanyak 70 orang.Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis Structural Equation Model (SEM)untuk melihat besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung antara variabel terpaanpemberitaan (X) terhadap variabel citra polisi (Y) melalui variabel usia, jenis kelamin, tingkatpendidikan (intervening variable). Hasil pengujian hipotesis adalah terpaan pemberitaan terorSolo berpengaruh terhadap citra tidak melalui usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan,dengan nilai pengaruh langsung terpaan terhadap citra (standardized direct effect) sebesar 0,278lebih besar dari nilai pengaruh tidak langsung terpaan terhadap citra melalui usia, jenis kelamin,tingkat pendidikan (standardized indirect effect) sebesar – 0,048. Jadi, hipotesis yang diajukandalam penelitian ini ditolak. Dari pengujian Regression Weights diperoleh hasil parameterestimasi pengaruh antara terpaan terhadap citra sebesar 0,778, pengujian hubungan keduavariabel tersebut menunjukkan nilai C.R (critical ratio) sebesar 2,637 lebih besar dari 1,96 danprobabilitas = 0,008 (p < 0,05), ini berarti terpaan berpengaruh positif terhadap citra. PengujianSquared Multiple Correlation untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalammenerangkan variasi variabel dependen, hasilnya adalah citra dipengaruhi oleh terpaan,pendidikan, usia, dan jenis kelamin sebesar 24,8%, sedangkan sisanya sebesar 75,2% (100%-24,8%) dijelaskan oleh faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.Keywords: terpaan, citra polisi, faktor demografi, SEMThe Effect Of Exposure To News Coverage Of Terror In Surakarta and DemographicFactors (Age, Gender, Level of Education) To The Image Of The PoliceAbstractNews coverage of terror against members of the police force in the Surakarta on August 2012and became the main topic in the mass media. It can affect people's perception about the imageof the police because the police agency directly became highlights related to the terror actionagainst its members. However, not everyone has the same perception, this is because thecommunity is made up of a wide variety of demographic composition, such as age, gender, andlevel of education. This study aims to determine the effect of exposure to the news media aboutthe terror solo and demographic factors (age, gender, education level) on the image of the policein the eyes of society. Researchers using cognitive communication effects theory that can explainhow the image formation can occur because of mass media exposure received by audiences(Ardianto, 2004), social categories theory and the theory of individual differences and BallRokeach Melvin DeFleur able to explain how demographic factors can affect the imageformation (Rakhmat, 2011). The population of this research are the citizen of Surakarta aged 15-64 years. Accidental sampling conducted as many as 70 people.Hypothesis testing is done using analysis of Structural Equation Modelling (SEM) to seethe magnitude of the direct and indirect effect between news exposure variable (X) to the policeimage variable (Y) through the variables of age, gender, level of education (interveningvariable). Results of hypothesis testing is preaching terror Solo exposure influence the image notthrough age, gender, and education level, with the direct effect value of exposure to the image(standardized direct effect) of 0.278, is greater than the indirect effect value of exposure to theimage through the ages, gender, level of education (standardized indirect effect) of - 0.048. Thus,the hypothesis presented in this research was rejected. Regression Weights of test resultsobtained parameter estimates the effect of exposure to images of 0,778, the relationship testbetween the two variables indicate the value of C.R (critical ratio) of 2,637 greater than 1.96and probability = 0.008 (p < 0,05), it means the exposure has a positive effect to the image.Squared Multiple Correlation test to measure how far the model’s ability in explaining variationof the dependent variable, the result image is affected by exposure, education, age, and sex of24,8%, while the remaining 75.2% is explained by other factors not examined in this study.Keywords: exposure, image of the police, demographic factors, SEMPENGARUH TERPAAN PEMBERITAAN TEROR DI KOTA SURAKARTA DAN FAKTORDEMOGRAFI (USIA, JENIS KELAMIN, TINGKAT PENDIDIKAN) TERHADAP CITRAPOLISI DI MATA MASYARAKATPENDAHULUAN: Media memang mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadapmasyarakat, disadari atau tidak, media massa mampu membuat masyarakat mempunyai penilaiantersendiri terhadap suatu informasi, terutama dalam hal mengubah persepsi atau sikapmasyarakat atas suatu realita. Dampak ini diperkuat dengan keseragaman para wartawan dalammenyajikan berita yang cenderung sama. Khalayak akhirnya tidak mempunyai alternatif yanglain sehingga mereka membentuk persepsinya berdasarkan informasi yang diterimanya darimedia massa (Rakhmat, 2011:199). Meskipun media memiliki kekuatan untuk membentuk ataumengubah persepsi, namun hal tersebut tetap tidak bisa memaksa semua masyarakat untukmemiliki respon yang sama dalam menerima setiap terpaan informasi yang diberikan oleh media.Hal ini dikarenakan, masyarakat terdiri dari berbagai macam komposisi demografi seperti usia,jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Komposisi demografi itulah yang akan mempengaruhicara dan pola pikir masyarakat dalam memberikan stimulus terhadap setiap informasi yangditerimanya. Pemberitaan tentang aksi teror Solo yang terjadi di Kota Surakarta beberapa waktulalu, menyedot perhatian media massa karena modus baru yang dilakukan oleh para teroris.Selama bulan Agustus, tercatat terdapat empat aksi teror yang dilakukan oleh teroris bersenjatayang melakukan penyerangan terhadap anggota kepolisian yang sedang bertugas jaga di pos- pospolisi, mulai dari melempar granat sampai penembakan yang menewaskan satu anggota polisi.Oleh sebab itu, seluruh masyarakat Indonesia, tidak hanya masyarakat Solo saja, serta parapejabat pemerintahan terus mengawasi dan memonitor kinerja instansi Kepolisian RepublikIndonesia dalam menyelesaikan dan mengusut kasus ini sampai tuntas, karena pemberitaan yangnegatif di media massa tersebut dapat membuat citra masyarakat terhadap polisi menjadi negatif.Sementara itu, menurut Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel, seperti yang dikutip dari salahsatu situs online, isu terorisme yang belakangan marak muncul di media massa dinilai semakinmemperburuk citra Polri. Kondisi tersebut dinilai kian menguatkan anggapan bahwa Polrisemakin lemah, dan masyarakat terguncang akibat berita- berita terorisme di media massa. Iamengatakan,”akibatnya, masyarakat semakin bersikap negatif terhadap Korps Tribata. Publikmenafsirkan, sudah korup, gagal pula menangkal beranak pinaknya teroris” (sumber:http://berita.plasa.msn.com/nasional/republika/isu-terorisme-dinilai-justru-perburuk-citra-polisi).Dalam hal ini, media telah menunjukkan kekuatannya sebagai pembentuk persepsi masyarakat,karena melalui pemberitaan- pemberitaan yang terus menerus mengenai aksi teror ini dapatmembentuk atau mengubah persepsi masyarakat tentang bagaimana citra kepolisian Indonesia dimata mereka. Berdasarkan hal tersebut, lantas sejauh mana pengaruh terpaan pemberitaan terordi Kota Surakarta dan faktor demografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan) terhadap citrapolisi di mata masyarakat?PEMBAHASAN: Terpaan (exposure) merupakan kegiatan mendengar, melihat, dan membacapesan-pesan media massa ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesantersebut yang terjadi pada individu dan kelompok (Kriyantono, 2006 : 205). Masyarakat yangmengkonsumsi media massa dan mendapatkan informasi mengenai aksi teror Solo, baik itudengan melihat, mendengar, dan membaca, serta mempunyai perhatian dan pengalaman pribadisecara langsung terhadap aksi teror Solo dapat dikatakan sudah mendapatkan terpaanpemberitaan aksi teror Solo dari media massa. Proses bagaimana masyarakat mendapatkanterpaan pemberitaan aksi teror Solo tidak lepas dari faktor- faktor yang juga menjadi kekuatanbagi media massa dalam mempengaruhi masyarakat. Noelle- Neumann mencetuskan faktorfaktoryang saling bekerjasama dalam membentuk perspektif yang selektif (Rakhmat, 2011:198):ubiquity (serba ada), keseragaman wartawan, dan kumulasi pesan. Dalam pemberitaan aksi terorSolo hampir semua media massa, baik itu elektronik, media cetak, bahkan media online,memberitakan hal yang sama tentang kasus teror setiap harinya (keseragaman wartawan). Entahitu