BibTex Citation Data :
@article{IO2938, author = {Rindhianti Sari and Taufik Suprihatini and Triono Lukmantoro}, title = {Interpretasi Khalayak Pria terhadap Sosok Perempuan dalam Tayangan Mata Lelaki}, journal = {Interaksi Online}, volume = {1}, number = {3}, year = {2013}, keywords = {}, abstract = { Nama : Rindhianti Novita Sari NIM : D2C009009 Judul : Interpretasi Khalayak Pria terhadap Sosok Perempuan dalam Tayangan Mata Lelaki ABSTRAK Program acara televisi yang menonjolkan kesensualan perempuan sebagai daya tarik utamanya, menjadi ajang bisnis bagi pekerja media untuk meraup untung sebesar-besarnya. Kata “pengetahuan” dan “hiburan” dijadikan alasan dalam penyajian tayangan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana interpretasi khalayak pria terhadap sosok perempuan dalam tayangan Mata Lelaki. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana para penonton program acara Mata Lelaki menggunakan materi acara tersebut sebagai rujukan pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari. Teori yang digunakan yaitu encodingdecoding (Stuart Hall, 1980), everyday life (David Chaney, 2002), dan teori normatif (McQuail,1987). Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan resepsi dan dikaitkan dengan analisis ekonomi politik media. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan indepth interview kepada empat informan yang telah dipilih oleh peneliti, yakni khalayak pria yang aktif atau pernah aktif menonton tayangan Mata Lelaki. Hasil penelitian ini menunjukkan khalayak menganggap bahwa tayangan Mata Lelaki merupakan sebuah tayangan yang menghibur, yang berorientasi pada seksualitas. Selain itu, ada pula keberagaman pendapat mengenai eksploitasi sensualitas dan tubuh perempuan yang digunakan dalam tayangan Mata Lelaki. Secara keseluruhan khalayak setuju bahwa apa yang disajikan dalam tayangan Mata Lelaki sudah sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dalam hal ini tayangan Mata Lelaki dianggap materi yang ringan, sehingga bisa dijadikan pembicaraan dalam konteks bercanda atau selingan ketika waktu sela di tengah-tengah kesibukan bekerja. Tayangan Mata Lelaki digunakan sebagai rujukan pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun hal tersebut tidak dilakukan oleh semua khalayak. Penelitian ini menunjukkan bahwa khalayak mengetahui adanya istilah khusus yang digunakan dalam tayangan Mata Lelaki. Namun, meskipun hampir semua informan menggunakan tayangan Mata Lelaki sebagai bahan pembicaraan sehari-harinya, mereka tidak serta merta menggunakan istilah yang ada dalam tayangan tersebut ke dalam pembicaraan sehari-harinya. Kata kunci: Sensualitas perempuan, everyday life, tayangan malam Indonesia. ABSTRACT Television programs that highlight the sensuality of women as the main attraction, also become a business event for media workers to reap maximum profit. The word \"knowledge\" and \"entertainment\" as a reason in the presentation of the show. The purpose of this study was to determine how the public interpretation of the figure of a man in a women's show Mata Lelaki. In addition, to know how to program the audience the show Mata Lelaki using the event as a reference material talks in everyday life. The theory used is encoding-decoding (Stuart Hall, 1980), everyday life (David Chaney, 2002), and normative theory (McQuail, 1987). This type of research is a qualitative descriptive approach was associated with the reception and analysis of the political economy of media. Data was collected using in-depth interviews to four informants who had been chosen by the researchers. The results showed that the audience assumes impressions Mata Lelaki is an entertaining show, which is oriented towards sexuality. In addition, there is also a diversity of opinion regarding the exploitation of sensuality and women's bodies are used in the show Mata Lelaki. Overall the audience agreed that what is presented in the Mata Lelaki impressions are in accordance with the Broadcasting Code of Conduct and Broadcasting Program Standards (P3SPS) established by the Indonesian Broadcasting Commission (KPI). In this sense impressions Mata Lelaki is considered as a lightweight material, so that it can be used in the context of the conversation everyday or distraction joking in the spare time in the middle of busy work. Impressions Mata Lelaki is used as a reference in the conversation of everyday life, even if it is not done by all