skip to main content

Batman Sebagai Pahlawan Borjuis (Analisis Semiotika pada Film Batman Returns)


Citation Format:
Abstract

Nama : Shafira Indah M
NIM : D2C009036
Judul : Batman Sebagai Pahlawan Borjuis
(Analisis Semiotika pada Film Batman Returns)
ABSTRAK
Batman merupakan salah satu karakter superhero (pahlawan super) yang
eksistensinya dalam dunia perfilman Hollywood tidak dapat diragukan lagi. Mengawali
kesuksesan melalui komik dan serial TV, Batman telah berhasil menjadi film superhero
terbaik dan terlaris sepanjang masa. Namun penelitian ini akan mengkritik sosok pahlawan
borjuis yang direpresentasikan dalam karakter Batman sebagai superhero dalam film Batman
Returns. Bruce Wayne dengan latar belakang keluarga milyarder yang memiliki kekuasaan
dalam masyarakat memanfaatkan kekayaannya untuk menjadi seorang Batman.
Tipe penelitian ini adalah deskriptif, di mana penelitian yang dilakukan berusaha
mengungkapkan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan bertujuan untuk
membuat gambaran secara sistematis pada tanda-tanda yang direpresentasikan dalam film
Batman Returns. Metode analisis yang digunakan adalah analisis semiotika Roland Barthes
dengan membedah teks melalui dua tataran penandaan, yaitu makna denotasi dan makna
konotasi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dokumentasi, yaitu dengan
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa tanda yang merepresentasikan
Batman sebagai pahlawan borjuis yaitu status sosial Batman sebagai kelas atas, sikap yang
menunjukkan kekuasaan dan pro-kapitalis, dan sosoknya yang individualis. Bertentangan
dengan Batman, Penguin, yang muncul sebagai musuh Batman justru memegang peran
sebagai sosok proletariat. Hal ini dapat dilihat dari aspek pakaian, lingkungan, kamera, dan
sikap Penguin yang memperjuangkan haknya secara revolusioner sebagai bentuk perlawanan
terhadap ketidakadilan yang diterimanya. Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap agar
masyarakat dapat lebih kritis dalam memahami hal-hal yang ditampilkan oleh media. Sosok
yang ditampilkan protagonis dalam media tidak selalu dapat dinilai sebagai sosok yang
innocent (polos), namun dapat dilihat sisi lainnya melalui kaitannya dengan nilai-nilai seperti
nilai kemanusiaan, kelas sosial, dan kapitalisme. Begitu juga sebaliknya, sosok yang
ditampilkan media secara antagonis tidak dapat selalu dipahami sebagai sosok yang buruk.
Kata kunci: Film, Superhero, Pahlawan Borjuis
Nama : Shafira Indah M
NIM : D2C009036
Judul : Batman Sebagai Pahlawan Borjuis
(Analisis Semiotika pada Film Batman Returns)
ABSTRACT
Batman is a superhero character whose existence in the Hollywood film industry can not be
doubted. Venturing through the success of the comic and TV series, Batman has managed to
be the best superhero movie and best-selling of all time. However, this study will criticize
bourgeois hero who represented by Batman as a superhero in the film Batman Returns. Bruce
Wayne with a family background of billionaires who have power in society utilizing his
wealth to become Batman.
The type of research is descriptive, where research is done trying to tell a problem or
situation as it is and aims to make a systematic overview on the signs that represented in the
film Batman Returns. The analytical method used was Roland Barthes semiotic analysis to
dissect the text through two level tagging, i.e the meaning of denotation and connotations.
Techniques of data collection is documentation, which is to gather information related to the
research .
The results showed that there are some signs that represent the bourgeois hero as
Batman's status as an upscale social, power, and attitude that shows pro-capitalist and
individualist figure. Contrary to Batman , Penguin , which appears as an villain of Batman
actually holds the role as a figure of the proletariat. It can be seen from the aspect of clothing
(dress), environment, camera , and attitudes Penguin fought revolutionary for their rights in
the struggle against injustice is received. Given this research, the author hopes that people can
be understanding the things shown by the media critically. The protagonist figure shown in
the media can‟t always be assessed as being innocent, but can be seen through the other side
of relation with values such as human values, social class, and capitalism . Vice versa , the
figure shown is antagonistic media can‟t always be understood as a bad figure.