melaporkan langsung dari tempat kejadian perkara, wawancara dengan anggota instansikepolisian, hingga mengundang narasumber yang berbeda- beda dalam acara talk show danmembahas aksi teror. Hal yang dibahas pun semakin lama semakin merembet kemana- mana,dari aksi teror yang dilakukan, menyudutkan instansi kepolisian karena kelalaian kerjanya, motifdan tersangka aksi teror, hingga kontroversi seputar penangkapan teoris. Semua pesan- pesanmengenai aksi teror itu berakumulasi dan dapat mempengaruhi masyarakat. Namun menurutDeFleur dan Ball Rokeach tidak semua orang mempunyai respon yang sama terhadap terpaanpemberitaan di media massa. Hal tersebut dicetuskan dalam teori kategori sosial (social categorytheory) dan teori perbedaan individual (individual differences theory) (Rakhmat, 2011: 201-202).Menurut teori kategori sosial, respon setiap orang dalam menerima terpaan media tergantungdari faktor demografi seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Secara garis besar usiaadalah lamanya hidup individu yang terhitung sejak dia dilahirkan sampai berulang tahun. Usiadikelompokkan menjadi 3 yaitu usia belum produktif (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun),dan usia tidak produktif (65 tahun ke atas). Jenis kelamin merupakan kategori dalam masyarakatyang didasarkan pada perbedaan ciri fisik (organ reproduksi, bentuk tubuh) dan perbedaan sosial(perbedaan peranan), dan dikelompokkan menjadi laki- laki dan perempuan. Sedangkan tingkatpendidikan merupakan proses pembelajaran yang berstruktur yang mempunyai jenjang atautingkatan pada periode waktu tertentu, berlangsung dari sekolah dasar sampai perguruan tinggidan tercakup di dalamnya studi akademis umum. Asumsi dari teori kategori sosial adalah orangdengan usia dan jenis kelamin yang sama cenderung sama pula dalam merespon pesan yangdisampaikan oleh media massa. Orang dengan usia dewasa cenderung akan memiliki perhatianyang sama terhadap berita aksi teror Solo yang didapat melalui berbagai macam media,sedangkan orang dengan usia remaja yang lebih sering mengakses informasi melalui mediatelevisi dan online, cenderung merespon dengan biasa saja karena kejadian tersebut sedangmenjadi headline, tidak sampai terlalu mengikuti, karena orang dengan usia remaja cenderunglebih menyukai hal- hal yang bersifat hiburan. Tingkat pendidikan seseorang jika dilihat dariperspektif perbedaan individual (teori perbedaan individu), mempengaruhi respon atau stimulusyang diterima oleh setiap individu terhadap pesan yang disampaikan media massa. Perbedaanpengalaman belajar, yang ditentukan dari sekolah baik formal maupun informal yang berjenjangdari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, mampu mempengaruhi pola pikir dan prasangkaseseorang yang lebih baik, serta lebih mampu menerima informasi. Orang dengan pendidikanyang rendah cenderung lebih mudah terkena terpaan karena pengetahuannya yang terbatas.Sedangkan orang dengan pendidikan yang lebih tinggi, seperti eksekutif atau mahasiswa,cenderung lebih sulit terkena terpaan karena pengetahuannya lebih luas, lebih bisa berfikir, lebihmencari berbagai referensi sebelum membuat keputusan. Dominick (2000) menyebutkan tentangdampak komunikasi massa pada pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang. Media massaterutama televisi yang menjadi agen sosialisasi memainkan peran penting dalam transmisi sikappersepsi dan kepercayaan (Ardianto, 2004 : 58). Efek kognitif sangat memengaruhi pembentukancitra oleh khalayak terhadap sesuatu karena efek kognitif terjadi apabila ada perubahan pada apayang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisipengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, dan keyakinan. Media massa bekerja untukmenyampaikan informasi, sedangkan untuk khalayak, informasi tersebut dapat membentuk,mempertahankan, atau mendefinisikan citra berdasarkan persepsi seseorang. Jadi, citra terbentukberdasarkan informasi yang kita terima. Tipe penelitian ini adalah eksplanatif yaitu untukmenemukan penjelasan tentang mengapa suatu kejadian atau gejala terjadi. Populasi daripenelitian adalah warga kota Surakarta yang berusia 15-64 tahun, tetapi karena peneliti tidakmemiliki kerangka sampel yang cukup, maka pengambilan sampel dilakukan dengan teknik nonprobability sampling