audiences.This study shows that the audience aware of any specific terms used in the show Mata Lelaki. However, although almost all informants using impressions Mata Lelaki as a day-to-day conversation, they do not necessarily use the term contained in these show into everyday conversation. Keywords: Sensuality women, everyday life, evening shows in Indonesia. Interpretasi Khalayak Pria terhadap Sosok Perempuan dalam Tayangan Mata Lelaki PENDAHULUAN Menayangkan materi bermuatan seksualitas di media massa, memang memiliki tujuan yang jelas dan hampir selalu disadari oleh pengelola media, yaitu untuk menarik perhatian pembaca, pendengar, atau penonton untuk membaca, mendengar, dan menonton materi tersebut. Jika perhatian khalayak telah berhasil direbut, hal ini selanjutnya dapat dijual ke pengiklan, yang artinya membawa keuntungan ekonomis bagi organisasi media. Jadi, memang tidak dapat dipungkiri bahwa seks dan semua bentuk serta penggambarannya (yang memiliki unsur kenikmatan) akan selalu membangkitkan rasa ingin tahu khalayak dan juga dapat membangkitkan fantasi pada khalayak tertentu. Salah satu isu utama dalam studi penonton menyangkut hubungan antara produser, teks, dan penonton. Dalam banyak persamaan ini adalah tentang keseimbangan kekuatan yakni menilai sejauh mana khalayak dipengaruhi dan terpengaruh oleh teks media (Rayner, Wall, dan Kruger, 2004: 96). Program tayangan televisi Indonesia yang sengaja disajikan pada tengah malam seringkali mengusung tema seksualitas. Perempuan yang ditampilkan selalu menggunakan busana mini yang ditujukan agar penonton yang menyaksikan tayangan tersebut semakin terbelalak, terutama pada kaum lelaki. Hal ini tidak terlepas dari adanya komodifikasi dari pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan untuk memperoleh keuntungan secara materi. John Dovey (dalam Rayner, Wall, dan Kruger, 2004: 126) berpendapat bahwa kita hidup dalam masyarakat pengakuan dan menggambarkan fenomena genre baru televisi sebagai 'media orang pertama' di mana subjektivitas, personal, dan intim menjadi prioritas. Mata lelaki seringkali dibuat terbelalak manakala menyaksikan kamera yang menelusuri tubuh perempuan dari ujung kaki hingga ujung rambut, ditambah pula si perempuan yang dengan sengaja melekukkan tubuhnya agar terlihat lebih sensual dan menarik hasrat kaum lelaki. Perempuan yang kemudian dijadikan objek untuk dieksploitasi seakanakan pasif dan menerima saja atas perlakuan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini perlindungan hak-hak perempuan justru dikesampingkan dan mengutamakan profit yang akan didapatkan pihak media. Perempuan dijadikan konsumsi khalayak dan dipandang sebagai makhluk yang lemah, sebagai keindahan yang dinikmati oleh barbagai khalayak yang berbeda-beda, dan dari latar belakang yang berbeda pula. Dari uraian di atas, serta mengingat bahwa penelitian ini ingin mengupas ruang pemaknaan, maka peneliti ingin melihat bagaimana pemaknaan khalayak terhadap sosok perempuan dalam tayangan Mata Lelaki berkaitan dengan gaya hidup masyarakat di era modern saat ini. Selanjutnya masalah yang diteliti dalam penelitian ini dirumuskan ke dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana interpretasi lelaki terhadap sosok perempuan dalam tayangan Mata Lelaki? 2. Bagaimana para penonton program acara Mata Lelaki menggunakan materi acara tersebut sebagai rujukan pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari? ISI Penelitian ini merupakan kajian interpretatif atas content media berupa teks, yang merupakan kombinasi tanda-tanda yang berupa tanda visual dan audio, dengan analisis yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif memerlukan keterlibatan yang lebih mendalam dengan penonton itu sendiri. Ini termasuk teknik seperti wawancara dalam rangka untuk sampai pada kesimpulan tentang perilaku penonton dalam kaitannya dengan konsumsi media (Rayner, Wall dan Kruger, 2004: 96). Jika dikaitkan dengan tema tersebut, penelitian ini menggunakan paradigma interpretatif untuk melakukan interpretasi dan memahami alasan dari subyek penelitian terhadap tindakan sosial yang mereka lakukan, yaitu bagaimana mereka mengonstruksikan kehidupan yang ditampilkan dalam sebuah tayangan televisi Mata Lelaki dan memberikan makna dari tayangan tersebut. Penelitian ini menggunakan analisis resepsi yang memiliki cara pandang khusus mengenai khalayak. Dalam hal ini khalayak adalah sebagai penghasil makna, bukan hanya