skip to main content

Interpretasi Khalayak Pria terhadap Sosok Perempuan dalam Tayangan Mata Lelaki


Citation Format:
Abstract

Nama : Rindhianti Novita Sari
NIM : D2C009009
Judul : Interpretasi Khalayak Pria terhadap Sosok Perempuan
dalam Tayangan Mata Lelaki
ABSTRAK
Program acara televisi yang menonjolkan kesensualan perempuan sebagai daya
tarik utamanya, menjadi ajang bisnis bagi pekerja media untuk meraup untung
sebesar-besarnya. Kata “pengetahuan” dan “hiburan” dijadikan alasan dalam
penyajian tayangan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana interpretasi khalayak pria terhadap sosok perempuan dalam tayangan
Mata Lelaki. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana para penonton program
acara Mata Lelaki menggunakan materi acara tersebut sebagai rujukan
pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari. Teori yang digunakan yaitu encodingdecoding
(Stuart Hall, 1980), everyday life (David Chaney, 2002), dan teori
normatif (McQuail,1987). Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan
pendekatan resepsi dan dikaitkan dengan analisis ekonomi politik media. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan indepth interview kepada
empat informan yang telah dipilih oleh peneliti, yakni khalayak pria yang aktif
atau pernah aktif menonton tayangan Mata Lelaki.
Hasil penelitian ini menunjukkan khalayak menganggap bahwa tayangan Mata
Lelaki merupakan sebuah tayangan yang menghibur, yang berorientasi pada
seksualitas. Selain itu, ada pula keberagaman pendapat mengenai eksploitasi
sensualitas dan tubuh perempuan yang digunakan dalam tayangan Mata Lelaki.
Secara keseluruhan khalayak setuju bahwa apa yang disajikan dalam tayangan
Mata Lelaki sudah sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Dalam hal ini tayangan Mata Lelaki dianggap materi yang ringan, sehingga bisa
dijadikan pembicaraan dalam konteks bercanda atau selingan ketika waktu sela di
tengah-tengah kesibukan bekerja. Tayangan Mata Lelaki digunakan sebagai
rujukan pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun hal tersebut tidak
dilakukan oleh semua khalayak. Penelitian ini menunjukkan bahwa khalayak
mengetahui adanya istilah khusus yang digunakan dalam tayangan Mata Lelaki.
Namun, meskipun hampir semua informan menggunakan tayangan Mata Lelaki
sebagai bahan pembicaraan sehari-harinya, mereka tidak serta merta
menggunakan istilah yang ada dalam tayangan tersebut ke dalam pembicaraan
sehari-harinya.
Kata kunci: Sensualitas perempuan, everyday life, tayangan malam Indonesia.
ABSTRACT
Television programs that highlight the sensuality of women as the main attraction,
also become a business event for media workers to reap maximum profit. The
word "knowledge" and "entertainment" as a reason in the presentation of the
show. The purpose of this study was to determine how the public interpretation of
the figure of a man in a women's show Mata Lelaki. In addition, to know how to
program the audience the show Mata Lelaki using the event as a reference
material talks in everyday life. The theory used is encoding-decoding (Stuart Hall,
1980), everyday life (David Chaney, 2002), and normative theory (McQuail,
1987). This type of research is a qualitative descriptive approach was associated
with the reception and analysis of the political economy of media. Data was
collected using in-depth interviews to four informants who had been chosen by
the researchers.
The results showed that the audience assumes impressions Mata Lelaki is an
entertaining show, which is oriented towards sexuality. In addition, there is also a
diversity of opinion regarding the exploitation of sensuality and women's bodies
are used in the show Mata Lelaki. Overall the audience agreed that what is
presented in the Mata Lelaki impressions are in accordance with the Broadcasting
Code of Conduct and Broadcasting Program Standards (P3SPS) established by the
Indonesian Broadcasting Commission (KPI). In this sense impressions Mata
Lelaki is considered as a lightweight material, so that it can be used in the context
of the conversation everyday or distraction joking in the spare time in the middle
of busy work. Impressions Mata Lelaki is used as a reference in the conversation
of everyday life, even if it is not done by all audiences.This study shows that the
audience aware of any specific terms used in the show Mata Lelaki. However,
although almost all informants using impressions Mata Lelaki as a day-to-day
conversation, they do not necessarily use the term contained in these show into
everyday conversation.