Keywords: Film, Superhero, Bourgeoise Heroes
Batman Sebagai Pahlawan Borjuis
(Analisis Semiotika pada Film Batman Returns)
Skripsi
Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan
Pendidikan Strata 1
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Diponegoro
Penyusun
Nama : Shafira Indah M
NIM : D2C009036
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batman merupakan salah satu karakter superhero (pahlawan super) yang eksistensinya
dalam dunia perfilman Hollywood tidak dapat diragukan lagi. Mengawali kesuksesan
melalui komik dan serial TV, Batman telah berhasil menjadi film superhero terbaik dan
terlaris sepanjang masa (Sofyan, 2012). Film Batman pertama sudah hadir pada tahun
1966 dan terus diproduksi sekuelnya oleh beberapa sutradara terkenal di antaranya Tim
Burton dan Christoper Nolan. Seperti salah satu film masterpiece bikinan Tim Burton
yang diadaptasi dari komik karya Bob Kane dan Bill Finger ini berjudul Batman Returns.
Menjadi sekuel dari film Batman (1989), Batman Returns (1992) masih bercerita seputar
kehidupan Bruce Wayne (Michael Keaton), milyarder asal kota Gotham yang memiliki
alter ego sebagai Batman. Bruce Wayne bukanlah manusia atau makhluk khayalan yang
dapat terbang di atas awan, menembakkan laser dari bagian tubuhnya, atau dapat berubah
menjadi makhluk kuat selain manusia. Bruce Wayne adalah orang biasa yang
memanfaatkan kekuatan teknologi dan uang untuk memberantas ketamakan dan
keserakahan di Gotham City (Wiyoto, 2012).
Kehadiran sosok Batman sebagai pahlawan pembela kebenaran yang mengandalkan
teknologi, iptek, ilmu bela diri, dan tentunya kekayaan, tentu membuat audiens larut
dalam karakter heroik yang mulia dan innocent. Namun jika ditilik melalui sudut
pandang Marxisme, karakter Batman sebagai bourgeois heroes merupakan sosok
pahlawan pendukung kapitalisme yang memiliki kekuasaan dalam masyarakat. Dengan
latar belakang sebagai anak milyarder dan pewaris utama perusahaan paling berpengaruh
di Gotham, Wayne Enterprise, Bruce/Batman berfungsi untuk mempertahankan status
quo dengan menjajakan ideologi kapitalis dalam bentuk terselubung dan dengan
membantu menjaga keinginan konsumen tetap tinggi. Salah satu nilai dijual dalam
konsep pahlawan borjuis adalah individulisme, sebuah nilai yang muncul dalam berbagai
bentuk (the self-made man, the American dream, the “me generation”, dan sebagainya)
(Berger, 1991: 47-48). The Penguin dalam film ini berperan sebagai villain justru hadir
sebagai seseorang pimpinan gang kelas bawah yang mewakili kaum yang ditinggalkan,
dibuang, dikucilkan. Penguin di sini mewakili kaum kelas bawah. Kaum kelas bawah
merupakan kaum yang tertindas dimana harapan dan hak mereka dirampas (Magnis-
Suseno, 2003:114).
B. Perumusan Masalah
Penelitian ini akan mengkritisi dan menjelaskan kepada masyarakat mengenai sosok
pahlawan borjuis yang digambarkan dalam karakter Batman sebagai superhero dalam
film Batman Returns. Bruce Wayne dengan latar belakang keluarga milyarder yang
memiliki kekuasaan dalam masyarakat memanfaatkan kekayaannya untuk menjadi
seorang Batman. Dari hal tersebut maka dapat membuka permasalahan penelitian yaitu
bagaimana sosok pahlawan borjuis pada Batman direpresentasikan dalam film Batman
Returns?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana sosok pahlawan borjuis pada
Batman direpresentasikan dalam film Batman Returns.
D. Kerangka Pemikiran
- Sosok Superhero
- Stratifikasi Sosial
- Film sebagai Representasi
E. Metodologi Penelitian
- Tipe Penelitian: deskriptif-kualitatif. Penelitian deskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan fenomena sosial yang menyajikan gambaran tentang detil spesifik
dari situasi, lingkungan sosial, atau sebuah hubungan (Neuman, 2007 : 16). Tujuan
utama penelitian kualitatif adalah untuk mengetahui motif yang mendasari perilaku
manusia (Kothari, 2004: 3-4)
- Pendekatan Penelitian: Teori semiotika Roland Barthes
- Subyek Penelitian: Film Batman Returns yang diproduksi Warner Bros pada tahun
1992 dan disutradarai oleh Tim Burton.
