BibTex Citation Data :
@article{DLJ17375, author = {Barly Astriana Mekarmelati*, Sri Wahyu Ananingsih, Suparno}, title = {JUAL BELI TANAH TEGALAN YANG BELUM BERSERTIPIKAT DAN AKIBAT HUKUMNYA DI DESA SINGAMERTA KECAMATAN SIGALUH KABUPATEN BANJARNEGARA}, journal = {Diponegoro Law Journal}, volume = {6}, number = {2}, year = {2017}, keywords = {Jual Beli Tanah, Akibat Hukumnya}, abstract = { Hukum tanah di Indonesia didasarkan pada Hukum Adat. Hal ini terdapat pada Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Salah satu cara untuk menguasai atau memiliki hak atas tanah adalah dengan proses jual beli tanah. Sebelum melakukan jual beli, tanah harus didaftarkan terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan agar memperoleh sertipikat tanah sebagai alat bukti kemudian, jual beli tanah dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun, kenyataannya masih banyak masyarakat yang melakukan jual beli tanah yang belum bersertipikat. Masyarakat melakukan jual beli tanah secara hukum adat yaitu jual beli tanah di bawah tangan. Jual beli tanah tersebut hanya berdasarkan kesepakatan antara pihak penjual dan pihak pembeli. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Spesifikasi penelitian yang digunakan yaitu deskriptif analitis. Pengumpulan data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Dalam penelitian ini setelah data primer dan data sekunder dikumpulkan, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Desa Singamerta Kecamatan Sigaluh Kabupaten Banjarnegara. Dari hasil penelitian di Desa Singamerta masih banyak masyarakat yang melakukan jual beli tanah tegalan yang belum bersertipikat di bawah tangan. Faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, yaitu masyarakat tidak memahami mengenai prosedur jual beli tanah, ada anggapan bahwa proses jual beli tanah di bawah tangan itu cepat, dan ada anggapan bahwa mensertipikatkan tanah memerlukan biaya yang mahal dan proses yang lama. Akibat hukum jual beli tanah tegalan yang belum bersertipikat yang dilakukan secara di bawah tangan meskipun telah memenuhi syarat sah jual beli, namun peralihan hak atas tanah tersebut belum dapat didaftarkan kepada Kantor Pertanahan karena tidak memiliki akta jual beli tanah dari PPAT. Sehingga, kepastian hukum dan kepastian haknya belum didapat karena tanah tersebut belum bersertipikat. Jual beli tanah tegalan yang belum bersertipikat yang dilakukan secara di bawah tangan dapat menimbulkan masalah-masalah, penyelesaian dari permasalahan yang muncul yaitu melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan para pihak, apabila tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah maka permasalahan tersebut diselesaikan melalui jalur Pengadilan Negeri. }, issn = {2540-9549}, pages = {1--11} doi = {10.14710/dlj.2017.17375}, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/article/view/17375} }
Refworks Citation Data :
Hukum tanah di Indonesia didasarkan pada Hukum Adat. Hal ini terdapat pada Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Salah satu cara untuk menguasai atau memiliki hak atas tanah adalah dengan proses jual beli tanah. Sebelum melakukan jual beli, tanah harus didaftarkan terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan agar memperoleh sertipikat tanah sebagai alat bukti kemudian, jual beli tanah dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun, kenyataannya masih banyak masyarakat yang melakukan jual beli tanah yang belum bersertipikat. Masyarakat melakukan jual beli tanah secara hukum adat yaitu jual beli tanah di bawah tangan. Jual beli tanah tersebut hanya berdasarkan kesepakatan antara pihak penjual dan pihak pembeli.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Spesifikasi penelitian yang digunakan yaitu deskriptif analitis. Pengumpulan data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Dalam penelitian ini setelah data primer dan data sekunder dikumpulkan, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif.
Penelitian ini dilakukan di Desa Singamerta Kecamatan Sigaluh Kabupaten Banjarnegara. Dari hasil penelitian di Desa Singamerta masih banyak masyarakat yang melakukan jual beli tanah tegalan yang belum bersertipikat di bawah tangan. Faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, yaitu masyarakat tidak memahami mengenai prosedur jual beli tanah, ada anggapan bahwa proses jual beli tanah di bawah tangan itu cepat, dan ada anggapan bahwa mensertipikatkan tanah memerlukan biaya yang mahal dan proses yang lama. Akibat hukum jual beli tanah tegalan yang belum bersertipikat yang dilakukan secara di bawah tangan meskipun telah memenuhi syarat sah jual beli, namun peralihan hak atas tanah tersebut belum dapat didaftarkan kepada Kantor Pertanahan karena tidak memiliki akta jual beli tanah dari PPAT. Sehingga, kepastian hukum dan kepastian haknya belum didapat karena tanah tersebut belum bersertipikat. Jual beli tanah tegalan yang belum bersertipikat yang dilakukan secara di bawah tangan dapat menimbulkan masalah-masalah, penyelesaian dari permasalahan yang muncul yaitu melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan para pihak, apabila tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah maka permasalahan tersebut diselesaikan melalui jalur Pengadilan Negeri.
Article Metrics:
Last update:
View My Stats
EDITORIAL ADDRESSDiponegoro Law JournalFaculty of Law, Universitas DiponegoroSatjipto Rahardjo Building, Jl. dr. Antonius Suroyo, Tembalang, Semarangdiponegorolawjournal@gmail.comhttps://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr024 - 76918201 (telp) / 024 - 76918206 (fax)