skip to main content

DRAMATURGI KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ORGANISASI PROFIT


Citation Format:
Abstract

DRAMATURGI KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM
ORGANISASI PROFIT
Abstrak
Pemimpin dalam organisasi biasanya didominasi oleh kaum pria, karena konsep
dan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia yang mengaut paham
paternalistik. Seiring perkembangan zaman perempuan kini mampu menduduki
jajaran top tier manajemen di sejumlah organisasi profit. Gaya komunikasi
perempuan yang dianggap mampu dicintai karyawan dan lingkungan kerjanya
dalam membangun sebuah hubungan menjadi sebuah nilai plus.
Di dalam penelitian ini menggunakan teori dramaturgi oleh Goffman yang
merupakan perluasan teori dari interaksionisme simbolik. Dramaturgi
digambarkan sebagai sebuah pementasan drama yang mirip dengan pertunjukan
aktor di panggung. Melalui dramaturgi ditunjukkan bahwa identitas manusia bisa
saja berubah-rubah. Manusia adalah aktor yang memainkan drama di suatu
panggung kehidupan. Pada saat interaksi berlangsung, maka aktor tersebut
menampilkan pertunjukan dramanya di hadapan orang lain hingga membentuk
impression management pada dirinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui impression management dalam
interaksi antara pemimpin perempuan dengan stakeholder di organisasinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat komunikasi berlangsung
antara pemimpin perempuan dan stakeholder, kedua belah menampilkan
impression management. Pada back stage, pemimpin perempuan melakukan
aktivitas lain sebelum bertemu dengan stakeholder, seperti meeting dengan team
untuk keberhasilan tampil di front stage, supaya terlihat sebagai pemimpin yang
mampu melaksanakan tugasnya dengan baik di hadapan stakeholder. Back stage
pemimpin perempuan tidak diketahui oleh stakeholder.
Pemimpin perempuan menampilkan impression management di hadapan
stakeholder, yaitu sebagai pemimpin perempuan yang mampu menjalankan
kegiatannya dengan baik, membimbing karyawan dengan telaten, mempunyai
kemampuan berbicara yang luwes, dan cakap dalam membangun hubungan
dengan stakeholder organisasinya. Stakeholder tidak mengetahui hal-hal apa saja
yang dirasakan atau dilalui oleh pemimpin perempuan, seperti terkadang
pemimpin perempuan merasa tidak siap dalam memimpin rapat, manajemen
waktu yang kurang baik. Hal ini dapat merusak citranya sebagai seorang
pemimpin. Oleh karena itu impression management sangat penting demi
mencapai komunikasi efektif dalam komunikasi pemimpin perempuanstakeholder.
Key words: Dramaturgi, Kepemimpinan, Perempuan
WOMEN’S DRAMATURGICAL LEADERSHIP IN PROFIT
ORGANIZATION
Abstract
Leadership in an Indonesian organization is usually dominated by men as
paternalism runs deep in the people’s minds. Women nowadays have been able to
get on top management of profit organization. Their unique communication style
in building a relationship among colleagues and the entire work environment is
greatly valued.
This study used the dramaturgy theory by Goffman, which are extension
of symbolic interactionism. Dramaturgy is described as a drama performance with
actors on the stage. The theory believes that a man’s identity changes from time to
time. A man is an actor performing on a stage of life. When interacting, the actor
performs in front of other people, managing his impression on other people.
This research aimed to understand the impression-management taking
place in the interaction between women leaders with other stakeholders in the
organization.
The result showed that when an act of communication is taking place
between a women leader and stakeholders, they are doing impression
management. At back stage, a woman leader does other activities prior to meeting
with stakeholders, such as meeting with the team to ensure the success of
performing at front stage, so that she is seen as a leader who is able to do their job
properly in front of stakeholders. A woman leader’s back stage activity is usually
not known by stakeholders.
Women leaders displayed impression management in the presence of
stakeholders as leaders who are able to manage their work well, to lead
employees, to speak their minds and to build strong relationships with
stakeholders of the organization. Stakeholders may not know what a woman
leader feels, such as feeling very unprepared to lead a meeting, having bad time
management. This can ruin her image as a leader. Therefore, impression
management is very important for achieving effective communication in the
women leaders – stakeholder’s communication.
Key words: Dramaturgy, Leadership, Woman
BAB I
1.1. LATAR BELAKANG
Bukan sebuah hal yang tabu, jika pada saat ini sudah banyak perempuan
menduduki jajaran manajerial dalam organisasinya. Gaya komunikasi perempuan
dianggap mampu dicintai karyawan dalam lingkungan kerjanya. Dengan gaya
komunikasi yang bertutur kata lembut, gesture, dan kasih sayang dalam
membangun hubungan yang dimiliki menjadi sebuah nilai plus.
Gaya komunikasi pemimpin perempuan, seolah menjadikan itu sebuah
alasan organisasi berganti strategi komunikasinya. Dengan demikian, dipandang
perlu adanya penelitian yang dapat melihat bagaimana cara komunikasi
perempuan dalam berinteraksi dengan stakeholder pada organisasinya.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Seiring perkembangan zaman perempuan kini sudah melebarkan sayapnya yang
tadinya hanya dianggap mempunyai tugas untuk melakukan segala kegiatan
pekerjaan rumah, seperti mengurus anak dan suami, memasak, dan kegiatan lain
yang dilakukan untuk kepentingan keluarga selain mencari nafkah. Dalam situasi
seperti ini dapat dipahami mengapa kerja perempuan sering sekali tidak tampak
(invisible) karena dalam masyarakat kita (walaupun tidak semua masyarakat)
keterlibatan perempuan sering kali berada dalam pekerjaan yang tidak membawa
upah atau tidak dilakukan di luar rumah (walaupun mendatangkan penghasilan)
Dalam era seperti saat ini justru amat mudah melihat perempuan
menduduki jajaran top tier manajemen. Wanita karier sudah bertebaran di manamana,
bahkan menduduki posisi di organisasi yang dianggap tabu, seperti
tambang, pemerintahan, dan perminyakan. Perempuan masuk dalam dunia bisnis
saat ini sudah dianggap wajar, bahkan 70% laki-laki sudah bisa mengakui dan
merasa nyaman jika perempuan bekerja di luar rumah (SWA, 2010).
Gaya komunikasi pemimpin perempuan, seolah menjadikan itu sebuah
alasan para organisasi berganti strategi untuk menjadikan karyawan dalam
organisasinya menjadi berubah haluan. Dengan demikian, dipandang perlu adanya
penelitian yang dapat melihat bagaimana cara komunikasi perempuan dalam
berinteraksi dengan stakeholder pada organisasinya. Bagaimana impresion
management dalam interaksi antara pemimpin perempuan dengan stakeholder di
organisasinya?
BAB II
2.1. KERANGKA TEORI
2.1.1. Interaksionisme Simbolik
Teori interaksionisme simbolis dikonstruksikan atas sejumlah ide-ide dasar.
Ide dasar ini mengacu pada masalah-masalah kelompok manusia atau masyarakat,
interaksi sosial, obyek, manusia sebagai pelaku, tindakan manusia dan
interkoneksi dari saluran-saluran tindakan.
Symbolic interactionism, a movement within sociology, focuses on the ways
in which people from meaning and structure in society through conversation.
Menurut teoritisi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah “interaksi
manusia dengan menggunkaan simbol-simbol.” Mereka tertarik pada cara
manusia menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yang mereka
maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang
ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang
terlibat dalam interaksi sosial.
George Herbert Mead mempunyai tiga konsep utama dalam teori
Interaksionisme simbolik yaitu, masyarakat (society), diri sendiri (self), dan
pikiran (mind) . Kategori-kategori ini merupakan aspek-aspek yang berbeda dari
proses umum yang sama yang disebut tindak sosial, yang merupakan sebuah
kesatuan tingkah laku yang tidak dapat dianalisis ke dalam bagian-bagian tertentu.
2.1.1. Konsep Dramaturgi
Fokus pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, bukan apa
yang ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan, melainkan
bagaimana mereka melakukannya . Goffman mengasumsikan bahwa ketika orangorang
berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan
diterima orang lain. Ia menyebut upaya itu sebagai “pengelolaan pesan”
(impression management), yaitu teknik-teknik yang digunakan aktor untuk
memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan
tertentu (Ritzer, 1996:215).
