skip to main content

PENGALAMAN IBU YANG MEMILIKI ANAK TUNARUNGU

Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Indonesia

Published: 22 Oct 2014.

Citation Format:
Abstract
Setiap ibu berharap melahirkan anak yang sempurna. Namun, sebagian anak terlahir mengalami kecacatan. Salah satu kecacatan yang dialami adalah tunarungu. Tunarungu adalah mengalami kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan sebagian atau seluruh alat pendengaran yang mengakibatkan hambatan perkembangan bahasa. Tujuan penelitian adalah menggambarkan dinamika pengalaman ibu yang memiliki anak tunarungu. Subjek berjumlah tiga orang dengan karakteristik adalah memiliki anak lebih dari dua, memiliki anak tunarungu berusia 6-8 tahun, anak memiliki taraf hilangnya pendengaran antara 60 dB sampai lebih dari 100 dB, dan ibu yang tidak bekerja. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan materi audio visual. Berdasarkan hasil penelitian dinamika pengalaman ibu yang memiliki anak tunarungu, yaitu dimulai dari kehamilan pada subjek #1 dan #3 sedangkan subjek #2 diawali dari kelahiran anak. Ketiga subjek melewati tahapan yang sama, yaitu anak dideteksi tunarungu. Ketunarunguan anak memunculkan beragam reaksi seperti sedih, tidak percaya, shock, perasaan ambivalen, terpukul, dan bingung. Ketunarunguan anak memunculkan masalah dalam keluarga dan masyarakat. Masalah yang muncul berdampak munculnya perasaan down, stres, sakit hati, kecewa, putus asa, rasa bersalah, rendah diri, cemas, trauma, ketidakpuasan pernikahan, dan berhenti kerja. Dampak yang muncul diatasi subjek dengan coping. Namun, subjek #3 tidak melakukan coping. Tidak hanya coping, ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain agama, hubungan suami dan istri yang baik, dukungan keluarga, dukungan sosial, dan penerimaan sosial. Coping dan faktor-faktor yang mempengaruhi menyebabkan subjek berpandangan positif mengenai anak dan muncul harapan untuk anak.
Fulltext View|Download
Keywords: ibu, tunarungu

Article Metrics:

  1. Barkley, R. 1990. Attention-deficit hyperactivity disorder. Canada: Jones and Barlett
  2. Canavan, J., Pinkerton, J., dan Dolan, P. (2006). Famliy support as reflective practice. USA: Jessica Kingsley
  3. Delphie, B. (2006). Psikologi anak berkebutuhan khusus (dalam setting pendidikan inklusi). Bandung: PT Refika Aditama
  4. Hallahan, D.P., dan Kauffman, J.M. (2012). Exceptional learner (12th ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc
  5. Herdiansyah, H. (2010). Metodologi penelitian kualitatif (untuk ilmu-ilmu sosial). Jakarta: Salemba Humanika
  6. Ibrahim, Z. (2002). Psikologi wanita. Bandung: Pustaka Hidayah. Alih Bahasa: Ghazi Saloom
  7. Keswara, R. (2013). Terapi auditori verbal efektif bantu tuna rungu. Jakarta: Hasil PT. Media Nusantara Citra Tbk. Diunduh tanggal 13 Februari 2014, pukul 11.50 dari http://m.sindonews.com/read/2013/05/17/15/749972/terapi-auditori-verbalefektif-bantu-tuna-rungu
  8. Setiyawan, I. 2012. Beri Kesempatan Kerja Lebih Luas Penyandang Difabel. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Diunduh tanggal 6 Februari 2014, pukul 14.00 dari http://tekno.kompas.com/read/2012/12/10/03583034/beri.kesempatan.kerja.lebih. luas.penyandang.difabel
  9. Somantri, S.T. (2007). Psikologi anak luar biasa. Bandung: PT. Refika Aditama
  10. Snyder, C.R, dan Lopez, S.J. (2002). Handbook of positive psychology. London: Oxford University Press

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.