dan ditetapkan besarnya sampel adalah 70 orang. Teknik penarikan sampeldilakukan dengan teknik accidental sampling, di mana sampel dapat terpilih karena berada padawaktu, situasi, dan tempat yang tepat. Instrumen penelitian yang digunakan adalah denganmenggunakan kuesioner yang berupa daftar pertanyaan yang disiapkan oleh peneliti untukdisampaikan kepada responden yang jawabannya diisi oleh responden sendiri. Sedangkan teknikpengumpul data adalah dengan teknik wawancara, di mana selain memberikan kuesioner,peneliti juga memberikan kesempatan kepada responden untuk menanyakan yang tidakdimengerti responden dalam menjawab kuesioner sehingga mendapatkan jawaban yang lebihmemuaskan dan mendalam. Selain itu, teknik wawancara digunakan untuk memastikan bahwaresponden menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner secara lengkap, tidak sembarangan, dantidak diisikan orang lain. Karena dalam penelitian ini terdapat variabel antara (intervening),maka jenis analisis ini adalah analisis multivariat. Analisis multivariate yang digunakan adalahdengan menggunakan pendekatan Model Persamaan Struktural (Structural Equation Model/SEM). Model ini digunakan karena penelitian ini ingin menguji pengaruh terpaan (X) terhadapcitra polisi (Y) melalui usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan (intervening variabel). Sebelummelakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan evaluasi atas asumsi- asumsi SEMyang dapat menentukan criteria layak uji SEM. Dalam penelitian ini, semua asumsi- asumsiSEM diterima sehingga variabel- variabel tersebut layak diuji menggunakan SEM. Uji hipotesisdilakukan dengan melihat pengaruh langsung dan tidak langsung antara variabel eksogenterhadap variabel endogen. Analisis ini diperlukan untuk membuktikan variabel intervening.Variabel intervening dalam penelitian adalah pendidikan, usia, dan jenis kelamin. Variabelpendidikan, usia, dan jenis kelamin terbukti sebagai variabel intervening yang dapat dilaluiterpaan terhadap citra apabila koefisien pengaruh tidak langsungnya lebih besar daripadapengaruh langsung. Dari pengujian Regression Weights diperoleh hasil parameter estimasipengaruh antara terpaan terhadap citra sebesar 0,778, pengujian hubungan kedua variabeltersebut menunjukkan nilai C.R (critical ratio) sebesar 2,637 lebih besar dari 1,96 danprobabilitas = 0,008 (p < 0,05), ini berarti terpaan berpengaruh positif terhadap citra. PengujianSquared Multiple Correlation untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalammenerangkan variasi variabel dependen, hasilnya adalah citra dipengaruhi oleh terpaan,pendidikan, usia, dan jenis kelamin sebesar 24,8%, sedangkan sisanya sebesar 75,2% (100%-24,8%) dijelaskan oleh faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil uji hipotesismenyatakan bahwa pengaruh langsung terpaan terhadap citra sebesar 0,278 lebih besar daripadapengaruh tidak langsungnya sebesar - 0,048. Jadi dapat disimpulkan bahwa terpaan berpengaruhterhadap citra tidak melalui pendidikan, usia, dan jenis kelamin, sehingga hipotesis yangdiajukan ditolak. Hasil hipotesis ini juga menunjukkan keperkasaan media (Noelle-Neumman,dalam Rakhmat, 2011:198). yang dapat memengaruhi hampir setiap orang dengan cara yangsama tanpa memandang usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.PENUTUP: Polisi merupakan satu institusi pemerintahan yang mempunyai tugas berhubunganlangsung dengan masyarakat sebagai pelayan, pengayom, dan pelindung masyarakat. Oleh sebabitu, citra polisi di mata masyarakat pun harus dijaga agar hubungan antara masyarakat daninstansi kepolisian berlangsung dengan baik. Salah satu cara yang digunakan oleh kepolisianuntuk memperbaiki atau mempertahankan citranya di mata masyarakat adalah melalui mediamassa. Berkembangnya media massa sekarang ini, membuat media massa mempunyai perananpenting dalam membentuk persepsi dan keyakinan masyarakat tentang sesuatu. Kesimpulan daripenelitian ini adalah: 1. Hasil pengujian hipotesis adalah terpaan pemberitaan teror Soloberpengaruh terhadap citra tidak melalui usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan (hipotesisyang diajukan ditolak). Hasil ini diperoleh melalui berdasarkan pengolahan uji hipotesis yangdilakukan dengan menggunakan metode analisis Structural Equation