Menurut Goffman kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah
depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back region). Wilayah depan
merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukkan bahwa individu bergaya atau
menampilkan peran formalnya. Mereka sedang memainkan perannya di atas
panggung sandiwara di hadapan khalayak penonton. Sebaliknya wilayah belakang
merujuk kepada tempat dan peristiwa yang memungkinkannya mempersiapkan
perannya di wilayah depan. Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian
depan (front stage) yang ditonton khalayak penonton, sedang wilayah belakang
ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back stage) atau kamar rias tempat
pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan
perannya di panggung depan.
Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua bagian: front pribadi
(personal front) dan setting. Front pribadi terdiri dari alat-alat yang dianggap
khalayak sebagai perlengkapan yang dibawa aktor ke dalam setting. Pemimpin
perempuan menggunakan setelan pakaian formal serta notebook atau ipad di
genggamannya. Personal front mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh sang
aktor. Sebagai seorang pemimpin, perempuan dapat menggunakan kalimat dengan
pilihan kata yang sopan, halus, penggunaan istilah-istilan asing dalam melakukan
presentasi, memperhatikan intonasi, postur tubuh, dan ekspresi wajah. pakaian
yang digunakan, penampakan usia dan sebagainya. Hingga derajat tertentu semua
aspek itu dapat dikendalikan actor.
Sementara itu, setting merupakan situasi fisik yang harus ada ketika aktor
melakukan pertunjukan. Dimana seorang pemimpin memerlukan ruang kerja yang
nyaman dan bersih untuk melakukan tugasnya..
Goffman mengakui bahwa panggung depan mengandung anasir struktural
dalam arti bahwa panggung depan cenderung terlembagakan alias mewakili
kepentingan kelompok atau organisasi. Sering ketika aktor melaksanakan
perannya, peran tersebut telah ditetapkan lembaga tempat dia bernaung. Meskipun
berbau struktural, daya tarik pendekatan Goffman terletak pada interaksi. Ia
berpendapat bahwa umumnya orang-orang berusaha menyajikan diri mereka yang
diidealisasikan dalam pertunjukan mereka di pangung depan, mereka merasa
bahwa mereka harus menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukannya.
Wilayah ini memperlihatkan sikap superior sang pemimpin perempuan yang
tergambar oleh karyawannya.
Berbeda dengan panggung belakang (back stage), disini memungkinkan
seorang pemimpin perempuan menggunakan kata-kata kasar ketika berkomentar,
marah, mengumpat, bertindak agresif, memperolok, atau melakukan kegiatan
yang tak pantas dilakukan ketika berhadapan dengan karyawannya. Adanya
belakang panggung dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukan sang
pemimpin perempuan, stakeholder tidak diizinkan masuk ke wilayah ini.
Pertunjukan yang dilakukan akan sulit apabila stakeholder masuk ke dalam
panggung
2.2. Tipe Penelitian
Secara operasional tujuan penelitri menggunakan tipe penelitian kualitatif
adalah untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam – dalamnya melalui
pengumpulan data sedalam-dalamnya. Dalam penelitian ini lebih menekankan
pada persoalan kedalaman. Periset merupakan bagian integral dari data artinya
peneliti ikut menentukan jenis data yang diinginkan dan peneliti harus terjun
langsung di lapangan).
Analisis deskriptif kualitatif menurut Robert K.Yin (Yin, 2011: 177)
1. Compiling
Mengkompilasi dan menyortir catatan lapangan dan pengumpulan data lainnya
dan memisahkan data dari sumber arsip. Setelah itu peneliti meletakan pada folder
data yang dibuat. Jadi pada fase pertama, menempatkan data ke dalam beberapa
urutan, yang selanjutya disebut database.
2. Disassembling
Pada tahap kedua mengkompille data hingga urutan terkecil, lalu memberikan
label atau kode pada bagian-bagian data penelitian.dengan menggunakan tema
substantif untuk mengatur
3. Reassembling
Penyusunan ulang pada tahap ketiga dapat difasilitasi dengan grafik atau dengan
mengaturnya dalam bentuk tabulasi data.