Keywords: Sensuality women, everyday life, evening shows in Indonesia.
Interpretasi Khalayak Pria terhadap Sosok Perempuan dalam Tayangan
Mata Lelaki
Summary Skripsi
Penyusun
PENDAHULUAN
Menayangkan materi bermuatan seksualitas di media massa, memang
memiliki tujuan yang jelas dan hampir selalu disadari oleh pengelola media, yaitu
untuk menarik perhatian pembaca, pendengar, atau penonton untuk membaca,
mendengar, dan menonton materi tersebut. Jika perhatian khalayak telah berhasil
direbut, hal ini selanjutnya dapat dijual ke pengiklan, yang artinya membawa
keuntungan ekonomis bagi organisasi media. Jadi, memang tidak dapat dipungkiri
bahwa seks dan semua bentuk serta penggambarannya (yang memiliki unsur
kenikmatan) akan selalu membangkitkan rasa ingin tahu khalayak dan juga dapat
membangkitkan fantasi pada khalayak tertentu. Salah satu isu utama dalam studi
penonton menyangkut hubungan antara produser, teks, dan penonton. Dalam
banyak persamaan ini adalah tentang keseimbangan kekuatan yakni menilai
sejauh mana khalayak dipengaruhi dan terpengaruh oleh teks media (Rayner,
Wall, dan Kruger, 2004: 96).
Program tayangan televisi Indonesia yang sengaja disajikan pada tengah
malam seringkali mengusung tema seksualitas. Perempuan yang ditampilkan
selalu menggunakan busana mini yang ditujukan agar penonton yang
menyaksikan tayangan tersebut semakin terbelalak, terutama pada kaum lelaki.
Hal ini tidak terlepas dari adanya komodifikasi dari pihak-pihak tertentu yang
memiliki kepentingan untuk memperoleh keuntungan secara materi. John Dovey
(dalam Rayner, Wall, dan Kruger, 2004: 126) berpendapat bahwa kita hidup
dalam masyarakat pengakuan dan menggambarkan fenomena genre baru televisi
sebagai 'media orang pertama' di mana subjektivitas, personal, dan intim menjadi
prioritas. Mata lelaki seringkali dibuat terbelalak manakala menyaksikan kamera
yang menelusuri tubuh perempuan dari ujung kaki hingga ujung rambut, ditambah
pula si perempuan yang dengan sengaja melekukkan tubuhnya agar terlihat lebih
sensual dan menarik hasrat kaum lelaki.
Perempuan yang kemudian dijadikan objek untuk dieksploitasi seakanakan
pasif dan menerima saja atas perlakuan pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam hal ini perlindungan hak-hak perempuan justru dikesampingkan dan
mengutamakan profit yang akan didapatkan pihak media. Perempuan dijadikan
konsumsi khalayak dan dipandang sebagai makhluk yang lemah, sebagai
keindahan yang dinikmati oleh barbagai khalayak yang berbeda-beda, dan dari
latar belakang yang berbeda pula.
Dari uraian di atas, serta mengingat bahwa penelitian ini ingin mengupas
ruang pemaknaan, maka peneliti ingin melihat bagaimana pemaknaan khalayak
terhadap sosok perempuan dalam tayangan Mata Lelaki berkaitan dengan gaya
hidup masyarakat di era modern saat ini. Selanjutnya masalah yang diteliti dalam
penelitian ini dirumuskan ke dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana interpretasi lelaki terhadap sosok perempuan dalam tayangan
Mata Lelaki?
