skip to main content

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUANTENTANG LUPUS DENGAN KECENDERUNGANMEMBERIKAN DUKUNGAN SOSIAL KEPADAODAPUS (ORANG DENGAN LUPUS) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 SEMARANG

Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Indonesia

Published: 30 Apr 2016.

Citation Format:
Abstract
Penyakit Lupus termasuk penyakit yang tidak banyak dikenal di masyarakat. Jumlah penderita lupus cukup tinggi karena lebih banyak dari penderita AIDS. Namun, tingginya jumlah penderita lupus tidak diiringi dengan pengetahuan masyarakat tentang lupus, sehingga masyarakat cenderung kurang berperan banyak sebagai sumber dukungan sosial bagi penderita lupus. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang lupus dan kecenderungannya memberikan dukungan sosial kepada Odapus. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 9 Semarang. Sampel penelitian berjumlah 173 siswa yang diperoleh dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan Skala Kecenderungan Memberikan Dukungan Sosial kepada Odapus (25 aitem; α = 0,911) dan Kuesioner Tingkat Pengetahuan tentang Lupus (20 aitem; α = 0,829). Analisis Kendall-tau menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang lupus dengan kecenderungan memberikan dukungan sosial kepada odapus (r = 0,031; p = 0.565). Penelitian ini juga menemukan adanya perbedaan gender dalam kecenderungan memberikan dukungan sosial kepada odapus, dimana remaja perempuan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi dibanding remaja laki-laki (Mdnperempuan = 56; Mdnlaki-laki = 51; p < 0,001). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti ditolak dan terdapat perbedaan kecenderungan memberikan dukungan sosial kepada Odapus ditinjau dari perbedaan gender.
Fulltext View|Download
Keywords: lupus; tingkat pengetahuan; dukungan sosial; remaja; siswa SMA

Article Metrics:

  1. Ajzen, I. (2005). Attitudes, personality, and behavior. New York: Open University Press
  2. Baron, R. A. &Byrne, D. (2005). Psikologi sosial jilid 1. Jakarta: Erlangga
  3. Barss, P., dkk. (2009). Effect of a rapid peer-based HIV/AIDS educational intervention on knowledge and attitudes of high school students in a high-income Arab country. Journal of AcquiredImmune Deficiency Syndromes, 52(1), 86-98
  4. Bernard, B. (1990). The case for peers. United States of America: Northwest Regional Educational Laboratory
  5. Caroli, M. E. & Sagone, E. (2013). Belief in a just world, prosocial behavior, and moral disengagement in adolescence. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 116, 596-600
  6. Eisenberg, N., Guthrie, I. K., Cumberland, A., Murphy, B. & Shepard, S. A. (2002). Prosocial development in early adulthood: A longitudinal study. Journal of personality and social psychology, 82 (6), 993-1006
  7. Ginsburg, H. & Silakowski, T. (2009). Comparing empathy and selfish rationales motivating preschool children’s decisions about wearing vision-obscuring opaque eyeglasses. Journal of Education and Human Development, 3(1), 1-10. (diunduh dari http://www.scientificjournals.org/journals2009/articles/1474.pdf)
  8. Goncalves, T. & Lemos, M. (2013). Personal and social factors influencing students’ attitudes toward peers with special needs. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 112, 949-955
  9. Isbagio, H., Albar, Z., Kasjmir, Y. I., & Setiyohadi, B. (2006). Lupus Eritematosus Sistemik . Dalam A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K, & S. Setiati, Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
  10. Judha, M., Nurachmah, E.& Rachmawati, I. N. (2010). Pencarian makna hidup klien terdiagnosa Lupus Eritematosus Sistemik dengan perspektif Maslow dan Henderson. Jurnal Keperawatan Indonesia, 13(3), 145-152
  11. Kurniasari, N. (2014). Aku dan lupus part 1. Diakses dari http://nurindahkurniasari14414.blogspot.co.id/2014/11/aku-lupus-part-i.html
  12. Lapsley, D. K., Aalsma, M. C.& Halpern-Felsher, B. L. (2005). Invulnerability and risk behavior in early adolescence. Paper presented at the biannual meeting of the Society for Research in Child Development, Altanta, 8 April 2005
  13. Layzer, C., Rosapep, L.& Barr, S. (2013). A peer education: Delivering highly reliable sexual health messages in schools. Journal of Adolescence Health, 54, 570-577
  14. Leometa, C. H. (2007). Penerimaan diri penderita Systemic Lupus Serythematosus (SLE) usia dewasa muda. Skripsi, tidak diterbitkan, Jakarta: Universitas Indonesia
  15. Lubis, M. (2012).Manusia Indonesia. Jakarta: YayasanPustakaObor Indonesia
  16. Myers, D. G. (2012). Psikologi sosial jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika
  17. Ogden, J. (2004). Health psychology, A textbook third edition. New York: Open University Press
  18. Rameson, L. T. & Lieberman, M. D. (2009). Empathy: A social cognitive neurosciencce approacch. Social and Personality Psychology, 3 (1), 94-110. Diunduh dari http://www.scn.ucla.edu/pdf/Rameson(2009).pdf
  19. Sarafino, E. P.& Smith, T. W. (2011). Health psychology seventh edition. New York: John Wiley & Sons, Inc
  20. Sismadi, S. (2005). Lupus & Stroke. Jakarta: Sisma Digi Media
  21. Trobst, K. K., Collins, R. L,&Embree, J. M. (1994). The role of emotion in social support provision: Gender, empathy, and expressions of distress. Journal of Social and Personal Relationships, 11(1), 45-62
  22. Turner, G. (1999). Peer support and young people’s health. Journal of Adolescence, 22(4), 567- 572
  23. Weiner, B. (1980). A cognitive (attribution)-emotion-action model of motivated behavior: An analysis of judgement of help-giving. Journal of Personality and Social Psychology, 39(2), 186-200

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.