slot gacor slot gacor hari ini slot gacor 2025 demo slot pg slot gacor slot gacor
KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA MATI DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA | Pujiyono, Purwoto | Diponegoro Law Journal skip to main content

KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA MATI DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA

*Rosmaulina Munthe*, Pujiyono, Purwoto  -  Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Indonesia

Citation Format:
Abstract

Pidana mati merupakan pidana yang banyak menimbulkan pertentangan pendapat atau pro dan kontra. Sanksi pidana mati adalah salah satu kebijakan hukum pidana yang diatur dalam sistem pemidanaan di Indonesia baik di dalam KUHP,maupun di peraturan perundang-undangan di luar KUHP, jenis sanksi ini dianggap sebagai sanksi pidana yang paling berat yang pernah dijatuhkan dan selalu memunculkan perdebatan demi perdebatan. Penulisan hukum yang berjudul “Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana Mati Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia” bertujuan untuk mengetahui eksistensi sanksi pidana mati dalam sistem pemidanaan di Indonesia saat ini dan dimasa yang akan datang.

                Untuk mencapai sasaran dan tujuan dari peniltian ini, metode pendekatan yang digunakan adalah adalah metode yuridis normatif. Pengumpulan data yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Metode analisis data adalah kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami, merangkai, atau mengkaji data yang dikumpulkan secara sistematis.

                Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa kebijakan formulasi sanksi pidana mati dalam sistem pemidanaan di Indonesia saat ini dan dimasa yang akan datang tidak bertentangan dengan konstitusi, dan eksistensinya dapat terlihat dalam beberapa Pasal dalam KUHP yaitu Pasal 104 (Makar terhadap Presiden dan Wakil Presiden), Pasal 111 ayat (20) (Mengajak negara asing guna menyerang Indonesia dalam perang),  Pasal 124 ayat (3) (Memberi pertolongan kepada musuh sewaktu Indonesia dalam perang), Pasal 140 ayat (3) (Makar terhadap Raja atau Presiden atau Kepala Negara sahabat yang direncanakan atau berakibat maut), Pasal 340 KUHP (Pembunuhan Berencana), Pasal 365 ayat (4) (Pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan luka berat atau mati), Pasal 444 (Pembajakan di laut, di pesisir dan di sungai yang mengakibatkan kematian, maupun di peraturan-peraturan lain diluar KUHP seperti  Undang-Undang Nomor 21 (Prp) Pasal 1 ayat (2) Tahun 1959 Tentang Memperberat Ancaman Hukuman Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika Pasal 113,114,118,119 dan 121, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,menjadi Undang-Undang jo. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Undang-Undang  Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Kebijakan hukum pidana tentang sanksi pidana mati dalam sistem pemidanaan di Indonesia saat ini diatur di dalam KUHP dan diluar KUHP. Pidana mati dicantumkan dalam Pasal tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat eksepsional/khusus. Pidana mati diancamkan secara alternatif/bersyarat dengan jenis pidana lainnya, yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Fulltext View|Download
Keywords: Eksistensi, Sanksi Pidana Mati, Sistem Pemidanaan

Article Metrics:

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.