Model (SEM), didapat hasilpengaruh langsung terpaan terhadap citra (standardized direct effect) sebesar 0,278 lebih besardari pengaruh tidak langsung terpaan terhadap citra melalui usia, jenis kelamin, tingkatpendidikan (standardized indirect effect) sebesar – 0,048; 2. Landasan teori yang diajukan untukmendukung hipotesis awal, yaitu teori kategori sosial dan teori perbedaan individual tidaksignifikan karena hasil uji hipotesis menyatakan bahwa terpaan berpengaruh terhadap citrasecara langsung tanpa melalui faktor- faktor demografi, seperti usia, jenis kelamin, dan tingkatpendidikan. Namun teori efek komunikasi dapat mendukung hasil uji hipotesis bahwa terpaanmempunyai pengaruh dalam pembentukan citra; 3. Berdasarkan temuan penelitian di lapanganyang didapatkan dengan membagikan kuesioner kepada 70 orang responden, sebanyak 44.3%menilai citra polisi cukup baik, disusul kemudian 27.1% menilai citra polisi kurang baik, 15.7%menilai citra polisi buruk, dan hanya 12. 9% yang menilai citra polisi baik. Berdasarkankesimpulan tersebut, maka sebaiknya media harus lebih berhati- hati dalam memberikaninformasi mengenai instansi kepolisian, misalnya dengan menyaring informasi mengenai instansikepolisian yang akan ditampilkan di media massa, tidak sembarangan mencari danmewawancarai narasumber, karena media memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhipersepsi masyarakat tentang citra kepolisian. Instansi kepolisian sebaiknya juga mempunyai jurubicara atau Humas yang bertugas memberikan informasi kepada masyarakat melalui mediasecara resmi melalui konferensi pers, tidak hanya di kantor pusat saja tetapi juga di daerahdaerah.Hal ini diperlukan agar informasi yang muncul di media massa dapat terkendali danterkontrol.DAFTAR PUSTAKA: Ardianto, Elvaro. 2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. SimbiosaRekatama Media: Bandung ; Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi.Kencana: Jakarta ; Rakhmat, Djalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya:Bandung ; Ferdinand, Augusty. 2006. Structural Equation Modeling dalam PenelitianManajemen, Edisi Keempat. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang ; Firdaus, M danFarid. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih Untuk Manajemen dan Bisnis, Seri metodekuantitatif. IPB Press: Bogor ; Ghozali, Imam. 2008. Model Persamaan Structural: Konsep danAplikasi dengan Program Amos 16.0. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang ;Koentjaraningrat. 1977. Metode- metode Penelitian Masyarakat. PT Gramedia: Jakarta ;Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana: Jakarta ; Muhidin,Sambas Ali dan Maman Abdurahman. 2007. Analisis Korelasi, Regresi, Dan Jalur DalamPenelitian (Dilengkapi Aplikasi Program SPSS). CV Pustaka Setia: Bandung ; Prasetyo,Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi.Rajawali Pers: Jakarta ; Rakhmat, Djalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. PT RemajaRosdakarya: Bandung ; Rakhmat, Djalaluddin. 1984. Psikologi Komunikasi. PT RemajaRosdakarya: Bandung ; Santoso, Singgih. 2007. Structural Equation Modelling, Konsep danAplikasi dengan Amos, Membuat dan Menganalisis Model SEM Menggunakan Program SPSS.PT Elex Media Komputindo: Jakarta ; Syah Putra, Dedi Kurnia. 2012. Media dan Politik:Menemukan Relasi Antara Dimensi Simbiosis- Mutualisme Media dan Politik. Graha Ilmu:Yogyakarta ; Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedelapan. Kencana: Jakarta ;http://berita.plasa.msn.com/nasional/republika/isu-terorisme-dinilai-justru-perburuk-citra-polisidiakses pada 20 Desember pukul 10.00 ;www.m.okezone.com/read/2012/09/01/337/683777/kapolri-aksi-di-solo-tidak-terkait-pilkada-DKI diakses pada 19 September pukul 13.00 ; http://suarapembaruan.com/home/teror-beruntundi-solo-polisi-ditembak-mati/24062 diakses pada 5 Maret 2013 pukul 18.00 ;http://m.tempo.co/read/news/2012/09/03/063427135/mabes-polri-motif-teror-solo-balas-dendamdiakses pada 5 Maret 2013 pukul 19.00 ; Laporan Harian Monitoring Isu Publik Depkominfodalam www.depkominfo.go.id di akses dan didownload pada 19 September 2012 pukul12.00.
Last update:
Interaksi Online, is published by Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024)7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.