4. Interpreting
Peneliti membuat sebuah narasi dari hasil penelitian. Lalu memasukan interpertasi
peneliti pada hasil penelitian
5. Concluding
Pada fase ini terdapat keseluruhan gambran dari hasil penelitian anda. Dan pada
kesimpulan terkait pada interpertasi pada fase keempat dan semua tahapan
penelitian lainnya.
2.2.1. Jenis Data
1. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan. Sumber data primer dalam
penelitian ini antara lain: (1) hasil observasi partisipan terhadap perilaku, sikap,
simbol pemimpin perempuan dan stakeholdernya. (2) hasil wawancara dengan
subjek penelitian yang dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth
interview) antar peneliti dengan pemimpin perempuan, dan peneliti dengan
stakeholdernya.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh selain data primer antara lain: (1) data audio (rekaman
suara), (2) data yang berkaitan dengan penelitian seperti internet, atau referensi
lainnya yang mendukung.
2.2.2. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara mendalam (indepth interview)
Wawancara mendalam merupakan suatu cara pengumpulan data atau informasi
dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapat data
lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi
(berulang – ulang) secara intensif. Dalam wawancara ini informan bebas
memberikan jawaban karena periset memiliki tugas agar informan bersedia
meemberikan jawaban yang lengkap, mendalam dan bila perlu.
2. Observasi
Observasi difokuskan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena
riset. Fenomena ini mencakup interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi
diantara subjek yang diteliti sehingga keunggulan metode ini adalah data yang
dikumpulkan dalam dua bentuk : interaksi dan percakapan. Artinya selain perilaku
non verbal juga mencakup perilaku verbal dari orang – orang yang diamati.
3. Collecting
Collecting mengacu pada kompilasi atau mengmpulkan benda (dokumen,
artefak, dan catatan arsip) yang berhubungan dengan topik penelitian. Sebagian
besar kegiatan collecting ini ketika sedang berada di lapangan, namun peneliti
juga dapat mengumpulkan dari beberapa sumber, seperti buku-buku, internet. Ini
dapat mempermudah peneliti dalam proses penelitian.
BAB III
3.1. KESIMPULAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui impression management
dalam interaksi antara pemimpin perempuan dan stakeholder. Impression
management sangat penting pada saat interaksi antara pemimpin perempuan dan
stakeholder berlangsung. Impression management dapat diperoleh oleh peneliti
melalui observasi partisipan dan wawancara mendalam. Karena pemimpin
perempuan berperan seperti aktor yang melakukan pertunjukan drama di
organisasi. Hal ini sesuai dengan teori dramaturgi oleh Goffman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemimpin perempuan melakukan
impression management di hadapan stakeholder. Pemimpin perempuan
melakukan berbagai aktivitas selain bertemu dengan stakeholder. Seperti: arisan,
berjulan sepatu, tas dan perlengkapan perempuan lainnya, dan menjadi pengurus
organisasi ekstra dari perusahaannya mempunyai bisnis makanan. Selain itu
pemimpin perempuan terkadang menyembunyikan masalah perusahaan atau
pribadinya. Di depan stakeholder pemimpin perempuan harus terlihat baik dan
tidak punya masalah. Oleh karena itu karena impression management penting,
maka melalui impression management, pemimpin perempuan menunjukan pada
stakeholder bahwa dia adalah pemimpin perempuan yang terampil dan ahli dalam
pekerjaannya.
Pemimpin perempuan selalu terlihat bersemangat dan ceria ketika
menghadapi stakeholder karena dengan begitu memberikan pandangan bahwa
pemimpin senang ketika bertemu dengan stakeholder. Padahal pada backstage
pemimpin perempuan, stakeholder tidak mengetahui komentar apa yang
diberikan pada stakeholder atau persiapan penting yang dilakukan oleh
stakeholder perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Arivia, Gadis. ( 2006). Feminisme Sebuah Kata Hati. Jakarta : Kompas
Barletta, Martha. (2004). Marketing to women (Mendongkrak laba dari konsumen
paling kaya dalam segmen pasar terbesar). Jakarta: PPM
Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi ( Teori, Paradigma, dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat ). Jakarta : Kencana.
Bungin, Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Prenada
Media Group.
Cornelissen, Joep. (2009). Corporate Communication, A guide to theory and
practice. New Delhi: Sage Publication
Denzim, Norman K dan Yvonna S.Lincoln.(1994). Handbook of Qualitative
Research. California : Sage Publications
Dow, Bonnie J dan Wood, Julia. The Sage Handbook of Gender and
Communication. USA: Sage Publications
Gamble, Teri and Gamble, Michael.(2006). Communication Work.
MC Graw-hill humanities
Griffin, Em. (2004). A First Look at Communication Theory. New York:
McGraw-Hill.
Kelley, Martha J.M., Lt Col, U.S, (1997). Gender Differences and leadership
study. Alabama: Maxwell Airforce Base
Kriyantono, Rahmat.(2006). Tekhnik Praktik Riset Komunikasi. Disertai
Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising,
Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana.
Kuswarno, Engkus. (2008). Etnografi Komunikas,. Suatu Pengantar dan
Contoh Penelitiannya, Bandung: Widya Padjajaran, (2008).
Littlejohn, Stephen W. (1996). Theories of Human Communication.California:
Belmont, Woodsworth.
Littlejohn, Stephen W Littlejohn dan Karen A Foss .( 2009). Teori Komunikasi,
Theories of Human Communication, Edisi 9, Jakarta: Salemba Humanika
Madison, D.Soyini. (2005).Critical Ethnography : Method, Ethics, and
Performance. California : Sage Publications.
Moleong, Lexy J. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Muhammad, Arni, (2005). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Mulyana, Deddy. (2003). Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya
Neuman,W.Lawrence. (1997). Social Research Methods. Qualitative and
Quantitave Approach, Third Edition. Boston : Allyn & Bacon A Viacom
Company
Nuraini (2010). Perilaku Legislator Perempuan dalam Memperjuangkan
Kepentingan Perempuan. Skripsi. Unversitas Diponegoro
Pace, Wayne R dam Faules, Don F. (2006). Komunikasi Organisasi, strategi
meningkatkan kinerja perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Prayitno, Ujianto Singgih, (1996). Wanita dalam pembangunan (Studi terhadap
peraturan perundang-undangan RI terhadap konvensi PBB tentang
penghapusan diskrimnasi terhadap wanita). Jakarta: CV.Erasari
Rahardjo, Turnomo. (2006). Menghargai Perbedaan Kultural : Mindfulness
Dalam Komunikasi Antaretnis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ritzer, George. (1996). Modern Sociological Theory. New York: The Mc
Graw Hill
Santoso, Anang, (2004), Bahasa Peremouan. Jakarta: Bumi Aksara
Saptari, Ratna dan Holzner, Brigitte, (1997). Perempuan kerja dan perubahan
sosial (sebuah pengantar studi perempuan). Jakarta: Pustaka Utama
Grafity
Sunarto. (2009). Televisi, Kekerasan dan Perempuan. Jakarta:Kompas
Tong, Rosemarie. (2006). Feminist Though. Bandung: Jalasutera
Yin, Robert K. (2011). Qualitative Research from start to finish. London: The
Guilford Press
Internet
Pearson, J. Michael dan Furumo, Kimberly. (2007). Gender-Based
Communication Styles, Trust, and Satisfaction in Virtual Teams
dalam http://jiito.org/articles/JIITOv2p047-060Furumo35.pdf di unduh
pada tanggal 6 Maret 2011 pukul 20.00 WIB
Snellen, Deborah. (2006). Gender Communication.Colorado dalam
http://www.cacubo.org/proDevOpp/Gender%20Communication.pdf
diunduh pada tanggal 7 Maret 2011 pukul 08.00 WIB
Verghese, Tom. (2008). Women Leading Across Borders dalam
http://www.culturalsynergies.com/resources/Women_Leading_Across_Bo
rders.pdf diunduh pada tanggal 6 Maret 2011 pukul 20.30 WIB
Majalah
Rahayu, Eva Martha (2010, April). Panggil Mereka Women on Top, SWA
Sembada: 28
Rahayu, Eva Martha (2012, April). Karena Wanita Punya Talenta , SWA
Sembada: 29

Fulltext View|Download

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.