skip to main content

NEGOSIASI IDENTITAS PENARI CROSS GENDER PADA LENGGER LANANG

*Tiara Ayu Raharjo  -  Prodi S1 Ilmu Komunikasi
Turnomo Rahardjo  -  Prodi S1 Ilmu Komunikasi
Muhammad Bayu Widagdo  -  Prodi S1 Ilmu Komunikasi

Citation Format:
Abstract
Seni cross gender dalam pementasan merupakan bagian dari permainan peran yang dilakukan oleh seniman yang terlibat dalam pementasan tersebut. Dalam konteks penelitian ini, lengger lanang sebagai penari cross gender membawakan perannya sebagai penari perempuan dengan menggunakan berbagai atribut dan gesture yang menampilkan sisi feminin yang membuat mereka termarjinalkan dari masyarakat. Dalam lingkungan masyarakat dominan, laki-laki yang berpenampilan feminin seringkali dikaitkan dengan pelencengan seksual dan identik dengan sebutan banci. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya yang dimiliki oleh lengger lanang sebagai penari cross gender dalam melakukan negosiasi identitas. Beberapa teori digunakan untuk menelaah fenomena ini, antara lain Teori Identitas Budaya, Teori Negosiasi Identitas, Teori Co-Culture, dan Teori Penjulukkan. Penelitian dengan tipe deskriptif kualitatif ini dilakukan dengan pendekatan femomenologi yang berfokus pada pengalaman yang dimiliki oleh informan. Untuk menggali informasi yang mendalam mengenai pengalaman dalam bernegosiasi identitas, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth interview) dalam proses pengambilan data. Hasil dari penelitian ini, lengger lanang sebagai penari cross gender melakukan negosiasi identitas dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat umum (kelompok dominan) terkait nilai dalam budaya lengger seperti hakikat cross gender dalam seni tradisi lengger, perbedaan transgender dan cross gender, dan keyakinan budaya lengger terkait dualisme (feminin dan maskulin) yang harus memperoleh keadilan dalam setiap tubuh individu, serta memberikan citra positif terhadap masyarakat seperti menerapkan profesionalitas dalam membawakan peran pementasan yang berbeda dengan keseharian dan tetap merespon tindakan marginalisasi masyarakat dengan empati dan toleransi yang baik. Julukan banci yang diterima oleh lengger tidak membuat mereka merasa bahwa mereka adalah banci. Hal ini disebabkan oleh adanya pengetahuan dan keyakinan yang telah dipupuk terkait nilai budaya dalam identitas lengger lanang yang sesuai dengan pakem tradisi.
Fulltext View|Download
Keywords: Negosiasi Identitas, Cross Gender, Marginal, Penjulukkan

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.