BibTex Citation Data :
@article{DLJ11101, author = {Deypend Tommy Sibuea*, R.B. Sularto, Budhi Wisaksono}, title = {KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PERAMPASAN ASET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA}, journal = {Diponegoro Law Journal}, volume = {5}, number = {2}, year = {2016}, keywords = {Perampasan Aset, Hasil Tndak Pidana Korupsi}, abstract = { Korupsi di masa sekarang telah berkembang sebagai kejahatan luar biasa karena telah menggerogoti dan membahayakan keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia yang dilakukan secara konvensional, yakni menemukan pelaku tindak pidana dan kemudian menjebloskannya ke dalam penjara ternyata belum cukup efektif menekan jumlah kejahatan korupsi. Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi upaya yang dilakukan tidak hanya menjatuhkan hukuman yang berat kepada pelakunya. Tetapi juga bagaimana mengembalikan aset-aset negara yang telah dicuri dengan melakukan perampasan aset-aset pelaku tindak pidana korupsi. Dari uraian di atas, dapat dilihat permasalahan yang diangkat adalah mengenai kebijakan formulasi perampasan aset hasil tindak pidana korupsi di indonesia menurut hukum positif dan kebijakan formulasi mengenai perampasan aset hasil tindak pidana korupsi dimasa yang akan datang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan sumber-sumber data sekunder. Hasil dari penelitian ini yaitu kebijakan hukum pidana dalam perampasan aset hasil tindak pidana korupsi terdiri dari dua mekanisme yakni secara hukum pidana melalui putusan pengadilan pidananya dan melalui hukum perdata yaitu melalui gugatan secara perdata. Perampasan aset melalui mekanisme hukum pidana didasarkan pada Pasal 18 huruf (a) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan perampasan aset melalui mekanisme gugatan perdata didasarkan pada Pasal 32 sampai dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbaharui melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di samping itu Kebijakan hukum pidana dalam upaya perampasan aset hasil tindak pidana korupsi yang akan datang dapat diperbaharui melalui kebijakan perundang-undangan, dengan mempertimbangkan praktek perampasan aset secara global saat ini, baik berdasarkan UNCAC 2003 (Konvensi PBB Melawan Korupsi) dan juga praktek di negara-negara lain. }, issn = {2540-9549}, pages = {1--7} doi = {10.14710/dlj.2016.11101}, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/article/view/11101} }
Refworks Citation Data :
Korupsi di masa sekarang telah berkembang sebagai kejahatan luar biasa karena telah menggerogoti dan membahayakan keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia yang dilakukan secara konvensional, yakni menemukan pelaku tindak pidana dan kemudian menjebloskannya ke dalam penjara ternyata belum cukup efektif menekan jumlah kejahatan korupsi. Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi upaya yang dilakukan tidak hanya menjatuhkan hukuman yang berat kepada pelakunya. Tetapi juga bagaimana mengembalikan aset-aset negara yang telah dicuri dengan melakukan perampasan aset-aset pelaku tindak pidana korupsi.
Dari uraian di atas, dapat dilihat permasalahan yang diangkat adalah mengenai kebijakan formulasi perampasan aset hasil tindak pidana korupsi di indonesia menurut hukum positif dan kebijakan formulasi mengenai perampasan aset hasil tindak pidana korupsi dimasa yang akan datang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan sumber-sumber data sekunder. Hasil dari penelitian ini yaitu kebijakan hukum pidana dalam perampasan aset hasil tindak pidana korupsi terdiri dari dua mekanisme yakni secara hukum pidana melalui putusan pengadilan pidananya dan melalui hukum perdata yaitu melalui gugatan secara perdata. Perampasan aset melalui mekanisme hukum pidana didasarkan pada Pasal 18 huruf (a) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan perampasan aset melalui mekanisme gugatan perdata didasarkan pada Pasal 32 sampai dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbaharui melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di samping itu Kebijakan hukum pidana dalam upaya perampasan aset hasil tindak pidana korupsi yang akan datang dapat diperbaharui melalui kebijakan perundang-undangan, dengan mempertimbangkan praktek perampasan aset secara global saat ini, baik berdasarkan UNCAC 2003 (Konvensi PBB Melawan Korupsi) dan juga praktek di negara-negara lain.
Article Metrics:
Last update:
View My Stats
EDITORIAL ADDRESSDiponegoro Law JournalFaculty of Law, Universitas DiponegoroSatjipto Rahardjo Building, Jl. dr. Antonius Suroyo, Tembalang, Semarangdiponegorolawjournal@gmail.comhttps://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr024 - 76918201 (telp) / 024 - 76918206 (fax)