- Sumber Data: Data primer diperoleh langsung dari mengamati dan mengkaji film
Batman Returns. Data sekunder diperoleh dari: internet, kepustakaan, buku, jurnal
ataupun informasi lain yang mampu membantu penelitian dan relevan dengan
permasalahan yang diteliti.
- Teknik Pengumpulan Data: Dokumentasi. Yaitu dengan mengumpulkan berbagai
informasi tentang film tersebut yang berkaitan dengan tema penelitian ini.
- Analisis dan Interpretasi Data: Kode-kode sosial “Codes of Television” John Fiske
yang terdiri dari 3 level (Level Realitas, Level Representasi, dan Level Ideologis).
PEMBAHASAN
Pada bagian ini dilakukan analisis secara sintagmatik dan paradigmatik yang berisi level
“reality”, “representation”, dan “ideology”. Dalam bukunya ”Television Culture” (1987: 7)
John Fiske menggunakan Codes of Television untuk menganalisis objek yang bergerak. Level
pertama yakni realitas (reality) meliputi penampilan dan lingkungan dalam film antara lain:
penampilan, busana/kostum, tata rias, lingkungan, gaya bicara, dan ekspresi. Tataran kedua
adalah representasi (representation) yang dibangun lewat kerja teknis seperti kamera,
pencahayaan, musik dan selanjutnya ditransmisikan ke dalam konflik, karakter, dan dialog.
Untuk level ketiga yaitu level ideologi (ideology) dianalisis secara paradigmatik dengan
berusaha mengungkapkan kode-kode ideologi yang tersembunyi dalam suatu objek seperti
patriarki, ras, feminisme, kelas, dan sebagainya.
Analisis sintagmatik yang sudah dilakukan sebelumnya pada tokoh Batman, Penguin,
dan Max sebagai tiga tokoh yang paling menonjol dalam film membawa beberapa nilai dan
ideologi tersembunyi di antaranya:
1. Kemunculan Batman menunjukkan status sosial ekonominya yaitu kelas atas (upper
class). Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa elemen yaitu: Pakaian. Menggunakan
pakaian tertentu memiliki beberapa alasan, sama halnya saat kita berbicara. Beberapa
alasannya di antaranya, „untuk membuat hidup lebih mudah, untuk menunjukkan
maupun menyembunyikan identitas kita, dan untuk menarik perhatian lawan jenis‟
(Kuruc, tt:198). Pada Batman, kostum yang digunakan memiliki fungsi untuk
menunjukkan identitasnya sebagai seorang superhero sekaligus menyembunyikan
identitas aslinya sebagai Bruce Wayne melalui topeng yang ia gunakan. Pakaianpakaian
yang dikenakan oleh Batman, Penguin, dan Max memiliki fungsi secara
denotatif yang sama, yaitu sebagai sumber perlindungan tubuh dalam bertahan hidup
yang berupa tambahan bagi rambut (topi) dan ketebalan kulit (baju dan celana) pada
tubuh yang berfungsi melindungi. Namun, seperti halnya semua sistem buatan
manusia, pakaian akan selalu memperoleh selingkupan konotasi dalam latar sosial
(Danesi,2010:257). Pakaian digunakan untuk melegitimasi posisi pemakainya dalam
identifikasi simbolik dengan tradisi yang ada pada masyarakat mereka. Kaum elit
perkotaan berpakaian berbeda dari yang lainnya dalam fungsinya sebagai simbol kelas
atau peringkat (Kawamura, 2005:24). Dari beberapa pakaian yang dikenakan Bruce
seperti tuxedo, setelan jas, kemeja, dan dasi juga pada koleksi kostumnya sebagai
Batman yang melimpah menunjukkan Bruce/Batman sebagai seseorang dengan status
ekonomi yang tinggi. Menurut pandangan Spencer, fashion adalah simbol manifestasi
dari hubungan antara superior dan inferior yang berfungsi sebagai kontrol sosial.
Fashion juga merupakan simbol dari peringkat sosial dan status (Spencer 1966[1896]
dalam Kawamura,2005:22).
2. Batman adalah sosok yang berkuasa dan pro-kapitalis. Sebagai tokoh utama dalam
film, hampir keseluruhan alur cerita tentu didominasi dengan kemunculan
Batman/Bruce. Ditemukan beberapa aspek yang memunculkan tanda yang
menegaskan bahwa Batman merupakan sosok yang memiliki kekuasaan di Gotham
namun sekaligus sosok yang pro-kapitalis, di antaranya: Aspek kamera. Penggunaan
beberapa teknik dalam kamera mengandung beberapa tanda yang kemudian dapat
saling terkait dengan aspek-aspek lain hingga menemukan sebuah ideologi tertentu.
Penggunaan framing kamera long-shot pada Batman merupakan petanda yang
memiliki makna sebagai sebuah konteks, ruang lingkup, dan jarak publik. Teknik low
angle memaknai adanya kekuasaan (power) dan wibawa (authority) (Berger,
1982:27). Keterlibatan Batman dalam kebijakan pemerintah. Pada kelompok status
sosial lapisan atas biasanya juga memiliki beberapa aspek lain yang juga dihargai dan
diakui oleh masyarakat. Kekayaan tentu erat kaitannya dengan kekuasaan dan
kehormatan dari lingkungan sosialnya. Bruce memegang peran sebagai pemilik
Wayne Enterprises. Sebagai seseorang yang berpengaruh di Gotham, Bruce
menunjukkan adanya hubungan dan keterlibatannya dengan pemerintah Gotham.
Tanda tersebut dapat terbaca melalui potongan dialog Bruce yang mengungkapkan
ketidaksetujuannya pada upaya Max membangun pembangkit listrik di Gotham
melalui kalimat “I'll fight you. I've already spoken to the mayor and we agree.”
(“Aku akan menentangmu. Aku sudah berbicara dengan Walikota dan kita
menyepakati hal ini.”). Bruce menjadi sosok yang memiliki kekuasaan dan pengaruh
bagi para kalangan elit Gotham.
Meskipun tidak digambarkan secara langsung dalam film ini karena film ini
merupakan sekuel kedua kisah Batman namun latar belakang keluarga Batman
menyebutkan bahwa Bruce menjadi pewaris tunggal dari perusahaan terbesar di
Gotham yaitu Wayne Enterprises. Hal itu tentu saja secara otomatis membawa
Bruce/Batman pada status sosial kelas atas melalui ascribed status, yaitu status sosial
yang diberikan berdasarkan jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku, usia,
dan lain-lain. Dapat juga merujuk pada posisi secara hierarki dan menandakan prestise
seseorang (Bruce, 2006, 289).
3. Individualisme pada sosok Bruce/Batman. Marx dalam menganalisis media juga
meliputi hubungannya dengan figur heroik dalam suatu film, drama televisi, buku
komik, dll. Bagi beberapa orang, sosok pahlawan dalam film dapat mencerminkan
usia dan masyarakat mereka. Bagi yang lain, sosok pahlawan memberi dampak
adanya imitasi yang dilakukan untuk mencapai identitaas. Konsep pahlawan yang
borjuis dalam suatu tatanan masyarakat dianggap sebagai sebuah penyimpangan yang
dapat mengganggu ekuilibrium masyarakat (Berger, 1982:47). Pahlawan borjuis
memiliki fungsi utama untuk menjaga status quo dengan „menjajakan‟ ideologi
kapitalis dalam berbagai bentuk. Kelas borjuis, secara hakiki berkepentingan untuk
mempertahankan status quo, untuk menentang segala perubahan dalam struktur
kekuasaan termasuk usaha perubahan yang dilakukan kelas proletar secara
revolusioner. Salah satu konsep yang „dijajakan‟ pahlawan borjuis adalah
indiviualisme, di mana hal tersebut juga dapat ditemui pada sosok Batman. Pada
analisis sintagmatik yang telah diuraikan sebelumnya, baik Batman maupun Bruce
ditampilkan dalam lingkungan sosialnya sebagai sosok yang jarang bersosialisasi
dengan rekan maupun sahabat terdekat. Hanya Alfred Pennyworth, sebagai pelayan
dan orang kepercayaan keluarganya saja yang terlihat selalu menemani, melayani, dan
membantu aktivitas Batman.
PENUTUP
1. Status sosial Batman sebagai kelas atas. Dapat dilihat dari cara berpakaian. Gaya
berpakaian seseorang juga berfungsi untuk menunjukkan simbol dari peringkat sosial
dan status seseorang dalam masyarakat. Beberapa jenis pakaian yang digunakan
Bruce/Batman seperti tuxedo, kostum berteknologi Batman yang terdiri dari basic
suit, topeng, jubah, dan sepatu boots merupakan pakaian dan aksesoris yang sering
digunakan oleh masyarakat kelas atas untuk menandai kedudukan sosialnya di
masyarakat. Kostum Batman yang hi-tech (berteknologi tinggi) tentunya memerlukan
biaya yang sangat besar dalam pembuatannya dan Batman merupakan salah satu
superhero dengan kapabilitas tersebut.
2. Batman adalah sosok yang berkuasa dan pro-kapitalis. Dilihat dari aspek kamera
dengan framing long-shot merupakan petanda yang memiliki makna sebagai sebuah
konteks, ruang publik, dan jarak pubilk. Sedangkan teknik low-angle memaknai
adanya kekuasaan (power) dan wibawa (authority). Selain itu ditemukan pula ideologi
kapitalis yang dilihat dari kepemilikan modal (uang dan alat-alat produksi) Batman
dalam perusahaan yang dikelolanya dan keterlibatan Batman dalam suatu kebijakan
pemerintah, hal ini ditunjukkan melalui dialognya dengan Max Schreck yang
mengungkapkan pertentangannya dan Walikota Gotham terhadap rencana
pembangunan pembangkit listrik Power Plant di Gotham.
3. Nilai individualisme yang ditemukan dalam sosok Batman menegaskan sosoknya
sebagai pahlawan borjuis. Menurut Marx, salah satu konsep yang „dijajakan‟
pahlawan borjuis adalah individualisme. Hal ini dapat dilihat dari analisis mengenai
lingkungan pada analisis sintagmatik. Bruce/Batman ditampilkan dalam lingkungan
sosialnya sebagai sosok yang jarang bersosialisasi dengan rekan maupun sahabat
terdekat. Hanya Alfred Pennyworth, sebagai pelayan dan orang kepercayaan
keluarganya yang terlihat selalu menemani, melayani, dan membantu aktivitas
Batman.
4. Bertentangan dengan Batman, Penguin, yang hadir sebagai musuh Batman justru
memunculkan tanda-tanda yang dapat dibaca sebagai sosok proletariat. Proletariat
memegang peranan sebagai strata terbawah dari masyarakat. Sebagai kelas termiskin
dari sebuah masyarakat yang tidak memiliki alat-alat produksi. Pada aspek gaya
berpakaian Penguin digambarkan pakaian yang digunakan hanya berupa longunderwear
(pakaian dalam berbentuk terusan) sebagai pelindung tubuh dari udara
dingin dan sebuah sepatu boots bertali dan berbahan kulit. Aksesori lain seperti topi
tinggi (top hat) yang digunakan merupakan topi untuk semua kalangan kelas sosial
yang menjadi populer di Abad ke-19. Lingkungan tempat tinggal Penguin adalah
gorong-gorong, pipa pembuangan untuk limbah atau air permukaan yang terletak di
bawah tanah. Aspek kamera dengan teknik high-angle memberikan kesan inferioritas,
ketidakberdayaan, dan lemah.
5. Penguin melakukan perlawanan secara revolusioner untuk memperjuangkan haknya
sebagai rakyat Gotham yang telah dirampas karena dampak kapitalisme. Dengan
keadaan fisiknya yang cacat juga membuat Penguin menjadi sosok yang terbuang dan
dikucilkan. Hal tersebut dapat dilihat pada dialog-dialog yang digunakan dan
kemunculannya di Gotham dengan cara revolusioner seperti membuat kekacauan
dengan kawanan sirkusnya Red Triangle Circus.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Berger, Arthur Asa. (1991). Media Analysis Techniques. New Delhi: Sage Publications Ltd.
Bruce, Steve, and Yearley, Steven. (2006). The SAGE Dictionary of SOCI OLOGY .London:
Sage Publications Ltd.
Danesi, Marcel. (2010). Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika
dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.
Kawamura, Yuniya. (2005). Fashion-ology. Berg: New York.
Kothari, R. C. (2004). Research Methodology. New Delhi: New Age International Ltd.
Magnis-Suseno, Franz. (2003). Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke
Perselisihan ke Revisionisme. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Neuman, Lawrence W. (2007). Basic of Social Research. Amerika: Pearson Education.
Internet:
Sofyan, Eko Hendrawan. (2012). Ini Dia, 10 Film Terlaris di Tahun 2012. Dalam
http://entertainment.kompas.com/read/2012/12/27/16341739/Ini.Dia.10.Film.Terlaris.di.
Tahun.2012%20Sofyan%2027%20desember%202012. Diunduh pada 1 April pukul
20.15 WIB.
Wiyoto (2012). 10 Fakta Batman Yang Tidak Anda Ketahui. Dalam
http://uniqpost.com/49215/10-fakta-batman-yang-tidak-anda-ketahui/. Diunduh pada 1
April pukul 21.00 WIB.
Jurnal:
Kuruc, Katarina.tt. Fashion as Communication: A semiotic Analysis of Fashion on „Sex and
the City‟

Fulltext View|Download

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.