skip to main content

MEMAHAMI PEMAKNAAN PESAN BODY SHAMING PADA KORBAN REMAJA PRIA

*Mirwa Faiz Syarafullana  -  Prodi S1 Ilmu Komunikasi
Hapsari Dwiningtyas Sulistyani  -  Prodi S1 Ilmu Komunikasi
Lintang Ratri Rahmiaji  -  Prodi S1 Ilmu Komunikasi

Citation Format:
Abstract
Perempuan merupakan target utama dari tindakan body shaming, namun pria juga sering mengalami body shaming sama seperti perempuan, tetapi kasus-kasusnya kurang tersorot dan terekspos. Remaja pria ketika mengalami body shaming memilih untuk diam dan memendam saja tidak seperti remaja perempuan. Pada pria, tindakan body shaming memiliki kekhasan tersendiri yang membedakan dengan tindakan body shaming yang dialami oleh perempuan, yaitu mengarah pada kritikan atau ejekan mengenai penampilan, kepribadian, gestur tubuh, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penyimpangan pada maskulinitas. Pria yang tidak bisa memenuhi standar tubuh ideal dan tidak bisa menjadi sosok yang maskulin akan direndahkan dan menjadi sasaran tindakan body shaming. Tujuan dari penelitian ini yaitu memahami proses pemaknaan pesan body shaming yang dialami pada korban remaja pria. Penelitian ini merupakan tipe kualitatif yang menggunakan metode analisis Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam interview kepada lima informan yaitu lima remaja pria usia 18-23 tahun yang telah mengalami tindakan body shaming. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses koordinasi pemaknaan pesan body shaming pada korban remaja pria diawali dengan menerima pesan body shaming dan memaknai pesan body shaming. Pemaknaan terhadap pesan body shaming yang terbentuk yaitu pemaknaan pesan body shaming sebagai tindakan yang mengganggu citra diri, pemaknaan pesan body shaming sebagai ungkapan candaan dan pemaknaan pesan body shaming sebagai motivasi. Teman merupakan pelaku body shaming utama selain keluarga dan orang yang memiliki kuasa. Penerimaan pesan dan pemaknaan pesan body shaming memicu informan untuk memberikan tanggapan berupa respon dan reaksi yang merupakan bentuk perlawanan informan terhadap pelaku yang disesuaikan dengan tingkat keakraban informan dengan pelaku dan tingkat keparahan pesan body shaming yang diberikan pelaku. Informan terdorong untuk menceritakan pengalaman body shaming kepada teman cerita dan hal ini merupakan bentuk katarsis. Informan merasa memerlukan penguatan dan dukungan dari orang terdekatnya untuk mengelola dan mengatasi permasalahan body shaming. Upaya melakukan proses koordinasi pemaknaan body shaming memunculkan dua redefinisi terhadap pemaknaan tubuh informan. Redefinisi pemaknaan tubuh pertama yaitu tubuh sebagai alat kontrol maskulinitas yang mengartikan bahwa informan menganggap tubuh sebagai titik terlemah yang informan miliki karena sering dikomentari, dikontrol, diawasi dan mendapatkan pesan body shaming dari orang lain terkait dengan penyimpangan terhadap standar maskulinitas di Indonesia. Redefinisi pemaknaan tubuh kedua yaitu tubuhku milikku mengartikan bahwa tubuh yang informan miliki hanya bisa didefinisikan dan dinilai oleh informan sendiri karena setiap orang memiliki standar dan ekspektasi terhadap tubuhnya masing-masing. Terbentuknya redefinisi pemaknaan terhadap tubuh membuat informan memikirkan kembali mengenai definisi dari tubuhnya sendiri.
Fulltext View|Download
Keywords: Body Shaming, Maskulinitas, Remaja Pria, Teori CMM

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.