pengonsumsi media semata. Tujuan resepsi secara umum adalah untuk menemukan bagaimana khalayak dengan konteks sosial dan latar belakang yang berbeda membuat bermacam-macam pengertian mengenai teks media. Televisi merupakan salah satu bentuk komunikator massa, di mana dalam hal ini khalayak adalah sebagai komunikan. Proses komunikasi massa pada hakekatnya merupakan proses pengoperan lambang-lambang yang berarti (mengandung arti atau makna) yang dilakukan melalui saluran-saluran (chanel), biasanya dikenal dengan media cetak, media auditif (radio), media visual (gambar, lukisan), atau media audio visual seperti televisi dan film. Dalam hal ini hubungan antara media dan khalayak dijelaskan Stuart Hall dalam model encoding dan decoding. Encoding, yang merupakan domain dari produser, dan decoding domain dari penonton. Proses mengkomunikasikan pesan mensyaratkan bahwa dikodekan sedemikian rupa sehingga penerima pesan mampu untuk memecahkan kode itu (Rayner, Wall, dan Kruger, 2004: 97). Misalnya, pesan televisual dikodekan melalui penggunaan teknologi kamera, ditransmisikan sebagai sinyal dan kemudian diterjemahkan dengan menggunakan televisi, kemudian khalayak memberikan pemaknaan atas tanda-tanda dan pesan yang disampaikan oleh media. Dalam hal ini pesan yang disampaikan oleh media kepada khalayak mengandung sebuah ideologi. Sebagai salah satu media massa, televisi membawa ideologi-ideologi tertentu yang berusaha ditanamkan kepada khalayak melalui teks. Model encoding dan decoding yang diajukan oleh Stuart Hall dan David Morley berpusat pada gagasan bahwa penonton bervariasi dalam respon mereka terhadap pesan media. Hal ini karena khalayak dipengaruhi oleh posisi sosial mereka, jenis kelamin, usia, etnis, pekerjaan, pengalaman dan keyakinan serta di mana mereka berada dan apa yang mereka lakukan ketika mereka menerima pesan. Dalam perspektif active audience khalayak dipandang sebagai pencipta makna yang aktif. Khalayak Mata Lelaki adalah khalayak yang aktif. Mereka tidak langsung secara mentah-mentah menerima apa yang mereka tonton dalam sebuah tayangan televisi. Khalayak merupakan penerima pesan dan pengolah informasi. Ien Ang menyebutkan bahwa khalayak media bukanlah sebagai “masses” yaitu sekumpulan orang anonym dan pasif yang tidak beridentitas. Bukan pula sebagai “market” yang menjadi target industri media. Namun khalayak media aktif dalam menggunakan, menginterpretasikan dan menikmati produk media. (Ang, dalam Downing, Mohammad, dan Sreberny Mohammad, 1990 : 165). Dalam pelaksanaannya, mereka seakan terlihat pasif dan hanya diam ketika menonton sebuah tayangan televisi, namun pada kenyatannya banyak hal yang sedang berlangsung dalam pikiran mereka (Burton, 2008: 222). Selain itu khalayak menginterpretasikan teks media dengan cara mereka sendiri dan dihubungkan dengan keadaan sosial dan budaya mereka serta pengalaman pribadi mereka (Ang dalam Downing, Mohammadi, dan Sreberny-Mohammadi [eds], 1990: 160). Khalayak yang menjadi informan dalam penelitian ini merupakan khalayak yang masih aktif menonton tayangan Mata Lelaki, dan pernah aktif menonton tayangan tersebut. Keempat informan memiliki tingkat pendidikan dan lingkungan sosial yang berbeda. Dalam wawancara informan menyampaikan interpretasi mereka masing-masing terkait dengan tayangan Mata Lelaki. Khalayak yang dalam hal ini merupakan penghasil makna, memaknai tayangan Mata Lelaki secara beragam, karena teks yang berbeda dapat menghasilkan pemaknaan yang beragam. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Khalayak menganggap bahwa tayangan Mata Lelaki merupakan sebuah tayangan yang menghibur, yang berorientasi pada seksualitas. Meskipun demikian, ada pula anggapan bahwa perempuan yang tampil sensual dan terbuka dalam media merupakan hal yang tidak wajar. Adapun yang mengatakan hal tersebut sebagai suatu kewajaran, yakni karena melihat dari pers yang ada di Indonesia. Bahwa pers di Indonesia sudah terbuka dan bebas, sehingga hal tersebut merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh kita sendiri dari kebebasan pers yang kita anut. 2. Penelitian ini menunjukkan adanya keberagaman pendapat mengenai ekploitasi sensualitas dan tubuh perempuan yang digunakan dalam tayangan Mata Lelaki. Ada pendapat tidak setuju, dengan alasan hal tersebut sama saja merendahkan derajat kaum perempuan. Namun ada pula pendapat yang setuju mengenai hal tersebut, dikarenakan apa yang ditampilkan dalam tayangan Mata Lelaki tidak sekadar seksualitas saja. Tetapi juga ada informasi baru yang diberikan kepada penonton. Meskipun demikian, secara keseluruhan khalayak setuju bahwa apa yang disajikan dalam tayangan Mata Lelaki sudah sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). 