BibTex Citation Data :
@article{DLJ43471, author = {Valencya Arya Sandy and Yunanto Yunanto and Agus Sarono}, title = {AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA ISTRI MENGALAMI GANGGUAN JIWA}, journal = {Diponegoro Law Journal}, volume = {13}, number = {2}, year = {2024}, keywords = {Pembatalan Perkawinan; Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan; Pengampuan}, abstract = { Pembatalan perkawinan yang artinya perkawinan tersebut sudah terjadi atau sudah dilangsungkan, lalu setelah terjadinya perkawinan tersebut ditemukannya syarat-syarat yang tidak memenuhi dalam melangsungkan perkawinan tersebut atau terdapatnya suatu ancaman ataupun salah sangka pada diri suami atau istri yang pada akhirnya perkawinan tersebut dapat dibatalkan dengan adanya putusan Pengadilan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui akibat hukum dari pembatalan perkawinan karena istri mengalami gangguan jiwa dan perspektif hukum terkait pengampuan istri sebelum dan setelah pembatalan perkawinan. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris yang dilakukan dengan cara penelitian langsung di lapangan dengan wawancara dan studi kepustakaan berdasarkan peraturan perundang-undangan, putusan perkara dan jurnal hukum. Hasil penelitian pada penulisin ini telah menunjukan bahwa akibat hukum pembatalan perkawinan perkara 1038/Pdt.G/2022/PA.Smg perkawinan yang sudah terjadi diantara suami dan istri akan dianggap tidak pernah ada sejak putusan Pengadilan telah berkekuatan hukum tetap dan harta bersama dalam perkawinan kembali kepada masing-masing pihak suami dan istri. Dalam perkawinan tersebut telah melanggar Pasal 433 KUH Perdata karena istri tidak berada di bawah pengampuan, oleh karena itu setelah terjadinya pembatalan perkawinan dapat melakukan permohonan pengampuan terhadap diri istri guna melindungi hak yang dimiliki olehnya terutama dalam melakukan perbuatan hukum. }, issn = {2540-9549}, doi = {10.14710/dlj.2024.43471}, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/article/view/43471} }
Refworks Citation Data :
Pembatalan perkawinan yang artinya perkawinan tersebut sudah terjadi atau sudah dilangsungkan, lalu setelah terjadinya perkawinan tersebut ditemukannya syarat-syarat yang tidak memenuhi dalam melangsungkan perkawinan tersebut atau terdapatnya suatu ancaman ataupun salah sangka pada diri suami atau istri yang pada akhirnya perkawinan tersebut dapat dibatalkan dengan adanya putusan Pengadilan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui akibat hukum dari pembatalan perkawinan karena istri mengalami gangguan jiwa dan perspektif hukum terkait pengampuan istri sebelum dan setelah pembatalan perkawinan. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris yang dilakukan dengan cara penelitian langsung di lapangan dengan wawancara dan studi kepustakaan berdasarkan peraturan perundang-undangan, putusan perkara dan jurnal hukum. Hasil penelitian pada penulisin ini telah menunjukan bahwa akibat hukum pembatalan perkawinan perkara 1038/Pdt.G/2022/PA.Smg perkawinan yang sudah terjadi diantara suami dan istri akan dianggap tidak pernah ada sejak putusan Pengadilan telah berkekuatan hukum tetap dan harta bersama dalam perkawinan kembali kepada masing-masing pihak suami dan istri. Dalam perkawinan tersebut telah melanggar Pasal 433 KUH Perdata karena istri tidak berada di bawah pengampuan, oleh karena itu setelah terjadinya pembatalan perkawinan dapat melakukan permohonan pengampuan terhadap diri istri guna melindungi hak yang dimiliki olehnya terutama dalam melakukan perbuatan hukum.
Article Metrics:
Last update:
View My Stats
EDITORIAL ADDRESSDiponegoro Law JournalFaculty of Law, Universitas DiponegoroSatjipto Rahardjo Building, Jl. dr. Antonius Suroyo, Tembalang, Semarangdiponegorolawjournal@gmail.comhttps://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr024 - 76918201 (telp) / 024 - 76918206 (fax)