PERUBAHAN SISTEM ORGANISASI PERPAJAKAN DI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK STUDI KASUS KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG GAYAMSARI

Anindita Ulfa Hadini, Dyah Lituhayu, Hesti Lestari
DOI: 10.14710/jppmr.v1i1.194

Abstract

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dalam negeri yang
memberi kontribusi cukup besar. Kepengurusan pajak berada di bawah
naungan Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang secara struktural berada di
bawah Departemen Keuangan. Seperti kita ketahui bahwa beberapa saat
yang lalu kinerja pegawai pajak menjadi sorotan banyak pihak, karena
banyaknya anggapan bahwa kinerja pegawai pajak banyak melakukan
penyelewengan.
Hal ini diperkuat dengan banyaknya pandangan negatif dari
pengamat perpajakan, masyarakat umum dan Wajib Pajak terhadap
buruknya kinerja pegawai Ditjen Pajak (intranet Ditjen Pajak, 2005). Hal
ini ditegaskan pula dari hasil jajak pendapat Fokus Kompas yang dimuat
pada harian Kompas tanggal 26 November 2005, berdasarkan pernyataan
responden sebanyak 55% yang menilai buruknya citra pegawai pajak,
hanya 27,7% responden yang menilai positif terhadap citra pegawai pajak
dalam menjalankan tugasnya (intranet Ditjen Pajak, 2006). Hasil jajak
pendapat Kompas yang diselenggarakan pada 18-20 November 2009
memperlihatkan, lebih dari separuh responden (66,8 persen) menyatakan
bahwa citra aparat birokrasi pemerintah saat ini secara umum masih buruk.
Dari data di atas tampak bahwa Direktorat Jenderal Pajak perlu
merumuskan kebijakan dalam rangka memperbaiki citra mereka.
KPP Pratama Semarang Gayamsari yang menjadi subjek dalam
penelitian ini, sebelum tahun 2008 bergabung dengan KPP Pratama
Semarang Timur dan KPP Pratama Demak. Namun, pada akhir tahun
2007, seiring dengan berjalannya modernisasi perpajakan ketiganya pecah
dan berdiri sendiri-sendiri. Perbedaan KPP yang sekarang sangat kontras
dibandingkan dengan KPP konvensional (lama) yang belum mendapat
sentuhan modernisasi. Perbedaan itu, misalnya, tampilan gedung kantor
yang dirancang dan didesain dengan konsep kantor modern (walaupun
belum semua KPP di Indonesia), front office yang standar di Tempat
Pelayanan Terpadu (TPT) sebagai aplikasi “one stop service” perpajakan,
tersedianya alat-alat bantu di lobby atau di TPT, seperti help desk yang
siap melayani informasi dan konsultasi perpajakan yang bersifat umum,
media informasi perpajakan dengan touch screen, dan lain sebagainya.
Meskipun demikian, timbul pula gejala kurang optimalnya fungsi
pengadaan sarana ini. Hal ini terlihat dari jarang sekali Wajib Pajak yang
mencari informasi perpajakan di media touch screen tersebut. Banyaknya
aktivitas pelayanan yang ada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Semarang Gayamsari membuat banyak pelanggan harus menunggu,
sementara fasilitas pelayanan tidak bertambah.

Full Text: Untitled