2. Bagaimana para penonton program acara Mata Lelaki menggunakan
materi acara tersebut sebagai rujukan pembicaraan dalam kehidupan
sehari-hari?
ISI
Penelitian ini merupakan kajian interpretatif atas content media berupa
teks, yang merupakan kombinasi tanda-tanda yang berupa tanda visual dan audio,
dengan analisis yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif memerlukan
keterlibatan yang lebih mendalam dengan penonton itu sendiri. Ini termasuk
teknik seperti wawancara dalam rangka untuk sampai pada kesimpulan tentang
perilaku penonton dalam kaitannya dengan konsumsi media (Rayner, Wall dan
Kruger, 2004: 96).
Jika dikaitkan dengan tema tersebut, penelitian ini menggunakan
paradigma interpretatif untuk melakukan interpretasi dan memahami alasan dari
subyek penelitian terhadap tindakan sosial yang mereka lakukan, yaitu bagaimana
mereka mengonstruksikan kehidupan yang ditampilkan dalam sebuah tayangan
televisi Mata Lelaki dan memberikan makna dari tayangan tersebut. Penelitian ini
menggunakan analisis resepsi yang memiliki cara pandang khusus mengenai
khalayak. Dalam hal ini khalayak adalah sebagai penghasil makna, bukan hanya
pengonsumsi media semata. Tujuan resepsi secara umum adalah untuk
menemukan bagaimana khalayak dengan konteks sosial dan latar belakang yang
berbeda membuat bermacam-macam pengertian mengenai teks media.
Televisi merupakan salah satu bentuk komunikator massa, di mana dalam
hal ini khalayak adalah sebagai komunikan. Proses komunikasi massa pada
hakekatnya merupakan proses pengoperan lambang-lambang yang berarti
(mengandung arti atau makna) yang dilakukan melalui saluran-saluran (chanel),
biasanya dikenal dengan media cetak, media auditif (radio), media visual (gambar,
lukisan), atau media audio visual seperti televisi dan film.
Dalam hal ini hubungan antara media dan khalayak dijelaskan Stuart Hall
dalam model encoding dan decoding. Encoding, yang merupakan domain dari
produser, dan decoding domain dari penonton. Proses mengkomunikasikan pesan
mensyaratkan bahwa dikodekan sedemikian rupa sehingga penerima pesan
mampu untuk memecahkan kode itu (Rayner, Wall, dan Kruger, 2004: 97).
Misalnya, pesan televisual dikodekan melalui penggunaan teknologi kamera,
ditransmisikan sebagai sinyal dan kemudian diterjemahkan dengan menggunakan
televisi, kemudian khalayak memberikan pemaknaan atas tanda-tanda dan pesan
yang disampaikan oleh media. Dalam hal ini pesan yang disampaikan oleh media
kepada khalayak mengandung sebuah ideologi. Sebagai salah satu media massa,
televisi membawa ideologi-ideologi tertentu yang berusaha ditanamkan kepada
khalayak melalui teks. Model encoding dan decoding yang diajukan oleh Stuart
Hall dan David Morley berpusat pada gagasan bahwa penonton bervariasi dalam
respon mereka terhadap pesan media. Hal ini karena khalayak dipengaruhi oleh
posisi sosial mereka, jenis kelamin, usia, etnis, pekerjaan, pengalaman dan
keyakinan serta di mana mereka berada dan apa yang mereka lakukan ketika
mereka menerima pesan.
Dalam perspektif active audience khalayak dipandang sebagai pencipta
makna yang aktif. Khalayak Mata Lelaki adalah khalayak yang aktif. Mereka
tidak langsung secara mentah-mentah menerima apa yang mereka tonton dalam
sebuah tayangan televisi. Khalayak merupakan penerima pesan dan pengolah
informasi. Ien Ang menyebutkan bahwa khalayak media bukanlah sebagai
“masses” yaitu sekumpulan orang anonym dan pasif yang tidak beridentitas.
Bukan pula sebagai “market” yang menjadi target industri media. Namun
khalayak media aktif dalam menggunakan, menginterpretasikan dan menikmati
produk media. (Ang, dalam Downing, Mohammad, dan Sreberny Mohammad,
1990 : 165). Dalam pelaksanaannya, mereka seakan terlihat pasif dan hanya diam
ketika menonton sebuah tayangan televisi, namun pada kenyatannya banyak hal
yang sedang berlangsung dalam pikiran mereka (Burton, 2008: 222). Selain itu
khalayak menginterpretasikan teks media dengan cara mereka sendiri dan
dihubungkan dengan keadaan sosial dan budaya mereka serta pengalaman pribadi
mereka (Ang dalam Downing, Mohammadi, dan Sreberny-Mohammadi [eds],
1990: 160).
Khalayak yang menjadi informan dalam penelitian ini merupakan
khalayak yang masih aktif menonton tayangan Mata Lelaki, dan pernah aktif
menonton tayangan tersebut. Keempat informan memiliki tingkat pendidikan dan
lingkungan sosial yang berbeda. Dalam wawancara informan menyampaikan
interpretasi mereka masing-masing terkait dengan tayangan Mata Lelaki.
Khalayak yang dalam hal ini merupakan penghasil makna, memaknai tayangan
Mata Lelaki secara beragam, karena teks yang berbeda dapat menghasilkan
pemaknaan yang beragam.
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Khalayak menganggap bahwa tayangan Mata Lelaki merupakan sebuah
tayangan yang menghibur, yang berorientasi pada seksualitas. Meskipun
demikian, ada pula anggapan bahwa perempuan yang tampil sensual dan
terbuka dalam media merupakan hal yang tidak wajar. Adapun yang
mengatakan hal tersebut sebagai suatu kewajaran, yakni karena melihat
dari pers yang ada di Indonesia. Bahwa pers di Indonesia sudah terbuka
dan bebas, sehingga hal tersebut merupakan konsekuensi yang harus
diterima oleh kita sendiri dari kebebasan pers yang kita anut.
2. Penelitian ini menunjukkan adanya keberagaman pendapat mengenai
ekploitasi sensualitas dan tubuh perempuan yang digunakan dalam
tayangan Mata Lelaki. Ada pendapat tidak setuju, dengan alasan hal
tersebut sama saja merendahkan derajat kaum perempuan. Namun ada
pula pendapat yang setuju mengenai hal tersebut, dikarenakan apa yang
ditampilkan dalam tayangan Mata Lelaki tidak sekadar seksualitas saja.
Tetapi juga ada informasi baru yang diberikan kepada penonton. Meskipun
demikian, secara keseluruhan khalayak setuju bahwa apa yang disajikan
dalam tayangan Mata Lelaki sudah sesuai dengan Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan oleh
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
3. Dalam hal ini tayangan Mata Lelaki dianggap materi yang ringan,
sehingga bisa dijadikan pembicaraan dalam konteks bercanda atau
selingan ketika waktu sela di tengah-tengah kesibukan bekerja. Tayangan
Mata Lelaki digunakan sebagai rujukan pembicaraan dalam kehidupan
sehari-hari, meskipun hal tersebut tidak dilakukan oleh semua khalayak.
4. Penelitian ini menunjukkan bahwa khalayak mengetahui adanya istilah
khusus yang digunakan dalam tayangan Mata Lelaki. Namun, meskipun
hampir semua informan menggunakan tayangan Mata Lelaki sebagai
bahan pembicaraan sehari-harinya, mereka tidak serta merta menggunakan
istilah yang ada dalam tayangan tersebut ke dalam pembicaraan sehariharinya.
PENUTUP
Media televisi melalui tayangan Mata Lelaki yang disajikan memang
bertujuan untuk mengarahkan khalayak ke arah pembacaan yang diinginkan.
Makna dominan (preferred reading) dalam sebuah tayangan selalu tersirat dengan
jelas, dalam hal ini bagaimana produser ingin menuntun khalayak kepada
pemaknaan yang sesuai dengan kode-kode dominan tersebut. Dalam hal ini Mata
Lelaki sebagai tayangan malam mempertontonkan kesensualan perempuan,
dengan menggunakan busana yang sangat minim dan terlihat pada bagian dadanya
diharapkan dapat menjadi sebuah hiburan bagi khalayak yang menonton. Selain
itu, tayangan ini juga menekankan pada sisi informatif untuk memberikan
pengetahuan baru bagi khalayaknya seputar dunia malam dan seksualitas.
Sosok perempuan dalam media hingga saat ini masih sering digambarkan
sebagai penarik perhatian. Tayangan televisi sebagai salah satu industri budaya
seringkali menggunakan tubuh perempuan lengkap dengan segala
“keperempuanannya” sebagai daya tarik yang paling utama. Tubuh perempuan
dieksploitasi dengan penonjolan pada bagian-bagian tubuhnya yang mampu
menimbulkan kesan sensual seperti paha, payudara, rambut yang tergerai, bibir,
atau tubuh yang sensusal secara utuh. Hal tersebut masih saja selalu terjadi karena
dianggap mampu menaikkan rating program televisi mereka yakni sebagai
pekerja media. Meskipun sering mendapat teguran keras dari KPI karena
menyajikan bagian-bagian intim tubuh perempuan seperti belahan dada dan paha.
Para pekerja media hanya memikirkan keuntungan untuk mereka sendiri dan tidak
peduli apakah hal tersebut melanggar P3SPS yang sudah ditetapkan KPI. Itulah
mengapa tayangan hiburan malam yang berorientasi pada seksualitas masih saja
diproduksi.
Peran dari Pedoman Perilaku Penyiaran (P3SPS) terlihat masih sangat
lemah. Hal tersebut dapat dilihat dari interpretasi informan yang secara
keseluruhan dari mereka mengatakan tayangan Mata Lelaki sudah sesuai dengan
P3SPS, karena sudah dilakukan sensor di dalamnya. Padahal jika kita lebih
cermat, dalam tayangan tersebut dilakukan sensor hanya untuk melindungi
identitas narasumber yang dirahasiakan. Sedangkan untuk adegan yang
memperlihatkan bagian intim tubuh perempuan, seperti paha, belahan dada, dan
perut justru sama sekali tidak tersentuh sensor. Dari sini dapat dilihat bahwa peran
dari P3SPS masih sangat lemah. Selain itu, media seakan-akan masih bebas
melakukan apa pun demi mendapatkan keuntungan. Media sangat cerdas dalam
memainkan perannya dan bersembunyi di balik kata sensor yang sudah mereka
lakukan, meskipun sensor tersebut tidak tepat dalam penggunaannya.
Khalayak diharapkan lebih cermat mengkritisi tayangan malam yang
disuguhkan oleh pekerja media yang banyak mengeksploitasi tubuh perempuan
dan lebih mampu berperan sebagai khalayak aktif dalam menerima pesan yang
disampaikan oleh media.
Penelitian terhadap tayangan Mata Lelaki yang mengeksploitasi tubuh
perempuan yang menggunakan analisis resepsi, ini diharapkan dapat menjadi
referensi untuk penelitian selanjutnya. Dengan menggunakan berbagai teori dan
pendekatan lainnya yang sesuai, untuk mengkritisi tayangan-tayangan televisi
yang ada di Indonesia sesuai perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Burton, Graeme. 2000. Membincangkan Televisi: Sebuah Pengantar Kepada
Studi Televisi. (Terj.) Bandung: Jalasutra
Downing, John, Ali Mohammadi, Annabelle Sreberny-Mohammadi. 1990.
Questioning The Media a Critical Introduction. USA: Sage Publication
Rayner, Philip, Peter Wall dan Stephen Kruger. 2004. Media Studies: The
Essentian Resource. London: Routledge

Fulltext View|Download

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.