BibTex Citation Data :
@article{IEOJ11920, author = {Ahmad Kamil and Arfan Bakhtiar and Sriyanto Sriyanto}, title = {Pemilihan Bahan Pewarna Alam Batik Tulis di Usaha Kecil dan Menengah Semarang Menggunakan Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus UKM Batik Semarang)}, journal = {Industrial Engineering Online Journal}, volume = {5}, number = {2}, year = {2016}, keywords = {bahan pewarna alam; analitycal hierarchy process (AHP); UKM Batik}, abstract = { Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dari nenek moyang bangsa Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO. Sekarang ini banyak pengrajin cenderung menggunakan bahan kimia daripada bahan pewarna alam untuk pembuatan batik, karena waktu pewarnaan yang singkat dan mudah diperoleh. Hal tersebut juga ditemui pada UKM Batik Semarang. Untuk itu peneliti melakukan penelitian guna mengetahui alternatif bahan pewarna alam yang dapat digunakan pada UKM Batik di Semarang. Penelitian ini menggunakan metode analitycal hierarchy process (AHP) dengan menggunakan 4 variabel (ekonomi, teknis, lingkungan, dan kualitas) 6 kriteria (komersial, proses produksi, bahan baku, dampak lingkungan, hasil warna dan tingkat kelunturan) dan 14 sub kriteria. Hasil perhitungan diperoleh nilai bobot tertinggi pada variabel ekonomi sebesar 0.394, bobot tertinggi pada kriteria komersial sebesar 0.252 dan nilai tertinggi pada sub kriteria harga bahan baku sebesar 0.126. hasil dari pembobotan didapatkan alternatif bahan untuk warna hijau adalah jelawe dengan penambahan pasta indigo sesuai perbandingan 3:1sedangkan untuk warna kuning adalah tegeran. Abstract Batik is one of the Indonesia’s cultural heritages from the ancestors of Indonesia that was recognized by UNESCO. Recently, many producers tend to use a synthetic dye rather than the natural ones, because synthetic dye require shorter time in the process of making batik and can be found easily. That similar case was also found in UKM Batik in Semarang City, so that this research will try to find out the alternatives of natural dyeing agents which can be used by the people on the UKM Batik Semarang. The application of analytical hierarchy processes (AHP) method will use 4 variables (economics, technic, environment and quality) then 6 criteria (commercial, production processes, raw material, environmental impact, color results, and fading levels) and 14 sub criteria. As for the results show that the highest score is economic criteria with 0.394 points, then commercial has 0.252 points and raw material prices sub – criteria is 0.126 points. So the alternative material that could be use for the green dye is “Jelawe” by addition of “Indigo” with ratio 3:1 and “Tegeran” can be used for yellow dyeing. }, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/ieoj/article/view/11920} }
Refworks Citation Data :
Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dari nenek moyang bangsa Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO. Sekarang ini banyak pengrajin cenderung menggunakan bahan kimia daripada bahan pewarna alam untuk pembuatan batik, karena waktu pewarnaan yang singkat dan mudah diperoleh. Hal tersebut juga ditemui pada UKM Batik Semarang. Untuk itu peneliti melakukan penelitian guna mengetahui alternatif bahan pewarna alam yang dapat digunakan pada UKM Batik di Semarang. Penelitian ini menggunakan metode analitycal hierarchy process (AHP) dengan menggunakan 4 variabel (ekonomi, teknis, lingkungan, dan kualitas) 6 kriteria (komersial, proses produksi, bahan baku, dampak lingkungan, hasil warna dan tingkat kelunturan) dan 14 sub kriteria. Hasil perhitungan diperoleh nilai bobot tertinggi pada variabel ekonomi sebesar 0.394, bobot tertinggi pada kriteria komersial sebesar 0.252 dan nilai tertinggi pada sub kriteria harga bahan baku sebesar 0.126. hasil dari pembobotan didapatkan alternatif bahan untuk warna hijau adalah jelawe dengan penambahan pasta indigo sesuai perbandingan 3:1sedangkan untuk warna kuning adalah tegeran.
Abstract
Batik is one of the Indonesia’s cultural heritages from the ancestors of Indonesia that was recognized by UNESCO. Recently, many producers tend to use a synthetic dye rather than the natural ones, because synthetic dye require shorter time in the process of making batik and can be found easily. That similar case was also found in UKM Batik in Semarang City, so that this research will try to find out the alternatives of natural dyeing agents which can be used by the people on the UKM Batik Semarang. The application of analytical hierarchy processes (AHP) method will use 4 variables (economics, technic, environment and quality) then 6 criteria (commercial, production processes, raw material, environmental impact, color results, and fading levels) and 14 sub criteria. As for the results show that the highest score is economic criteria with 0.394 points, then commercial has 0.252 points and raw material prices sub – criteria is 0.126 points. So the alternative material that could be use for the green dye is “Jelawe” by addition of “Indigo” with ratio 3:1 and “Tegeran” can be used for yellow dyeing.
Last update:
Program Studi Teknik Industri
Fakultas Teknik - Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH Tembalang Semarang 50239
Telp / Fax : (024) 7460052
Email : i_engineering@ymail.com