BibTex Citation Data :
@article{DLJ13725, author = {Prasetyo Budi W*, Pujiyono, A.M. Endah Sri Astuti}, title = {PROBLEM YURIDIS PENERAPAN SANKSI PIDANA MATI TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001}, journal = {Diponegoro Law Journal}, volume = {5}, number = {4}, year = {2016}, keywords = {korupsi, pidana mati}, abstract = { Tindakan korupsi dimasukkan dalam kategori tindakan pidana yang sangat besar dan sangat merugikan bangsa dan negara dalam suatu wilayah. untuk mencegah semakin maraknya pelaku korupsi dibentuklah undang-undang korupsi dan sistem peradilannya mencantumkan pula hukuman terberat yaitu ancaman hukuman mati yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa kebijakan formulasi peraturan perundang-undangan mengenai pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini diatur dalam pasal 2 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu perubahan yang dilakukan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 terhadap Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah perubahan penjelasan Pasal 2 ayat (2). Kelemahan substansi formulasi ini terlihat dari ketentuan mengenai pidana mati dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, hanya diatur dalam satu Pasal, yaitu Pasal 2 ayat (2) yaitu dalam keadaan tertentu yang masih multitafsir, secara structural vonis maksimal jarang dijatuhkan dalam suatu peradilan tindak pidana korupsi sehingga hal ini membuat koruptor tidak mendapatkan efek jera dan secara kultur adanya anggapan bahwa hukuman mati untuk tindak pidana korupsi akan memperburuk citra negara. }, issn = {2540-9549}, pages = {1--12} doi = {10.14710/dlj.2016.13725}, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/article/view/13725} }
Refworks Citation Data :
Tindakan korupsi dimasukkan dalam kategori tindakan pidana yang sangat besar dan sangat merugikan bangsa dan negara dalam suatu wilayah. untuk mencegah semakin maraknya pelaku korupsi dibentuklah undang-undang korupsi dan sistem peradilannya mencantumkan pula hukuman terberat yaitu ancaman hukuman mati yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa kebijakan formulasi peraturan perundang-undangan mengenai pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini diatur dalam pasal 2 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu perubahan yang dilakukan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 terhadap Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah perubahan penjelasan Pasal 2 ayat (2). Kelemahan substansi formulasi ini terlihat dari ketentuan mengenai pidana mati dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, hanya diatur dalam satu Pasal, yaitu Pasal 2 ayat (2) yaitu dalam keadaan tertentu yang masih multitafsir, secara structural vonis maksimal jarang dijatuhkan dalam suatu peradilan tindak pidana korupsi sehingga hal ini membuat koruptor tidak mendapatkan efek jera dan secara kultur adanya anggapan bahwa hukuman mati untuk tindak pidana korupsi akan memperburuk citra negara.
Article Metrics:
Last update:
View My Stats
EDITORIAL ADDRESSDiponegoro Law JournalFaculty of Law, Universitas DiponegoroSatjipto Rahardjo Building, Jl. dr. Antonius Suroyo, Tembalang, Semarangdiponegorolawjournal@gmail.comhttps://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr024 - 76918201 (telp) / 024 - 76918206 (fax)