Teknik Geodesi Universitas Diponegoro, Indonesia
BibTex Citation Data :
@article{JGUndip22422, author = {INNEKE PITALOKA and Andri Suprayogi and Arief Nugraha}, title = {IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE SMORPH DAN SIG (Studi Kasus : Kecamatan Semarang Barat)}, journal = {Jurnal Geodesi Undip}, volume = {7}, number = {4}, year = {2018}, keywords = {Kemiringan lereng, Kesesuaian, LIDAR , SMORPH}, abstract = { Kota Semarang adalah salah satu kota yang sering terjadi longsor di beberapa kecamatan. Puluhan rumah ambruk dan rusak parah akibat terkena dampak tanah longsor. Salah satunya adalah kecamatan Semarang Barat. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), mencatat November 2016 sudah 38 kali bencana alam tanah longsor melanda di wilayah Semarang. Seiring dengan perkembangan teknologi untuk mengidentifikasi daerah rawan longsor dapat menggunakan data Light Detection and Ranging (LIDAR). Metode yang digunakan yaitu metode slope morphology (SMORPH) merupakan perhitungan sudut kemiringan lereng yang dibentuk antara bidang permukaan tanah dengan bidang normal. Perhitungan sudut kemiringan lereng pada penelitian ini digunakan dalam satuan persen. Metode yang digunakan dengan memberikan score dan bobot pada parameter penentuan adanya longsor. Penentuan score dan bobot mengacu pada katalog metodologi pembuatan peta geohazard. Dari pengamatan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Light Detection and Ranging (LIDAR) menggunakan metode pembobotan dan overlay beberapa parameter seperti penggunaan lahan, kemiringan lereng, curah hujan dan struktur geologi masing-masing memiliki skor dan bobot. Peta ancaman longsor dibagi menjadi 3 kelas dan wilayahnya rendah (1629,611 ha), sedang (346,684 ha) dan tinggi (13,751 ha). Kesesuaian daerah rawan longsor dilihat dari 2 jenis validasi dengan menggunakan data lapangan dan data kejadian longsor dan kerentanan berdasarkan matriks slope morphology (SMORPH). Kecocokan hasil sampel lapangan pada peta ancaman longsor adalah 97,05% dan tidak sesuai 2,95% sedangkan kesesuaian metode slope morphology (SMORPH) terhadap peta ancaman longsor dari sampling setiap kelurahan adalah 81,25% dan tidak sesuai 18,75%. Berdasarkan validasi yang dilakukan, maka hasil validasi lapangan terhadap peta ancaman lebih baik dibandingkan dengan validasi menggunakan metode SMORPH. }, issn = {2809-9672}, pages = {176--184} doi = {10.14710/jgundip.2018.22422}, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/geodesi/article/view/22422} }
Refworks Citation Data :
Kota Semarang adalah salah satu kota yang sering terjadi longsor di beberapa kecamatan. Puluhan rumah ambruk dan rusak parah akibat terkena dampak tanah longsor. Salah satunya adalah kecamatan Semarang Barat. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), mencatat November 2016 sudah 38 kali bencana alam tanah longsor melanda di wilayah Semarang. Seiring dengan perkembangan teknologi untuk mengidentifikasi daerah rawan longsor dapat menggunakan data Light Detection and Ranging (LIDAR). Metode yang digunakan yaitu metode slope morphology (SMORPH) merupakan perhitungan sudut kemiringan lereng yang dibentuk antara bidang permukaan tanah dengan bidang normal. Perhitungan sudut kemiringan lereng pada penelitian ini digunakan dalam satuan persen. Metode yang digunakan dengan memberikan score dan bobot pada parameter penentuan adanya longsor. Penentuan score dan bobot mengacu pada katalog metodologi pembuatan peta geohazard.
Dari pengamatan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Light Detection and Ranging (LIDAR) menggunakan metode pembobotan dan overlay beberapa parameter seperti penggunaan lahan, kemiringan lereng, curah hujan dan struktur geologi masing-masing memiliki skor dan bobot. Peta ancaman longsor dibagi menjadi 3 kelas dan wilayahnya rendah (1629,611 ha), sedang (346,684 ha) dan tinggi (13,751 ha). Kesesuaian daerah rawan longsor dilihat dari 2 jenis validasi dengan menggunakan data lapangan dan data kejadian longsor dan kerentanan berdasarkan matriks slope morphology (SMORPH). Kecocokan hasil sampel lapangan pada peta ancaman longsor adalah 97,05% dan tidak sesuai 2,95% sedangkan kesesuaian metode slope morphology (SMORPH) terhadap peta ancaman longsor dari sampling setiap kelurahan adalah 81,25% dan tidak sesuai 18,75%. Berdasarkan validasi yang dilakukan, maka hasil validasi lapangan terhadap peta ancaman lebih baik dibandingkan dengan validasi menggunakan metode SMORPH.
Article Metrics:
Last update:
View My Stats
Jurnal Geodesi Undip
Departemen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro