skip to main content

DAMPAK ORANG TUA BROKEN HOME TERHADAP PERILAKU REMAJA WANITA

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Padjadjaran, Indonesia

Received: 1 Jan 2023; Published: 26 Jul 2023.
Open Access Copyright 2024 Jurnal EMPATI
Creative Commons License This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

Citation Format:
Abstract

Masalah broken home dapat memengaruhi tumbuh kembang pada anak-anaknya. Perkembangan anak menjadi terhambat karena disebabkan oleh masalah broken home. Keluarga adalah tempat yang penting bagi tumbuh kembang fisik, emosional, mental, dan sosial bagi anak. Masalah perceraian tentunya tidak hanya dirasakan oleh orangtua nya saja, tetapi juga anak-anaknya terkena dampaknya, terutama pada remaja. Namun, tidak semua anak korban broken home selalu buruk, pasti selalu ada sisi positifnya. Artikel ini bertujuan untuk menguraikan dampak orang tua broken home terhadap perilaku remaja wanita. Artikel ini ditulis menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasilnya menunjukkan bahwa orang tua yang broken home berdampak kepada perilaku remaja, contohnya seperti remaja tersebut menjadi mudah menangis atau sedih. Namun, dampak itu tidak selalu buruk, karena remaja tersebut semakin terbuka dan tidak tertekan setelah terjadinya broken home. Maka dari itu, dampak broken home tidak selalu buruk terhadap perilaku seorang remaja.

Fulltext View|Download
Keywords: broken home; dampak; perilaku remaja

Article Metrics:

  1. Amato, P. R. & Sobolewski, J. M. (2001). The effects of divorce and marital discord on adult children’s psychological well-being. American Sociological Review, 66(6), 900- 921
  2. Anonim. (2017). Angka perceraian diprediksi naik terus, apa penyebabnya?. Tribun
  3. News. Diunduh dari http://www.tribunnews.com/lifestyle/2017/02/16/angka-perceraian-diprediksi-naik-terus-apa-penyebabnya
  4. Ardini, P. P., Utoyo, S., & Juniarti, Y. (2019). Tumbuh Kembang Anak Broken Home. Jurnal Pelita PAUD, 4(1), 114-123
  5. Ariesta, F.W. (2018) TEORI BELAJAR ABAD 21: BEHAVIORISME VS KOGNITIVISME. Binus University. Dikutip 29 Oktober 2022 dari https://pgsd.binus.ac.id/2018/11/23/teori-belajar-abad-21-behaviorisme-vs-kognitivisme/
  6. Astuti, Y., Rachmah, N., & Anganthi, N. (2016). Subjective well-being pada remaja keluarga broken home. Jurnal Penelitian Humaniora, 17(2), 161-175
  7. Aziz, M. (2015). Perilaku sosial anak remaja korban broken home dalam berbagai perspektif. Jurnal AlIjtimaiyyah, 1(1), 30-50
  8. Batubara, J. (2010) Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Jakarta. Sari Pediatri. Vol 12 (1). 21-29
  9. Detta, B., & Abdullah, S. M. (2017). Dinamika resiliensi remaja dengan keluarga broken home. Insight: Jurnal Ilmiah Psikologi, 19(2), 71-86
  10. Fadli, H. (2014). MINAT SISWA SMA NEGERI 12 PEKANBARU KECAMATAN TAMPANDALAM MENONTON BERITA DI TELEVISI. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
  11. Fitriana, R. (2018). Memahami pengalaman komunikasi remaja broken home dengan lingkungannya dalam membentuk konsep diri. Interaksi Online, 1(1)
  12. Geldard, Katrhryn & David Geldard, (2010), Konseling Remaja Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  13. Giyati & Wardani, I. R. K. (2016). Ciri-ciri kepribadian dan kepatutan sosial sebagai prediktor subjective wellbeing (kesejahteraan subjektif) pada remaja akhir. Analitika, 8(1), 10-24
  14. Gunawan Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Bumi Aksara
  15. Hadi, S. (2004). Metodologi research. Yogyakarta: Andi Offsset
  16. Hadianti, S. W., Nunung N., & Rudi S. D. (2017). Resiliensi remaja berprestasi dengan
  17. latar belakang orangtua bercerai. Jurnal Penelitian dan PKM, 4(2), 129-389. Diunduh dari http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/viewFile/14278/6902
  18. Hafiza, S., & Mawarpury, M. (2018). Pemaknaan kebahagiaan oleh remaja broken home. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 5(1), 59-66
  19. Hasanah, S., Sahara, E., Sari, I. P., Wulandari, S., & Pardumoan, K. (2017). Broken Home pada Remaja dan Peran Konselor. JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia), 2(2)
  20. Hurlock, Elizabeth B., (2005) Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemah oleh Istiwidayati dan Soedjarwo. Jakarta: Penerbit Erlangga
  21. Kartono, K. (2010). Psikologi wanita jilid 2: Mengenal wanita sebagai ibu dan nenek. Bandung: Mandar Maju
  22. Kusmarni, Y. (2012). Studi kasus. UGM Jurnal Edu UGM Press
  23. Lestari, S. (2012). Psikologi keluarga: Penanaman konflik dalam keluarga. Jakarta: Kencana
  24. Mohi, G. W. (2015). Positive outcomes of divorce: A multi-method study on the effects of
  25. parental divorce on children. The University of Central Florida Undergraduate Research
  26. Journal, 7 (2), 49-62. Diunduh dari https://www.urj.edu/docs/mohi.pdf
  27. Mulyana, D. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
  28. Nadeak, T. F. S., & Sri S. (2014). Fenomena “anak nakal” di rungkut-Surabaya. Paradigma Universitas Negeri Surabaya, 2(2), 1-6. Diunduh dari: https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/paradigma/article/download/7891/8183
  29. Nasiri, M. (2016). Beda dampak perceraian bagi anak perempuan dan laki-laki. CNN Indonesia. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160922121057-255-160246/beda-dampak-perceraian-bagi-anak-perempuan-dan-laki-laki/
  30. Ningrum, P. R. (2013). Perceraian orang tua dan penyesuaian diri remaja. EJournal Psikologi. 1(1), 69-79
  31. Novi (2015). Remaja korban perceraian. Diakses pada tanggal 23 Mei 2017 dari http://www.kompasiana.com/novi/remaja-korbanperceraian_54ff0e52a33311471c50f 9a1
  32. Purnawan, D. (2016). Tingkat perceraian di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Gulalives. Diunduh dari http://www.gulalives.co/tingkat-perceraian-di-indonesia-termasuk-yang-tertinggi-di-dunia/
  33. Safitri, A. M. (2017). Proses dan faktor yang mempengaruhi perilaku memaafkan pada remaja broken home. Psikoborneo, 5(1), 152-161
  34. Saikia, R. (2017). Broken family: Its causes and effects on the development of children. International Journal of Applied Research 2017, 3(3), 445-448.Diunduh dari http://www.allresearchjournal.com/archives/?year=2017&vol=3&issue=2∂=G&ArticleId=3214
  35. Santrock, John W. 2003. Adolescence, Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga
  36. Sarbini, W & Kusuma W. (2014). Kondisi psikologi anak dari keluarga yang bercerai (the conditions of child psychology toward familydivorced). Artikel Ilmiah Hasil Penelitian
  37. Mahasiswa 2014-Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Jember. Diunduh dari http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58954/Wasil%20Sarbini.pdf?sequence=1
  38. Simanjuntak, B. A.(2013). Harmonious Family: Upaya Membangun Keluarga Harmonis.Yayasan Pustaka Obor Indonesia
  39. Sulistiyanto, A. (2017). Broken Home. Institut Seni Indonesia Yogyakarta
  40. Suprajitno. (2004). Asuhan keperawatan keluarga: aplikasi dalam praktik.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Diunduh dari: https://books.google.co.id/
  41. Wahyuni, E. S. (2020, May). IMPLEMENTASI TEKNIK KONSELING SEBAYA DALAM PENYELESAIAN DAMPAK BROKEN HOME BAGI REMAJA. In 1st International Conference on Morality (InCoMora) (No. 1, pp. 113-121)
  42. Wiandri, SN. (2022). PENGGUNAAN SUDUT PANDANG TOKOH UTAMA UNTUK MEREPRESENTASIKAN TEORI 5 STAGES OF GRIEF KUBLER ROSS DALAM PENULISAN SKENARIO FILM “SENANDIKA LARA” Yogyakarta. Skripsi Sarjana Program Studi Film dan Televisi INSTITUT SENI INDONESIA
  43. Willis, S. S. (2009). Remaja dan permasalahannya. Bandung: Alfabeta
  44. Willis, S. S. (2015). Konseling keluarga (family counseling). Penerbit Alfabeta: Bandung
  45. Wiwin, M. (2020) DAMPAK KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP PSIKOLOGIS ANAK. Musawa: Journal for Gender Studies. Vol. 10. 322-354
  46. Wulandari, D., & Fauziah, N. (2019). Pengalaman remaja korban broken home (studi kualitatif fenomenologis). Jurnal Empati, 8(1), 1-9
  47. Yin, R. K. (2011). Studi Kasus: Desain dan Metode. Edisi ke-1. Diterjemahkan oleh: M. Djauzi Mudzakir

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.