3. Dalam hal ini tayangan Mata Lelaki dianggap materi yang ringan, sehingga bisa dijadikan pembicaraan dalam konteks bercanda atau selingan ketika waktu sela di tengah-tengah kesibukan bekerja. Tayangan Mata Lelaki digunakan sebagai rujukan pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun hal tersebut tidak dilakukan oleh semua khalayak. 4. Penelitian ini menunjukkan bahwa khalayak mengetahui adanya istilah khusus yang digunakan dalam tayangan Mata Lelaki. Namun, meskipun hampir semua informan menggunakan tayangan Mata Lelaki sebagai bahan pembicaraan sehari-harinya, mereka tidak serta merta menggunakan istilah yang ada dalam tayangan tersebut ke dalam pembicaraan sehariharinya. PENUTUP Media televisi melalui tayangan Mata Lelaki yang disajikan memang bertujuan untuk mengarahkan khalayak ke arah pembacaan yang diinginkan. Makna dominan (preferred reading) dalam sebuah tayangan selalu tersirat dengan jelas, dalam hal ini bagaimana produser ingin menuntun khalayak kepada pemaknaan yang sesuai dengan kode-kode dominan tersebut. Dalam hal ini Mata Lelaki sebagai tayangan malam mempertontonkan kesensualan perempuan, dengan menggunakan busana yang sangat minim dan terlihat pada bagian dadanya diharapkan dapat menjadi sebuah hiburan bagi khalayak yang menonton. Selain itu, tayangan ini juga menekankan pada sisi informatif untuk memberikan pengetahuan baru bagi khalayaknya seputar dunia malam dan seksualitas. Sosok perempuan dalam media hingga saat ini masih sering digambarkan sebagai penarik perhatian. Tayangan televisi sebagai salah satu industri budaya seringkali menggunakan tubuh perempuan lengkap dengan segala “keperempuanannya” sebagai daya tarik yang paling utama. Tubuh perempuan dieksploitasi dengan penonjolan pada bagian-bagian tubuhnya yang mampu menimbulkan kesan sensual seperti paha, payudara, rambut yang tergerai, bibir, atau tubuh yang sensusal secara utuh. Hal tersebut masih saja selalu terjadi karena dianggap mampu menaikkan rating program televisi mereka yakni sebagai pekerja media. Meskipun sering mendapat teguran keras dari KPI karena menyajikan bagian-bagian intim tubuh perempuan seperti belahan dada dan paha. Para pekerja media hanya memikirkan keuntungan untuk mereka sendiri dan tidak peduli apakah hal tersebut melanggar P3SPS yang sudah ditetapkan KPI. Itulah mengapa tayangan hiburan malam yang berorientasi pada seksualitas masih saja diproduksi. Peran dari Pedoman Perilaku Penyiaran (P3SPS) terlihat masih sangat lemah. Hal tersebut dapat dilihat dari interpretasi informan yang secara keseluruhan dari mereka mengatakan tayangan Mata Lelaki sudah sesuai dengan P3SPS, karena sudah dilakukan sensor di dalamnya. Padahal jika kita lebih cermat, dalam tayangan tersebut dilakukan sensor hanya untuk melindungi identitas narasumber yang dirahasiakan. Sedangkan untuk adegan yang memperlihatkan bagian intim tubuh perempuan, seperti paha, belahan dada, dan perut justru sama sekali tidak tersentuh sensor. Dari sini dapat dilihat bahwa peran dari P3SPS masih sangat lemah. Selain itu, media seakan-akan masih bebas melakukan apa pun demi mendapatkan keuntungan. Media sangat cerdas dalam memainkan perannya dan bersembunyi di balik kata sensor yang sudah mereka lakukan, meskipun sensor tersebut tidak tepat dalam penggunaannya. Khalayak diharapkan lebih cermat mengkritisi tayangan malam yang disuguhkan oleh pekerja media yang banyak mengeksploitasi tubuh perempuan dan lebih mampu berperan sebagai khalayak aktif dalam menerima pesan yang disampaikan oleh media. Penelitian terhadap tayangan Mata Lelaki yang mengeksploitasi tubuh perempuan yang menggunakan analisis resepsi, ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. Dengan menggunakan berbagai teori dan pendekatan lainnya yang sesuai, untuk mengkritisi tayangan-tayangan televisi yang ada di Indonesia sesuai perkembangannya. DAFTAR PUSTAKA Burton, Graeme. 2000. Membincangkan Televisi: Sebuah Pengantar Kepada Studi Televisi. (Terj.) Bandung: Jalasutra Downing, John, Ali Mohammadi, Annabelle Sreberny-Mohammadi. 1990. Questioning The Media a Critical Introduction. USA: Sage Publication Rayner, Philip, Peter Wall dan Stephen Kruger. 2004. Media Studies: The Essentian Resource. London: Routledge }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/2938} }
