BibTex Citation Data :
@article{JPGS32707, author = {Melly Ningsih and Laila Alfirdaus and Nur Hidayat Sardini}, title = {POLITIK ETNIK PASCA KONFLIK MADURA- DAYAK DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT KALIMANTAN TENGAH}, journal = {Journal of Politic and Government Studies}, volume = {11}, number = {1}, year = {2021}, keywords = {Politik Etnik, Integrasi, Ekonomi, Birokrasi Pemerintah}, abstract = { Penelitian ini memabahas mengenai politik etnik pasca konflik Madura Dayak di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Penelitian ini menjadi menarik dikarenakan masih minimnya pembahasan mengenai kondisi masyarakat pasca konflik etnik Madura Dayak yang terjadi di kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Namun dikarenakan terdapat banyak penelitian mengenai konflik etnik Madura Dayak yang mengambil latar belakang Sampit, Kotawaringin Timur, Peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat demi melihat sudut pandang lain serta dampaknya ke daerah diluar tempat kejadian konflik etnik Madura Dayak yang sering disebut sebagai Konflik Sampit tersebut. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan etnografi. Penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi dikenal sebagai suatu proses penelitian yang melibatkan peneliti secara langsung ke dalam kelompok tertentu. Penelitian kualitatif pendekatan etnografi pada umumnya digunakan untuk meneliti suatu kegiatan,bahasa,cara hidup, dan kepercayaan dalam masyarakat. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan yang diantaranya adalah kondisi sosial masyarakat Kotawaringin Barat pasca konflik berlangsung baik dan lebih tertata. Masyarakat yang semakin heterogen, serta kemajuan teknologi serta zaman mengakibatkan pergeseran pola pikir yang kian terbuka terhadap pendatang. Alhasil kini suku Dayak bukanlah lagi satu-satunya masyarakat mayoritas, melainkan sudah disaingi jumblahya dengan masyarakat etnik Melayu, serta etnik Jawa yang kini dapat bermigrasi dengan mudah. Diluar suku mayoritas, Dayak, Melayu, dan Jawa, masyarakat suku Madura sendiri kedudukannya sudah jauh lebih aman. Fakta lapangan menyebutkan bahwa 85% pasar ekonomi dikuasai oleh etnik Madura mulai dari pasar tradisional hingga pertokoan klontong dan suplayer buah dan sayuran. Sementara masyarakat etnik Dayak, Melayu, dan Jawa lebih banyak yang terlibat dengan sektor industri seperti pengusaha sawit dan karet. Khusus untuk bidang birokrasi dan politik, masyarakat etnik Madura cenderung pasif dikarenakan memang minat dab bakat yang diturunkan secara turun temurun adalah kerja lapangan yang berkaitan dengan tenaga kerja. Oleh karena itu, masyarakat yang lebih aktif dalam bidang birokrasi pemerintah dan politik adalah etnik-etnik selain suku Madura, diantaranya ada Dayak, Jawa, dan Melayu.}, pages = {81--93} url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/view/32707} }
Refworks Citation Data :
Penelitian ini memabahas mengenai politik etnik pasca konflik Madura Dayak di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Penelitian ini menjadi menarik dikarenakan masih minimnya pembahasan mengenai kondisi masyarakat pasca konflik etnik Madura Dayak yang terjadi di kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Namun dikarenakan terdapat banyak penelitian mengenai konflik etnik Madura Dayak yang mengambil latar belakang Sampit, Kotawaringin Timur, Peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat demi melihat sudut pandang lain serta dampaknya ke daerah diluar tempat kejadian konflik etnik Madura Dayak yang sering disebut sebagai Konflik Sampit tersebut.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan etnografi. Penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi dikenal sebagai suatu proses penelitian yang melibatkan peneliti secara langsung ke dalam kelompok tertentu. Penelitian kualitatif pendekatan etnografi pada umumnya digunakan untuk meneliti suatu kegiatan,bahasa,cara hidup, dan kepercayaan dalam masyarakat.
Last update: