skip to main content

Representasi Orang Jawa dalam Iklan Televisi Djarum 76


Citation Format:
Abstract

Representasi Orang Jawa dalam Iklan Televisi Djarum 76
ABSTRAK
Penelitian berjudul “Representasi Orang Jawa dalam Iklan Televisi Djarum 76”
dengan subjek penelitian versi Matre, versi Pingin Sugih dan Ganteng, versi Ketipu,
versi Takut Istri, versi Gayus, versi Ketiduran dilakukan untuk mengetahui
bagaimana orang Jawa dan mitologi orang Jawa direpresentasikan dalam iklan
tersebut. Penelitian ini berlandaskan pada teori representasi dari Stuart Hall, teori
semiotika dari Roland Barthes, dengan menggunakan analisis Sintagmatik sebagai
pemaknaan tataran pertama terhadap rangkaian teks. Penelitian ini juga
menggunakan analisis Paradigmatik untuk proses penggalian makna tataran kedua
yang bersifat konotatif dengan mengungkapkan mitologi, dan kode-kode ideologis
dalam iklan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa orang Jawa dalam iklan Djarum
76 tampil sebagai sosok yang merusak kerukunan, tidak memiliki keutamaan yang
sangat dihargai oleh orang Jawa, tidak menjalankan tuntutan kerukunan yang
dibebankan kepadanya sebagai orang Jawa dewasa, matre, sombong, mencerminkan
falsafah Jawa yaitu, inggah inggih ora kepanggih dan yen djiwit lara aja njiwit, tidak
mawas diri, mencerminkan teori humor superioritas dan meremehkan, bersifat
angkaramurka yang dibarengi dengan ungkapan umuk keblithuk, pemalas. Hal ini
sangat berseberangan sekali dengan stereotip yang ada di masyarakat. Penelitian ini
juga berhasil mengungkapkan kepercayaan orang Jawa terhadap mahluk halus untuk
mengatasi masalah hidup.
Kata kunci: Orang Jawa, Representasi, Iklan Djarum 76
ABSTRACT
Research called representation the javanese in television commercial djarum 76 with
the subject of study version Matre, version Pingin Sugih dan Ganteng, version
Ketipu, version Takut Istri, version Gayus, version Ketiduran conducted to determine
how The Javanese and mythology The Javanese represented in those ads. This
research based on the theory of representation of the Stuart Hall, a theory of
semiotics Roland Barthes, by using Sintagmatik analysis as the first level of
definition of the range of text. Research is also using analysis paradigmatik to the
second process of extracting entendres a connotative by with reveals the mythology,
and the ideological codes in ads. The results of this research show that the Javanese
in ad Djarum 76 appeared as a destructive figure of harmony, Not having the
primacy of which is highly prized by The Javanese, don ' t run demands harmony
charged to him as The Javanese adult, matre, arrogant, reflecting of philosophy Java
that is, inggah inggih ora kepanggih, and yen djiwit lara is njiwit, not introspective,
reflecting the humor theory of superiority and underestimate, spatially
angkaramurka and as with expressions of umuk keblithuk, and a lubber. It is
opposite the existing stereotypes in society. This research also managed to reveal in
confidence The Javanese against being ethereal to solve the problems of life.
Keywords: The Javanese, Representation, Advertising Djarum 76
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang Jawa adalah penduduk asli bagian tengah dan timur Pulau Jawa yang bahasa
ibunya adalah bahasa Jawa (Magnis-Suseno, 1991: 12). Rokok (udud) dan kebiasaan
merokok (ngudud) telah mewarnai kehidupan orang Jawa di berbagai lapisan.
Aktivitas ngudud sudah menjadi bagian dari hidup bagi orang Jawa. Rokok dijadikan
sarana untuk melepas kepenatan permasalahan yang dihadapi dalam hidup seharihari.
Beban psikologis yang dialami orang Jawa seakan-akan terasa berkurang dan
ketentraman batin pun didapatkan setalah merokok. Selain itu, rokok juga dijadikan
sebagai media untuk memanggil makhluk yang tidak kasat mata untuk
menyelesaikan masalah dalam kehidupan.
Ritual orang Jawa ini diadopsi oleh Djarum 76 dalam pembuatan iklannya.
Ritual orang Jawa dipilih oleh Djarum 76 untuk iklannya karena tembakau yang
dipakai untuk memproduksi Djarum 76 semua berasal dari temanggung, dan
pengikut setia Djarum 76 kebanyakan berasal dari Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Sosok orang Jawa yang dihadirkan dalam bentuk jin dalam iklan Djarum 76
menggambarkan sisi religi Jawa yang masih menganut kepercayaan Kejawen, yang
menggunakan rokok sebagai media untuk memanggil makhluk ghaib. Iklan Djarum
76 menggambarkan unsur etnisitas Jawa dengan menghadirkan sosok jin yang
direpresentasikan menggunakan baju adat Jawa, bahasa Jawa, dialek Jawa,
karakteristik Jawa, dan lain sebagainya. Iklan rokok Djarum 76 berbeda sekali
dengan iklan rokok pada umumnya. Iklan rokok pada umumnya menggambarkan
image maskulinitas atau syarat akan kebersamaan, dan persahabatan.
Media televisi merupakan pilihan terbaik bagi kebanyakan pengiklan di
Indonesia. Televisi merupakan salah satu media komunikasi yang sangat efektif
untuk memberikan informasi dibandingkan dengan media lainnya. Kelebihan media
televisi dalam menyampaikan pesan adalah pesan-pesan yang disampaikan melalui
gambar, dan suara secara bersamaan, serta memberikan suasana hidup sehingga
sangat mudah diterima oleh pemirsa. Siaran televisi juga memiliki sifat langsung,
simultan, intim, dan nyata (Mulyana, 1997: 169). Budaya yang direpresentasikan
secara terus-menerus dalam iklan televisi Djarum 76 akan mengakibatkan orangorang
yang menonton iklan Djarum 76 memiliki stereotype bahkan prasangka
terhadap orang Jawa bahwa sikap, sifat, dan karakteristik orang Jawa itu seperti apa
yang direpresentasikan oleh sosok kedua jin itu. Padahal streotype yang
membuahkan prasangka tidak baik dihadirkan karena akan menghadirkan penilaian
baku yang tidak dapat diubah untuk satu etnis tertentu.
B. Perumusan Masalah
Orang Jawa dalam iklan Djarum 76 direpresentasikan melalui sosok jin yang
mengenakan pakaian, dan juga menggunakan dialek Jawa. Tidak hanya di satu iklan
saja namun direpresentasikan di beberapa iklan Djarum 76, sosok jin
direpresentasikan secara terus menerus membuat orang memiliki asumsi atau
penilaian terhadap orang Jawa seperti apa yang digambarkan oleh jin dalam iklan
Djarum 76. Oleh karena itu, rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana
orang Jawa dan mitologinya direpresentasikan dalam iklan televisi Djarum 76?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui mitologi orang Jawa, dan bagaimana orang Jawa
direpresentasikan dalam iklan televisi Djarum 76.
D. Kerangka Pemikiran Teoritis
1. Representasi, dan orang Jawa
Representasi menurut Stuart Hall (1997: 15), “representasi menghubungkan makna,
dan bahasa dengan budaya. Yang berarti menggunakan bahasa untuk mengatakan
tentang sesuatu, atau untuk mewakili dunia yang penuh arti, kepada orang lain.
Representasi merupakan bagian penting dari proses di mana makna diproduksi, dan
dipertukarkan antara anggota suatu budaya. Ini melibatkan penggunaan bahasa,
tanda-tanda, dan gambar yang berdiri untuk atau mewakili sesuatu”. Representasi ini
penting untuk kehidupan sehari-hari. Bagaimana kita memahami lingkungan kita dan
satu sama lain. Pemahaman dihasilkan melalui campuran kompleks latar belakang,
selera, kekhawatiran, pelatihan, kecenderungan, dan pengalaman, semua dibuat nyata
bagi kita melalui prinsip-prinsip, dan proses representasi bahwa frame, dan mengatur
pengalaman kami berada di dunia. Apa yang kita lihat adalah bukan apa yang ada,
tapi apa tradisi sosial budaya, dan konteks melihat itu (Webb, 2009: 2).
Iklan Djarum 76 juga menggunakan penandaan dalam produksi iklannya.
Iklan Djarum 76 yang diproduksi dengan berbagai versi di dalamnya
merepresentasikan sosok orang Jawa. Orang Jawa diatur dalam pola pergaulannya di
mana ada kaidah-kaidah yang harus diperhatikan. Hildred Greertz (dalam Magnis-
Suseno, 1991: 38) mengatakan, “ada dua kaidah yang paling menentukan pola
pergaulan dalam masyarakat Jawa. Kaidah pertama disebut dengan rukun. Kaidah
kedua disebut dengan prinsip hormat” Prinsip kerukunan tidak menyangkut suatu
sikap batin atau keadaan jiwa, melainkan penjagaan keselarasan dalam pergaulan.
Yang perlu dicegah konflik-konflik yang terbuka. Ketentraman dalam masyarakat
jangan sampai diganggu, jangan sampai nampak adanya perselisihan, dan
pertentangan. Oleh karena itu, Hildred Geertz menyebut keadaan rukun sebagai
harmonious social appearances. Mencegah terjadinya emosi-emosi yang bisa
menimbulkan konflik atau sekurang-kurangnya dapat mencegah jangan sampai
emosi-emosi itu pecah secara terbuka (Magnis-Suseno, 1991: 40-41). Prinsip hormat,
membawa diri sesuai dengan tuntutan-tuntutan tata krama sosial harus dilakukan.
Mereka yang berkedudukan lebih tinggi harus diberi hormat. Sedangkan sikap yang
tepat terhadap mereka yang berkedudukan lebih rendah adalah sikap kebapaan atau
keibuan, dan rasa tanggung jawab (Magnis-Suseno, 1991: 60-61).
Orang Jawa memiliki watak nrima. Nrima adalah menerima segala sesuatu
dengan kesadaran tanpa merasa kecewa di belakang. Namun nrima tidak berarti
tanpa upaya gigih. Mereka tetap berpedoman jika masih ada hari, rezeki tentu ada,
dan setiap orang yang mau bekerja tentu akan meraih rezeki (Endraswara, 2013: 35).
Selain itu, orang Jawa dikenal memiliki sifat dermawan atau kanthong bolong.
Kanthong bolong berarti memiliki sifat suka memberi. Kanthong bolong, kuncinya
pada ikhlas, tulus, dan penuh perhatian (Endraswara, 2013: 51). Orang Jawa juga
mempunyai karakteristik buruk yang biasa disebut dengan watak angkaramurka.
Angkaramurka adalah watak yang didorong oleh keinginan, dan rasa ingin serba dari
orang lain. Watak angkaramurka sering berbarengan dengan watak julig (licik) orang
Jawa (Endraswara, 2013: 37). Di setiap diri orang Jawa pun terdapat sifat sombong.
Selalu merasa lebih dari orang lain, ingin dipuji, dan semua itu dilakukan untuk
menaikan harga dirinya. Ungkapan umuk keblithuk, artinya yang sombong akan
celaka (Endraswara, 2013: 101).
2. Representasi dalam Iklan
Iklan menurut Danesi (2009: 12), “Iklan berisikan pengumuman publik, promosi,
dukungan, atau dukungan produk, layanan, bisnis, seseorang, suatu peristiwa, dan
lain-lain dalam rangka untuk menarik atau meningkatkan minat. Saat ini, iklan telah
berubah menjadi bentuk dominan wacana sosial mempengaruhi gaya hidup,
pandangan dunia, sistem ekonomi, politik, dan nilai-nilai bahkan tradisional, karena
dirancang untuk menunjukkan bagaimana orang-orang terbaik yang bisa memenuhi
kebutuhan mereka dan mencapai tujuan mereka.” Iklan yang menampilkan gaya
hidup, trend, dan nilai-nilai sosial yang dianut oleh sebuah masyarakat dipercaya
dapat meningkatkan penjualan. Dengan cara seperti ini maka mengaburkan garis
antara nilai guna produk dengan kesadaran sosial.
Iklan merupakan suatu peralatan untuk membingkai ulang makna untuk
menambah nilai komoditas (Goldman, 1994: 188). Tanda-tanda yang digunakan
iklan merupakan praktek dari representasi. Representasi menggunakan bahasa agar
baik pengirim atau penerima memiliki pemahaman yang sama terhadap teks yang
ditampilkan. Bahasa yang mengandung tanda-tanda dalam suatu iklan yang
mengakibatkan stereotip. Dengan bahasa yang digunakan iklan, iklan dapat
menunjukan dengan sengaja siapa, dan seperti apakah kita. Menurut Goddard (2001:
62), “stereotipe bekerja pada tanda-tanda yang diberikan atas representasi sesuatu
dalam iklan”.
E. Metoda Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang mengacu pada pendekatan
semiotika untuk mengungkap makna di balik tanda-tanda yang ditampilkan oleh
iklan yang dipilih peneliti. Penelitian ini menggunakan salah satu metode penelitian
kualitatif yaitu studi analisis semiotika Roland Barthes dengan menggunakan teori
representasi Stuart Hall.
2. Subyek Penelitian
Iklan Djarum 76 dengan berbagai versi yaitu versi Matre, versi Pingin Sugih, dan
Ganteng, versi Jin Ketipu, versi Jin Takut Istri, versi Gayus, dan versi Jin Ketiduran.
3. Jenis Data dan Sumber Data
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung melalui pengamatan terhadap
subyek penelitian yaitu teks dan gambar audio visual dari iklan Djarum 76. Data
Sekunder, diperoleh dari pengumpulan data sekunder antara lain melalui berbagai
buku, jurnal atau pun literatur yang sesuai dengan tema penelitian ini.
4. Teknik Analisis Data
Didasarkan pada konsep The Codes of Television. The Codes of Television berarti
peristiwa yang akan disiarkan telah dienkode oleh kode-kode sosial. Kode-kode
tersebut terdiri dari beberapa level, sebagai berikut (Fiske, 1987: 4-5): level 1:
“Reality”, level 2: “Representation”, level 3: “Ideology”.
5. Unit Analisis
Tampilan audio, video serta teks dalam iklan Djarum 76 dengan berbagai versi yaitu
versi Matre, versi Pingin Sugih dan Ganteng, versi Jin Ketipu, versi Jin Takut Istri,
versi Gayus, dan versi Jin Ketiduran.
PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Aladdin Dengan Kepercayaan Jawa
Jin yang keluar dari kendi, kemudian memberikan penawaran permintaan kepada
“tuannya” (orang yang mengeluarkannya dari kendi), diadopsi dari budaya Timur
Tengah, yaitu kisah 1001 malam (Aladdin). Diadopsinya cerita Aladdin oleh iklan ini
dikarenakan, orang-orang Jawa juga mempercayai bahwa terdapat makhluk halus
penunggu suatu tempat yang dapat mengatasi masalah dalam hidupnya, dan
menjadikan hidupnya menjadi lebih baik. Cerita Aladdin dalam iklan ini tidak
diadopsi secara penuh. Dalam iklan ini, tampilan jin diubah menjadi kejawaan
dengan mengenakan pakaian adat khas Jawa, memasukan karakteristik orang Jawa,
dan lain sebagainya. Selain tampilan jin yang diubah, dalam iklan ini bentuk fisik,
tempat di mana jin tersebut keluar juga diubah, dan cara mengeluarkan jin pun
diubah. Jin tersebut dideskripsikan memang benar-benar memiliki perawakan seperti
manusia, yaitu tidak bertubuh raksasa, tidak seram, dan mempunyai bentuk fisik
manusia. Bentuk fisiknya sama seperti orang Jawa kebanyakan, yang tergolong ras
mongoloid. Hal ini membuat jin dalam iklan ini dapat disebut dengan manusia,
manusia yang merepresentasikan orang Jawa. Selain itu, identitas kejawaan juga
dapat ditandai dalam penggunaan bahasa yang digunakan. Percakapan dalam iklan
ini banyak menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa dengan dialek Jawa, dan
unggah-ungguh yang merupakan ciri orang Jawa. Dengan begitu, kita dapat melihat
jati diri jin dalam iklan ini adalah orang Jawa karena bahasa tidak dapat dipisahkan
dari identitas pembicaranya.
2. Message (Pesan) Dari Iklan Televisi Produk Rokok Djarum 76 Versi Matre
Keadaan rukun tidak terwujud dalam iklan ini. Jin perempuan yang dapat
dikategorikan dewasa sesuai dengan bentuk fisiknya, tidak mampu memprediksi
reaksi jin laki-laki dari pembicaraan yang dikeluarkannya, dan tingkah lakunya. Hal
ini menyebabkan jin laki-laki mengambil sikap konfrontatif. Jin laki-laki juga
seharusnya tetap tenang, dan tidak menunjukan rasa kaget sehingga dirinya
menjalankan tuntutan yang dibebankan terhadap orang Jawa dewasa. Hawa nafsu jin
perempuan akan harta disebut dengan serakah ataupun matre sesuai dengan watak
angkaramurka yang dimiliki orang Jawa. Watak angkaramurka menyebabkan
keserakahan yang menjadi-jadi pada jin perempuan. Jin perempuan tidak lagi mampu
membungkus prakatanya dalam menyebutkan tuntutan-tuntutannya. Jin laki-laki
yang terpancing emosinya mengatakan berita yang tidak enak secara langsung
kepada jin perempuan. Hal ini menyebabkan jin perempuan, dan laki-laki tidak
memiliki keutamaan yang sangat dihargai oleh orang Jawa.
Keduanya dalam iklan ini berbicara, dan bertingkah laku sesuai dengan
kedudukan sosial. Kendi jin perempuan yang bergoyang terlebih dahulu sehingga
menyebabkan kendi keduanya terjatuh, dan mereka bisa terbebas dari dalam kendi.
Oleh karena itu, jin perempuan menduduki hierarki sosial sebagai tuan. Dia memiliki
derajat yang lebih tinggi, sehingga dia menggunakan tata krama ngoko ketika
berbicara. Jin laki-laki yang memiliki hierarki sosial lebih rendah, menghormati jin
perempuan. Hal ini terlihat pada saat dia menawarkan permintaan, dia menggunakan
unggah-ungguh Jawa, dan mempersilahkan dengan tata krama bahasa Jawa krama
halus. Pada saat jin perempuan menyebutkan permintaannya, terjadi perubahan
hierarki sosial. Jin laki-laki menduduki hierarki sosial yang lebih tinggi dibandingkan
jin perempuan. Hal ini membuat laki-laki tersebut bersikap sombong. Ketika
berbicara, jin laki-laki menggunakan ngoko, terlebih jin laki-laki kesal karena jin
perempuan matre atau serakah. Permintaan-permintaan jin perempuan tidak
dikabulkan oleh jin laki-laki. Hal tersebut mencerminkan falsafah atau sebutan orang
Jawa yang diungkapkan oleh Patria (2011) yaitu, inggah inggih ora kepanggih,
dalam bahasa Indonesia berarti ya, ya tetapi tidak terlaksana.
3. Message (Pesan) Dari Iklan Televisi Produk Rokok Djarum 76 Versi Pingin
Sugih, dan Ganteng
Keadaan rukun tidak terwujud dalam iklan ini. Jin tersebut memiliki karakter tidak
mawas diri, sombong. Sifat sombongnya membuat dia tidak dapat mawas diri,
sehingga dia tidak mampu melakukan self examination dengan baik. Jin tidak
mencerminkan falsafah yen dijiwit lara aja njiwit, artinya jika dicubit sakit janganlah
mencubit. Jin tidak dapat menjalankan tuntutan-tuntutan yang dituntut dari orang
Jawa dewasa. Sifat sombong yang mendominasi dalam dirinya membuat dirinya juga
tidak memiliki keutamaan orang Jawa. Dalam iklan ini jin bertindak kasar dengan
cara memegang wajah laki-laki tersebut, dan langsung mengatakan hal yang tidak
enak, dan juga berita buruk. Sifat sombongnya membuat dia tidak membungkus
perkataannya.
Perilaku, dan tutur kata jin sudah sesuai dengan kedudukan sosialnya. Jin
yang memiliki hierarki sosial lebih rendah, menghormati laki-laki yang
mengeluarkannya dari kendi. Laki-laki tersebut menduduki posisi sebagai tuan dari
jin tersebut. Layaknya tuan yang harus dihormati maka jin tersebut berperilaku
dengan unggah-ungguh Jawa, dan mempersilahkan dengan tata krama bahasa Jawa,
yaitu krama halus. Namun, ketika laki-laki tersebut mengatakan permintaannya
kepada jin terjadi perubahan hierarki sosial. Kedudukan hierarki sosial jin menjadi
lebih tinggi. Jin mulai bersikap sombong. Jin tersebut juga menggunakan padanan
ngoko ketika menjawab permintaan dari tuannya. Permintaan kedua dari laki-laki
tersebut dijawab dengan perkataan “ngimpiii”. Ngimpiii merupakan sinisme karena
muka laki-laki tersebut terlampau jelek sehingga permintaan ganteng untuk laki-laki
itu mustahil untuk dikabulkan. Kalau sudah jelek, jelek saja.
Permintaan kedua dari laki-laki tersebut tidak dikabulkan oleh jin. Hal
tersebut mencerminkan falsafah orang Jawa yang diungkapkan oleh Patria (2011)
yaitu, inggah inggih ora kepanggih. Jin yang tertawa setelah melihat lebih dekat
wajah laki-laki tersebut, berkata “ngimpiii”, memberi penekanan bahwa itu adalah
suatu bentuk humor. Humor yang digunakan dalam iklan ini termasuk ke dalam teori
humor superioritas, dan meremehkan. Jin yang sedang berada dalam posisi super
(hierarki sosialnya tinggi) menertawakan laki-laki yang merasa terhina, dan
diremehkan. Jin tertawa karena di laki-laki di depannya saat dilihat dengan jelas
ternyata sangat jelek, jeleknya di luar kebiasaan.
4. Message (Pesan) Dari Iklan Televisi Produk Rokok Djarum 76 Versi Jin
Ketipu
Tindak-tanduk jin dalam iklan ini tidak mencerminkan tuntutan rukun. Watak
angkaramurka yang mendominasi jin tersebut yang menyebabkan jin untuk tidak
mau kalah dari lawannya. Hal tersebut karena diri jin juga didominasi oleh karakter
sombong. Ungkapan umuk keblithuk terjadi pada iklan ini. Sifat sombong dan
angkaramurkanya dimanfaatkan oleh kedua laki-laki untuk memancing jin agar jin
memberikan penawaran lebih sesuai yang diinginkan oleh kedua laki-laki tersebut.
Jin dalam berbicara, dan bertingkah laku sudah sesuai dengan derajat
kedudukannya. Jin yang memiliki hierarki sosial lebih rendah, menghormati laki-laki
yang mengeluarkannya dari kendi. Laki-laki tersebut menduduki posisi sebagai tuan
dari jin tersebut. Layaknya tuan yang harus dihormati maka jin tersebut berperilaku
dengan unggah-ungguh Jawa, jin dibuat kesal dengan tingkah laku sosok yang mirip
dengan dirinya dari seberang. Jin yang kesal menggunakan padanan ngoko.
Penggunakan padanan ngoko juga karena perubahan hierarki sosial. Laki-laki dan
sosok yang serupa dengan jin tersebut telah menduduki hierarki sosial yang lebih
rendah daripada jin tersebut karena dianggap sebagai penipu.
5. Message (Pesan) Dari Iklan Televisi Produk Rokok Djarum 76 Versi Jin
Takut Istri
Perilaku jin perempuan mengganggu keselaran, dan ketenangan. Keduanya tidak
dapat menjaga emosinya sehingga perselisihan, dan pertentangan di antara keduanya
nampak kepermukaan, terlebih lagi disaksikan oleh laki-laki di depannya, sehingga
harmonious social appearances dapat terwujud. Hal di atas juga membuat jin
perempuan, dan jin laki-laki tidak memiliki tuntutan rukun yang dituntut kepada
orang Jawa dewasa. Jin perempuan tidak membungkus perilakunya menjadi lebih
sopan sehingga nampak kasar. Hal itu membuat dia tidak memiliki keutamaan orang
Jawa. Dalam iklan ini jin laki-laki memiliki suatu keutamaan yang dimiliki orang
Jawa yaitu suatu permintaan tidak langsung ditolak dan dijawab dengan inggih yang
sopan.
Perilaku, dan tutur kata jin sudah sesuai dengan kedudukan sosialnya. Dalam
iklan ini hanya jin laki-laki yang berbicara, hal ini sesuai dengan konstruksi sosial di
masyarakat jika laki-laki yang selalu menjadi pemimpin dalam hal apa pun, dan
mempunyai kekuatan lebih besar. Namun, pada saat mempersilahkan laki-laki
menyebutkan satu permintaannya, jin tersebut tidak mempersilahkan dengan tata
krama krama halus, dan tidak membungkukkan badan, karena jin sudah merasa
cukup menghormati tuannya dengan perilakunya yang mencerminkan kesopanan
Jawa. Sifat sombong yang mendasar pada dirinya membuat dia merasa gengsi untuk
merendahkan diri lebih rendah karena di sampingnya terdapat jin perempuan.
Perubahan hierarki sosial yang terjadi saat laki-laki tersebut menyebutkan
permintaannya menyebabkan jin tersebut menggunakan tata krama ngoko. Tata
krama ngoko yang digunakan jin dalam mengatakan, “sorry yo, aku yo weddi”
merupakan bahasa tandingan dari laki-laki karena laki-laki tersebut menyebut bebi
untuk panggilan pacarnya. Hal tersebut untuk menaikan harga dirinya dihadapan jin
perempuan. Permintaan dari laki-laki tersebut tidak dikabulkan olehnya. Hal tersebut
mencerminkan falsafah orang Jawa yang diungkapkan oleh Patria (2011) yaitu,
inggah inggih ora kepanggih.
6. Message (Pesan) Dari Iklan Televisi Produk Rokok Djarum 76 Versi Gayus
Keadaan rukun tidak terwujud dalam iklan ini. Terlebih lagi sikap dan tutur katanya
ketika menjawab permintan dari laki-laki tersebut, menjawab dengan kelicikan, dan
kesombongan. Hawa nafsu membuatnya tidak dapat membungkus kata-kata.
Perilaku dan tutur kata jin tersebut tidak mencerminkan tuntutan yang dituntut
kepada orang Jawa dewasa, dan keutamaan yang dimiliki oleh orang Jawa. Jin dalam
iklan ini sudah bertingkah laku, dan bertutur kata sesuai dengan kedudukan sosial
mereka di masyarakat. Jin yang baru keluar dari kendi menduduki hierarki sosial
yang lebih rendah dibandingkan laki-laki yang berada di depannya. Laki-laki tersebut
menjadi tuan dari jin tersebut, karena laki-laki tersebut sudah mengeluarkan jin dari
dalam kendi. Rasa hormat terhadap tuannya membuat jin menggunakan tata krama
krama halus sewaktu mempersilahkan laki-laki tersebut menyebutkan
permintaannya.
Ketika laki-laki tersebut mengatakan permintaannya kepada jin terjadi
perubahan hierarki sosial. Jin yang merasa derajatnya sekarang lebih tinggi
dibandingkan laki-laki itu, mulai bersikap sombong. Jin tersebut juga menggunakan
bahasa ngoko. Permintaan kedua dari laki-laki tersebut dijawab dengan perkataan
“wani piro”. Wani piro berarti bayar berapa. Jin tersebut dapat mengabulkan
permintaan laki-laki jika laki-laki itu dapat membayarnya. Hal ini menggambarkan
korupsi dapat dihilangkan dengan korupsi kembali. Menyiratkan bahwa tidak
manusia Jawa, dan jin Jawa sama-sama melakukan korupsi untuk mempermudah,
dan mempercepat segala urusan. Sifat jin ini mencerminkan sifat angkaramurka yang
dimiliki oleh orang Jawa. Watak angkaramurkanya dibarengi dengan sifat julig
(licik). Permintaan laki-laki tersebut tidak dikabulkan, hal ini mencerminkan falsafah
atau sebutan orang Jawa yang diungkapkan oleh Patria (2011) yaitu, inggah inggih
ora kepanggih.
7. Message (Pesan) Dari Iklan Televisi Produk Rokok Djarum 76 Versi Jin
Ketiduran
Jin yang tertidur saat kerja mengganggu keselarasan, dan ketenangan yang sudah
ada. Karakter malas ini sangat bertolak belakang dengan karakter orang Jawa yang
identik dengan kerja keras. Orang Jawa yang kerja keras sampai dengan usaha
maksimalnya, sehingga orang Jawa dapat mensyukuri hasil kerja kerasnya tersebut
tanpa mengeluh. Hal ini mencerminkan watak nrima. Orang Jawa berfikiran
bagaimana dia mau meraih rezeki yang cukup jika dia bersifat malas. Jin yang
terkejut karena bangun dengan cara dikagetkan membuat sikapnya menjadi tidak
tenang, gugup, dan bingung. Jin tidak berlaku sesuai dengan tuntutan rukun yang
dibebankan kepada orang Jawa dewasa.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Reresentasi jin perempuan dalam iklan ini adalah sebagai berikut: perilaku, dan tutur
katanya merusak kerukunan, tidak menjalankan tuntutan rukun yang dibebankan
terhadapnya sebagai orang Jawa dewasa, tidak memiliki keutamaan yang sangat
dihargai oleh orang Jawa, memiliki sifat matre atau serakah sebagai cerminan watak
angkaramurka, emosional, bertingkah laku sesuai dengan kedudukan social, sosok
yang agung, wibawa, dan dominan. Representasi jin laki-laki dalam iklan ini adalah
sebgai berikut: perilaku dan tutur katanya merusak kerukunan, tidak menjalankan
tuntutan rukun yang dibebankan kepadanya sebagai orang Jawa dewasa, tidak
memiliki keutamaan yang sangat dihargai oleh orang Jawa, bersifat sombong,
mencerminkan falsafah Jawa, ya, ya tetapi tidak terlaksana, tidak mawas diri
sehingga tidak dapat melakukan self examination, dan tidak mencerminkan falsafah
Jawa (jika dicubit sakit janganlah mencubit), memandang rendah sesuatu di luar
kebiasaan, misalnya laki-laki jelek pada iklan Djarum 76 versi Pingin Sugih, dan
Ganteng, mencerminkan teori humor superioritas dan meremehkan, bersifat
angkaramurka yang dibarengi dengan ungkapan umuk keblithuk, licik (julig),
pemalas, tidak mencerminkan watak nrima, perilaku dan tutur katanya sesuai dengan
kedudukan sosialnya di masyarakat, sosok yang agung, berwibawa, dan dominan.
Representasi jin Jawa dalam iklan Djarum 76 berlawanan dengan stereotip, dan
terjadi demitologi, yaitu meninggalkan hal-hal yang bersifat mitologi, representasi
orang Jawa tidak sesuai dengan mitos yang ada di masyarakat.
B. DISKUSI
Penelitian selanjutnya dapat meneliti kebahasaan yang ditampilkan dalam iklan ini,
sehingga peneliti selanjutnya dapat memahami apa yang ingin disampaikan
pengiklan melalui representasi bahasa dalam iklan Djarum 76.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Sandra, Heather Bateman, Emma Harris dan Katy McAddam. 2006.
Dictionary of Media Studies. London: A & C Black.
Barker, Chris. 2004. SAGE Dictionary of Cultural Studies. London: SAGE
Publication Ltd.
Baskoro, Haryadi dan Sudomo Sunaryo, 2010. Catatan Perjalanan Keistimewaan
Yogya: Merunut Sejarah, Mencermati Perubahan, Menggagas Masa Depan.
Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Chandler, Daniel. 2007. Semiotics The Basics. London: Routledge.
Danesi, Marcel. 2009. Dictionary of Media and Communications. London: M. E.
Sharpe.
Danesi, Marcel. Pesan, Tanda, dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika
dan Teori Komunikasi. Terjemahan Evi Setyarini, dan Lusi Lian Piantari.
Yogyakarta: Jalasutra, 2004.
Endraswara, Suwardi. 2013. Ilmu Jiwa Jawa: Etika dan Citarasa Jiwa Jawa.
Penerbit Narasi: Yogyakarta.
Fiske, John. 1987. Television Culture. London: Routledge.
Fletcher, Winston. 2010. Advertising a Very Short Introduction. New York: Oxford
University Press.Odih, Pamela. 2007. Advertising in Modern and Postmodern
Times. London: SAGE Publications Ltd.Goldman, 1994.
Geertz, Clifford. 2013. Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan
Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu
Goddard, Angela. 2001. The Language of Advertising. London: Routledge.
Hall, Stuart dkk. 1980. Culture, Media Language. London: Routledge
Hall, Stuart. 1997. Representation. London: SAGE Publication Ltd.
Kothari, R. C.. 2004. Research Methodology. New Delhi: New Age International
Ltd.
Magnis-Suseno, Franz. 1991. Etika Jawa. Jakarta: PT Gramedia
Martin, Bronwen dan Felizitas Ringham,. 2000. Dictionary of Semiotics. London:
Cassel.
Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 1997. Bercinta dengan Televisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Neuman, Lawrence W.. 2007. Basic of Social Research. Amerika: Pearson
Education.
Rosidi, Ajip. 1977. Roro Mendut. PT Gunung Agung: Jakarta
Samovar, Larry A., Porter E Richard dan McDaniel Edwin R.. 2010.
Communication between Culture. USA: Wadsworth.
Santosa, Budhi Imam. 2012. Ngudud: Cara Orang Jawa Menikmati Hidup.
Manasuka: Yogyakarta.
Suwondo, Bambang. 1978. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Istimewa
Yogyakarta. Balai Pustaka: Jakarta
Webb, Jen. 2009. Understanding Representation. London: SAGE Publication Ltd.
Winarno, Bondan. 2008. Rumah Iklan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Nor, Russin Mariani Md., Sufean. 2004. Dasar Warga Sihat: Isu Psikologi Faktor
Remaja Sekolah Merokok. http://www.scribd.com/doc/19784071/faktorremaja-
merokok. Universitas Malaya. Diunduh 12 April 2013. Pukul 20. 35
WIB.
Patria, Asidigisianti Surya. 2 September 2011. Iklan Djarum 76 Tema Jin: Kajian
Struktur Dan Makna.
asidigisiantipatria.cv.unesa.ac.id/bank/.../IklanDJARUM76_97-110__.pdf.
Diunduh 5 Oktober 2013. Pukul 18. 48 WIB.
Rahmanadji, Didiek. 2 Agustus 2007. Sejarah, Teori, Jenis, Dan Fungsi Humor.
http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Sejarah-Teori-Jenis-dan-
Fungsi-Humor.pdf. Diunduh 23 November 2013. Pukul 19.28 WIB.
Tanudjaja, Bing Bedjo. Kreativitas Pembuatan Iklan Produk Rokok Di Indonesia.
Januari 2002. http://dgi-indonesia.com/wpcontent/
uploads/2009/05/dkv02040108.pdf. Diunduh 13 Juli 2013.
Universitas Kristen Petra. Pukul 07.05 WIB.
Utama, Anggi Adhitya. 2012. Representasi Budaya Korupsi Dalam Iklan Rokok
Djarum 76 Versi Korupsi, Pungli dan Sogokan Di Media Televisi.
jurnal.unpad.ac.id ejournal article download 1163 pdf . Universitas
Padjajaran. Diunduh 14 Juli 2013. Pukul 13.33 WIB.
A., NURUL U. CHARISNA. 30 December 2012. Analisis Iklan DJARUM 76 dalam
Semiotika Roland Barthes. http://nurul-u-c-fib09.web.unair.ac.id/. Diunduh
14 Juli 2013. Pukul 12. 47 WIB.
Aditya, Ivan. 9 Juli 2013. Antara Ritual dan Seks di Makam Roro Mendut.
http://krjogja.com/read/179509/antara-ritual-dan-seks-di-makam-roromendut.
kr. 20 Juli 2013. Diunduh 20 Juli 2013. Pukul 20. 19 WIB.
Ahmeedalle. 29 November 2012. Aladdin Sinopsis.
http://ahmeedalle.wordpress.com/2012/11/29/aladin-sinopsis/. Diunduh 18
November 2013. Pukul 19.30 WIB.
Ando, Cress. 2 Maret 2013. RORO JONGGRANG - LEGENDA CANDI
PRAMBANAN (Cerita dari Jawa Tengah).
https://www.facebook.com/notes/cress-ando/roro-jonggrang-legenda-candiprambanan-
cerita-dari-jawa-tengah/429237253817823. Diunduh 19 Juli
2013. Pukul 21.30 WIB.
Anita. 30 Mei 2013 18:07 WIB. Komnas PA Desak Larangan Iklan Rokok.
http://nasional.tvonenews.tv/berita/view/70846/2013/05/30/komnas_pa_desak
_larangan_iklan_rokok.tvOne. Diunduh 13 Juli 2013. Pukul 06. 35 WIB.
Asih, Reni. 25 November 2010. Sejarah vw combi camper.
http://reninyip.blogspot.com/. Diunduh 19 Juli 2013. Pukul 22. 42 WIB.
Bella, Aisah. 13 Maret 2013. Kisah Roro Mendut.
http://mediaroromendot.blogspot.com/2012/03/kisah-roro-mendut.html.
Diunduh 19 Juli 2013. Pukul 21.17 WIB.
Diputra, Oka Jaya Made. 2012. Tiga Perusahaan Rokok Terbesar Di Indonesia.
http://dablugen.blogspot.com/2012/04/3-perusahaan-rokok-terbesar-di.html.
Diunduh 14 April 2013. Pukul 19. 55 WIB.
Fitriya, Fahruddin. 22 April 2011. Manfaat Merokok Bagi Manusia.
http://www.inouvetra.blogspot.com/2011/04/manfaat-rokok-bagimanusia.
html?m=1.. Diunduh 19 Juli 2013. Pukul19. 43 WIB.
http://www.djarum.com/index.php/en/brands/domestic/4. Diunduh 30 Mei 2013.
Pukul 7.30 WIB.
http://www.jogjakota.go.id/index/extra.detail/21, Sejarah Kota Yogyakarta. Diunduh
21 Juli 2013. Pukul 20.07 WIB.
Ifam. 19 Mei 2013. Menikmati Hidup Dengan “Ngudud”.
http://berdiriberlari.blogspot.com/2013/05/menikmati-hidup-denganngudud.
html. Diunduh 31 Mei 2013. Pukul 18.42 WIB.
Ito. 9 Januari 2013. Tingwe, Bukan Sekedar Udud.
http://sosbud.kompasiana.com/2013/01/09/ngudud-tingwe-516656.html.
Diunduh 1 Juni 2013. Pukul 08.56 WIB.
Labib, Zainul. 22 Novemer 2013. Macam-macam Ras Yang Ada Di Dunia.
http://zain-corp.blogspot.com/2013/11/macam-macam-ras-yang-ada-didunia.
html. Diunduh 22 November 2013. Pukul 21.00 WIB
Lynette. 12 Desember 2001. A Brief History of the VW Type II Bus, Edited by Silly
Willy. http://www.bbc.co.uk/dna/ptop/plain/A649181. Diunduh 19 Juli 2013.
Pukul 22.18 WIB
Muhammad Yusuf. 2012. Televisi Menuju Online.
http://inet.detik.com/read/2012/09/10/095558/2013074/398/televisi-menujuonline.
Diunduh, Rabu 24 April 2013. Pukul 7. 47 WIB.
Ninaa. 4 April 2012. Sinopsis Tentang Cerita Aladdin dan Lampu Ajaib.
http://nseptianii.blogspot.com/2012/04/sinopsis-tentang-cerita-aladindan.
html. Diunduh 18 November 2013. Pukul 19. 35 WIB.
Rahinanugrahani. 16 April 2013. Citra Wanita Dalam Media Promosi Rokok Di
Indonesia Tahun 1930-an.
http://rahinanugrahani.blogspot.com/2013/04/citra-wanita-dalam-mediapromosi-
rokok.html. Diunduh 12 Juli 2013. Pukul 09. 54 WIB.
Robin. 20 April 2011. Buruh pabrik rokok PT Gudang Garam pulang kerja dengan
mengendarai sepeda di Kediri, Jawa Timur, 1989.
http://store.tempo.co/foto/detail/P2004201100269/buruh-pabrik-rokok-ptgudang-
garam-kediri. Diunduh 19 Juli 2013. Pukul 20. 30 WIB.
Tia. 3 Maret 2005. Aladdin & Lampu Ajaib.
http://dongeng1001malam.blogspot.com/2005/03/aladin-lampu-ajaib.html.
Diunduh 18 November 2013. Pukul 20.00 WIB.
Wibiono. 6 Oktober 2012. MaknaDan Filosofi Pakaian Adat Jawa Tengah: Kebaya
Kartinian Dan Kain Jarik Batik.
http://duniasosbud.blogspot.com/2012/10/makna-dan-filosofi-pakaian-adatjawa_
6.html. Diunduh 2 Oktober 2013. Pukul 09.21 WIB.
Widyastuti, Dhyah Ayu Retno. 29 mei 2012. Gerakan Anti Rokok Vs Iklan Rokok.
http://fisip.uajy.ac.id/2012/05/30/gerakan-anti-rokok-vs-iklan-rokok/.
Diunduh 12 Juli 2013. Pukul 10. 00 WIB.
www.autolite.com. VW Combi. Diunduh 19 Juli 2013. Pukul 23.30 WIB.
www.pustaka-kampar.com. Kegunaan Rokok. 22 Oktober 2012. Diunduh 1
Sepetember 2013. Pukul 12.48 WIB.
www.youtubedownloader.com. Iklan Djarum 76 Tahun 2007-2012. Diunduh 1 April
2013. Pukul 05. 15 WIB.

Fulltext View|Download

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.