Refworks Citation Data :
Nama : Rindhianti Novita SariNIM : D2C009009Judul : Interpretasi Khalayak Pria terhadap Sosok Perempuandalam Tayangan Mata LelakiABSTRAKProgram acara televisi yang menonjolkan kesensualan perempuan sebagai dayatarik utamanya, menjadi ajang bisnis bagi pekerja media untuk meraup untungsebesar-besarnya. Kata “pengetahuan” dan “hiburan” dijadikan alasan dalampenyajian tayangan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuibagaimana interpretasi khalayak pria terhadap sosok perempuan dalam tayanganMata Lelaki. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana para penonton programacara Mata Lelaki menggunakan materi acara tersebut sebagai rujukanpembicaraan dalam kehidupan sehari-hari. Teori yang digunakan yaitu encodingdecoding(Stuart Hall, 1980), everyday life (David Chaney, 2002), dan teorinormatif (McQuail,1987). Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif denganpendekatan resepsi dan dikaitkan dengan analisis ekonomi politik media. Teknikpengumpulan data dilakukan dengan menggunakan indepth interview kepadaempat informan yang telah dipilih oleh peneliti, yakni khalayak pria yang aktifatau pernah aktif menonton tayangan Mata Lelaki.Hasil penelitian ini menunjukkan khalayak menganggap bahwa tayangan MataLelaki merupakan sebuah tayangan yang menghibur, yang berorientasi padaseksualitas. Selain itu, ada pula keberagaman pendapat mengenai eksploitasisensualitas dan tubuh perempuan yang digunakan dalam tayangan Mata Lelaki.Secara keseluruhan khalayak setuju bahwa apa yang disajikan dalam tayanganMata Lelaki sudah sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan StandarProgram Siaran (P3SPS) yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).Dalam hal ini tayangan Mata Lelaki dianggap materi yang ringan, sehingga bisadijadikan pembicaraan dalam konteks bercanda atau selingan ketika waktu sela ditengah-tengah kesibukan bekerja. Tayangan Mata Lelaki digunakan sebagairujukan pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun hal tersebut tidakdilakukan oleh semua khalayak. Penelitian ini menunjukkan bahwa khalayakmengetahui adanya istilah khusus yang digunakan dalam tayangan Mata Lelaki.Namun, meskipun hampir semua informan menggunakan tayangan Mata Lelakisebagai bahan pembicaraan sehari-harinya, mereka tidak serta mertamenggunakan istilah yang ada dalam tayangan tersebut ke dalam pembicaraansehari-harinya.Kata kunci: Sensualitas perempuan, everyday life, tayangan malam Indonesia.ABSTRACTTelevision programs that highlight the sensuality of women as the main attraction,also become a business event for media workers to reap maximum profit. Theword "knowledge" and "entertainment" as a reason in the presentation of theshow. The purpose of this study was to determine how the public interpretation ofthe figure of a man in a women's show Mata Lelaki. In addition, to know how toprogram the audience the show Mata Lelaki using the event as a referencematerial talks in everyday life. The theory used is encoding-decoding (Stuart Hall,1980), everyday life (David Chaney, 2002), and normative theory (McQuail,1987). This type of research is a qualitative descriptive approach was associatedwith the reception and analysis of the political economy of media. Data wascollected using in-depth interviews to four informants who had been chosen bythe researchers.The results showed that the audience assumes impressions Mata Lelaki is anentertaining show, which is oriented towards sexuality. In addition, there is also adiversity of opinion regarding the exploitation of sensuality and women's bodiesare used in the show Mata Lelaki. Overall the audience agreed that what ispresented in the Mata Lelaki impressions are in accordance with the BroadcastingCode of Conduct and Broadcasting Program Standards (P3SPS) established by theIndonesian Broadcasting Commission (KPI). In this sense impressions MataLelaki is considered as a lightweight material, so that it can be used in the contextof the conversation everyday or distraction joking in the spare time in the middleof busy work. Impressions Mata Lelaki is used as a reference in the conversationof everyday life, even if it is not done by all audiences.This study shows that theaudience aware of any specific terms used in the show Mata Lelaki. However,although almost all informants using impressions Mata Lelaki as a day-to-dayconversation, they do not necessarily use the term contained in these show intoeveryday conversation.Keywords: Sensuality women, everyday life, evening shows in Indonesia.Interpretasi Khalayak Pria terhadap Sosok Perempuan dalam TayanganMata LelakiPENDAHULUANMenayangkan materi bermuatan seksualitas di media massa, memangmemiliki tujuan yang jelas dan hampir selalu disadari oleh pengelola media, yaituuntuk menarik perhatian pembaca, pendengar, atau penonton untuk membaca,mendengar, dan menonton materi tersebut. Jika perhatian khalayak telah berhasildirebut, hal ini selanjutnya dapat dijual ke pengiklan, yang artinya membawakeuntungan ekonomis bagi organisasi media. Jadi, memang tidak dapat dipungkiribahwa seks dan semua bentuk serta penggambarannya (yang memiliki unsurkenikmatan) akan selalu membangkitkan rasa ingin tahu khalayak dan juga dapatmembangkitkan fantasi pada khalayak tertentu. Salah satu isu utama dalam studipenonton menyangkut hubungan antara produser, teks, dan penonton. Dalambanyak persamaan ini adalah tentang keseimbangan kekuatan yakni menilaisejauh mana khalayak dipengaruhi dan terpengaruh oleh teks media (Rayner,Wall, dan Kruger, 2004: 96).Program tayangan televisi Indonesia yang sengaja disajikan pada tengahmalam seringkali mengusung tema seksualitas. Perempuan yang ditampilkanselalu menggunakan busana mini yang ditujukan agar penonton yangmenyaksikan tayangan tersebut semakin terbelalak, terutama pada kaum lelaki.Hal ini tidak terlepas dari adanya komodifikasi dari pihak-pihak tertentu yangmemiliki kepentingan untuk memperoleh keuntungan secara materi. John Dovey(dalam Rayner, Wall, dan Kruger, 2004: 126) berpendapat bahwa kita hidupdalam masyarakat pengakuan dan menggambarkan fenomena genre baru televisisebagai 'media orang pertama' di mana subjektivitas, personal, dan intim menjadiprioritas. Mata lelaki seringkali dibuat terbelalak manakala menyaksikan kamerayang menelusuri tubuh perempuan dari ujung kaki hingga ujung rambut, ditambahpula si perempuan yang dengan sengaja melekukkan tubuhnya agar terlihat lebihsensual dan menarik hasrat kaum lelaki.Perempuan yang kemudian dijadikan objek untuk dieksploitasi seakanakanpasif dan menerima saja atas perlakuan pihak-pihak yang berkepentingan.Dalam hal ini perlindungan hak-hak perempuan justru dikesampingkan danmengutamakan profit yang akan didapatkan pihak media. Perempuan dijadikankonsumsi khalayak dan dipandang sebagai makhluk yang lemah, sebagaikeindahan yang dinikmati oleh barbagai khalayak yang berbeda-beda, dan darilatar belakang yang berbeda pula.Dari uraian di atas, serta mengingat bahwa penelitian ini ingin mengupasruang pemaknaan, maka peneliti ingin melihat bagaimana pemaknaan khalayakterhadap sosok perempuan dalam tayangan Mata Lelaki berkaitan dengan gayahidup masyarakat di era modern saat ini. Selanjutnya masalah yang diteliti dalampenelitian ini dirumuskan ke dalam pertanyaan sebagai berikut:1. Bagaimana interpretasi lelaki terhadap sosok perempuan dalam tayanganMata Lelaki?2. Bagaimana para penonton program acara Mata Lelaki menggunakanmateri acara tersebut sebagai rujukan pembicaraan dalam kehidupansehari-hari?ISIPenelitian ini merupakan kajian interpretatif atas content media berupateks, yang merupakan kombinasi tanda-tanda yang berupa tanda visual dan audio,dengan analisis yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif memerlukanketerlibatan yang lebih mendalam dengan penonton itu sendiri. Ini termasukteknik seperti wawancara dalam rangka untuk sampai pada kesimpulan tentangperilaku penonton dalam kaitannya dengan konsumsi media (Rayner, Wall danKruger, 2004: 96).Jika dikaitkan dengan tema tersebut, penelitian ini menggunakanparadigma interpretatif untuk melakukan interpretasi dan memahami alasan darisubyek penelitian terhadap tindakan sosial yang mereka lakukan, yaitu bagaimanamereka mengonstruksikan kehidupan yang ditampilkan dalam sebuah tayangantelevisi Mata Lelaki dan memberikan makna dari tayangan tersebut. Penelitian inimenggunakan analisis resepsi yang memiliki cara pandang khusus mengenaikhalayak. Dalam hal ini khalayak adalah sebagai penghasil makna, bukan hanyapengonsumsi media semata. Tujuan resepsi secara umum adalah untukmenemukan bagaimana khalayak dengan konteks sosial dan latar belakang yangberbeda membuat bermacam-macam pengertian mengenai teks media.Televisi merupakan salah satu bentuk komunikator massa, di mana dalamhal ini khalayak adalah sebagai komunikan. Proses komunikasi massa padahakekatnya merupakan proses pengoperan lambang-lambang yang berarti(mengandung arti atau makna) yang dilakukan melalui saluran-saluran (chanel),biasanya dikenal dengan media cetak, media auditif (radio), media visual (gambar,lukisan), atau media audio visual seperti televisi dan film.Dalam hal ini hubungan antara media dan khalayak dijelaskan Stuart Halldalam model encoding dan decoding. Encoding, yang merupakan domain dariproduser, dan decoding domain dari penonton. Proses mengkomunikasikan pesanmensyaratkan bahwa dikodekan sedemikian rupa sehingga penerima pesanmampu untuk memecahkan kode itu (Rayner, Wall, dan Kruger, 2004: 97).Misalnya, pesan televisual dikodekan melalui penggunaan teknologi kamera,ditransmisikan sebagai sinyal dan kemudian diterjemahkan dengan menggunakantelevisi, kemudian khalayak memberikan pemaknaan atas tanda-tanda dan pesanyang disampaikan oleh media. Dalam hal ini pesan yang disampaikan oleh mediakepada khalayak mengandung sebuah ideologi. Sebagai salah satu media massa,televisi membawa ideologi-ideologi tertentu yang berusaha ditanamkan kepadakhalayak melalui teks. Model encoding dan decoding yang diajukan oleh StuartHall dan David Morley berpusat pada gagasan bahwa penonton bervariasi dalamrespon mereka terhadap pesan media. Hal ini karena khalayak dipengaruhi olehposisi sosial mereka, jenis kelamin, usia, etnis, pekerjaan, pengalaman dankeyakinan serta di mana mereka berada dan apa yang mereka lakukan ketikamereka menerima pesan.Dalam perspektif active audience khalayak dipandang sebagai penciptamakna yang aktif. Khalayak Mata Lelaki adalah khalayak yang aktif. Merekatidak langsung secara mentah-mentah menerima apa yang mereka tonton dalamsebuah tayangan televisi. Khalayak merupakan penerima pesan dan pengolahinformasi. Ien Ang menyebutkan bahwa khalayak media bukanlah sebagai“masses” yaitu sekumpulan orang anonym dan pasif yang tidak beridentitas.Bukan pula sebagai “market” yang menjadi target industri media. Namunkhalayak media aktif dalam menggunakan, menginterpretasikan dan menikmatiproduk media. (Ang, dalam Downing, Mohammad, dan Sreberny Mohammad,1990 : 165). Dalam pelaksanaannya, mereka seakan terlihat pasif dan hanya diamketika menonton sebuah tayangan televisi, namun pada kenyatannya banyak halyang sedang berlangsung dalam pikiran mereka (Burton, 2008: 222). Selain itukhalayak menginterpretasikan teks media dengan cara mereka sendiri dandihubungkan dengan keadaan sosial dan budaya mereka serta pengalaman pribadimereka (Ang dalam Downing, Mohammadi, dan Sreberny-Mohammadi [eds],1990: 160).Khalayak yang menjadi informan dalam penelitian ini merupakankhalayak yang masih aktif menonton tayangan Mata Lelaki, dan pernah aktifmenonton tayangan tersebut. Keempat informan memiliki tingkat pendidikan danlingkungan sosial yang berbeda. Dalam wawancara informan menyampaikaninterpretasi mereka masing-masing terkait dengan tayangan Mata Lelaki.Khalayak yang dalam hal ini merupakan penghasil makna, memaknai tayanganMata Lelaki secara beragam, karena teks yang berbeda dapat menghasilkanpemaknaan yang beragam.Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dapat disimpulkan sebagaiberikut:1. Khalayak menganggap bahwa tayangan Mata Lelaki merupakan sebuahtayangan yang menghibur, yang berorientasi pada seksualitas. Meskipundemikian, ada pula anggapan bahwa perempuan yang tampil sensual danterbuka dalam media merupakan hal yang tidak wajar. Adapun yangmengatakan hal tersebut sebagai suatu kewajaran, yakni karena melihatdari pers yang ada di Indonesia. Bahwa pers di Indonesia sudah terbukadan bebas, sehingga hal tersebut merupakan konsekuensi yang harusditerima oleh kita sendiri dari kebebasan pers yang kita anut.2. Penelitian ini menunjukkan adanya keberagaman pendapat mengenaiekploitasi sensualitas dan tubuh perempuan yang digunakan dalamtayangan Mata Lelaki. Ada pendapat tidak setuju, dengan alasan haltersebut sama saja merendahkan derajat kaum perempuan. Namun adapula pendapat yang setuju mengenai hal tersebut, dikarenakan apa yangditampilkan dalam tayangan Mata Lelaki tidak sekadar seksualitas saja.Tetapi juga ada informasi baru yang diberikan kepada penonton. Meskipundemikian, secara keseluruhan khalayak setuju bahwa apa yang disajikandalam tayangan Mata Lelaki sudah sesuai dengan Pedoman PerilakuPenyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan olehKomisi Penyiaran Indonesia (KPI).3. Dalam hal ini tayangan Mata Lelaki dianggap materi yang ringan,sehingga bisa dijadikan pembicaraan dalam konteks bercanda atauselingan ketika waktu sela di tengah-tengah kesibukan bekerja. TayanganMata Lelaki digunakan sebagai rujukan pembicaraan dalam kehidupansehari-hari, meskipun hal tersebut tidak dilakukan oleh semua khalayak.4. Penelitian ini menunjukkan bahwa khalayak mengetahui adanya istilahkhusus yang digunakan dalam tayangan Mata Lelaki. Namun, meskipunhampir semua informan menggunakan tayangan Mata Lelaki sebagaibahan pembicaraan sehari-harinya, mereka tidak serta merta menggunakanistilah yang ada dalam tayangan tersebut ke dalam pembicaraan sehariharinya.PENUTUPMedia televisi melalui tayangan Mata Lelaki yang disajikan memangbertujuan untuk mengarahkan khalayak ke arah pembacaan yang diinginkan.Makna dominan (preferred reading) dalam sebuah tayangan selalu tersirat denganjelas, dalam hal ini bagaimana produser ingin menuntun khalayak kepadapemaknaan yang sesuai dengan kode-kode dominan tersebut. Dalam hal ini MataLelaki sebagai tayangan malam mempertontonkan kesensualan perempuan,dengan menggunakan busana yang sangat minim dan terlihat pada bagian dadanyadiharapkan dapat menjadi sebuah hiburan bagi khalayak yang menonton. Selainitu, tayangan ini juga menekankan pada sisi informatif untuk memberikanpengetahuan baru bagi khalayaknya seputar dunia malam dan seksualitas.Sosok perempuan dalam media hingga saat ini masih sering digambarkansebagai penarik perhatian. Tayangan televisi sebagai salah satu industri budayaseringkali menggunakan tubuh perempuan lengkap dengan segala“keperempuanannya” sebagai daya tarik yang paling utama. Tubuh perempuandieksploitasi dengan penonjolan pada bagian-bagian tubuhnya yang mampumenimbulkan kesan sensual seperti paha, payudara, rambut yang tergerai, bibir,atau tubuh yang sensusal secara utuh. Hal tersebut masih saja selalu terjadi karenadianggap mampu menaikkan rating program televisi mereka yakni sebagaipekerja media. Meskipun sering mendapat teguran keras dari KPI karenamenyajikan bagian-bagian intim tubuh perempuan seperti belahan dada dan paha.Para pekerja media hanya memikirkan keuntungan untuk mereka sendiri dan tidakpeduli apakah hal tersebut melanggar P3SPS yang sudah ditetapkan KPI. Itulahmengapa tayangan hiburan malam yang berorientasi pada seksualitas masih sajadiproduksi.Peran dari Pedoman Perilaku Penyiaran (P3SPS) terlihat masih sangatlemah. Hal tersebut dapat dilihat dari interpretasi informan yang secarakeseluruhan dari mereka mengatakan tayangan Mata Lelaki sudah sesuai denganP3SPS, karena sudah dilakukan sensor di dalamnya. Padahal jika kita lebihcermat, dalam tayangan tersebut dilakukan sensor hanya untuk melindungiidentitas narasumber yang dirahasiakan. Sedangkan untuk adegan yangmemperlihatkan bagian intim tubuh perempuan, seperti paha, belahan dada, danperut justru sama sekali tidak tersentuh sensor. Dari sini dapat dilihat bahwa perandari P3SPS masih sangat lemah. Selain itu, media seakan-akan masih bebasmelakukan apa pun demi mendapatkan keuntungan. Media sangat cerdas dalammemainkan perannya dan bersembunyi di balik kata sensor yang sudah merekalakukan, meskipun sensor tersebut tidak tepat dalam penggunaannya.Khalayak diharapkan lebih cermat mengkritisi tayangan malam yangdisuguhkan oleh pekerja media yang banyak mengeksploitasi tubuh perempuandan lebih mampu berperan sebagai khalayak aktif dalam menerima pesan yangdisampaikan oleh media.Penelitian terhadap tayangan Mata Lelaki yang mengeksploitasi tubuhperempuan yang menggunakan analisis resepsi, ini diharapkan dapat menjadireferensi untuk penelitian selanjutnya. Dengan menggunakan berbagai teori danpendekatan lainnya yang sesuai, untuk mengkritisi tayangan-tayangan televisiyang ada di Indonesia sesuai perkembangannya.DAFTAR PUSTAKABurton, Graeme. 2000. Membincangkan Televisi: Sebuah Pengantar KepadaStudi Televisi. (Terj.) Bandung: JalasutraDowning, John, Ali Mohammadi, Annabelle Sreberny-Mohammadi. 1990.Questioning The Media a Critical Introduction. USA: Sage PublicationRayner, Philip, Peter Wall dan Stephen Kruger. 2004. Media Studies: TheEssentian Resource. London: Routledge
Last update:
Interaksi Online, is published by Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275; Telp. (024)7460056, Fax: (024)7460055
Interaksi Online by http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.