skip to main content

KEBAHAGIAAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK DIFABEL

Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Indonesia

Published: 18 Oct 2015.

Citation Format:
Abstract
Riset-riset sebelumnya membuktikan bahwa kebahagiaan berhubungan dengan kesehatan seseorang. Selain itu, kebahagiaan juga dapat mempengaruhi hubungan sosial individu. Oleh karena itu, orangtua yang dapat merasakan kebahagiaan, akan dapat melakukan tanggung jawabnya dengan baik sebagai ayah atau ibu serta dapat menjalin relasi yang baik dengan anggota keluarga lain maupun lingkungan sekitar, sehingga tercipta keluarga yang harmonis. Penelitian ini bermaksud memahami bagaimana kebahagiaan yang dialami oleh ibu dengan kondisi anaknya yang difabel. Pendekatan fenomenologis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis IPA (Interpretative Phenomenological Analysis).  Prosedur tersebut bertitik fokus pada eksplorasi pengalaman yang diperoleh subjek melalui kehidupan pribadi dan sosialnya. Subjek yang terlibat dalam penelitian berjumlah tiga orang, yaitu ibu yang memiliki anak dengan kondisi difabel. Penelitian ini mengungkapkan bahwa ibu dengan anak difabel mengalami kebahagiaan ketika merasa mampu berperan dengan baik dalam proses membesarkan anak sehingga anak berhasil. Kebahagiaan yang dialami ibu muncul ketika ibu dapat menerima kondisi anaknya, yang kemudian memunculkan prioritas hidup pada ibu. Prioritas hidup tersebut akan memunculkan gambaran positif lingkungan dan emosi positif dalam diri ibu. Religiusitas serta dukungan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi munculnya penerimaan ibu terhadap kondisi anaknya yang difabel, sedangkan makna anak difabel bagi ibu adalah pemberian dari Tuhan. Penilaian ibu terhadap anak tersebut turut mempengaruhi penerimaan ibu terhadap kondisi anak.
Fulltext View|Download
Keywords: kebahagiaan; difabel; relasi ibu-anak; interpretative phenomenological analysis

Article Metrics:

  1. Abdel-Khalek, A. M. (2006). Happiness, health, and religiosity: Significant relations. Mental Health, Religion & Culture, 9(1), 86. Diunduh dari http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13694670500040625?journalCode =cmhr20, pada 14 September 2014
  2. Carr, A. (2004). Positive psychology: The science of happiness and human strengths. Hove & New York: Brunner-Routlede Taylor & Francis Group
  3. Day, R. D. (2010). Introduction to family processes. New York: Taylor & Francis Group
  4. Diener, E. (1984). Subjective well-being. Psychological Bulletin, 95(3), 542-575
  5. Duffy, K. G., Atwater, E. (2005). Psychology for living: Adjustment, growth and behavior today. Upper Saddle River: Pearson Education
  6. Hidayati, N. (2011). Dukungan sosial bagi keluarga anak berkebutuhan khusus. INSAN, 13, 19. Gresik: Universitas Muhammadiyah
  7. Kartono, K. (2007). Psikologi wanita 2. Bandung: CV. Mandar Maju
  8. Lerner, R. M., & Spanier, G. B. (1978). Child influences on marital and family interaction. London: Academic Press
  9. Mangunsong, F. (2011). Psikologi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Kampus Baru UI
  10. Marmuksinudin, U. (2012, 9 November). 1.000 lebih anak difabel tidak sekolah. Diakses dari http://daerah.sindonews.com/read/686864/21/1-000-lebih-anakdifabel-tidak-sekolah-1352405416, pada 14 September 2014
  11. Puspitawati, H., & Sarma, M (2015). Sinergisme keluarga dan sekolah dalam mewujudkan kualitas sumberdaya manusia. Bogor: IPB Press
  12. Seligman, M. (2003). Authentic happiness. Diunduh dari http://gen.lib.rus.ec/search.php?req=authentic+happiness+seligman&open=0&vi ew=simple&phrase=1&column=def, pada 9 April 2015
  13. Smith, J. A., Flowers, P., & Larkin, M. (2010). Interpretative phenomenological analysis. London: SAGE
  14. Snyder, C.R., Lopez, Shane J., & Pedrotti, J.T. (2011). Positive psychology. London: SAGE

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.