skip to main content

PERLINDUNGAN HUKUM MEREK DESKRIPTIF ANTARA TEORI DAN PRAKTIK PERADILAN DI INDONESIA (Studi Kasus Putusan No. 85/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst)

*Nadia Ariqa Syamdra  -  Program Studi S1 Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Indonesia
Budi Santoso  -  Program Studi S1 Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Indonesia
Triyono Triyono  -  Program Studi S1 Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Indonesia

Citation Format:
Abstract

Banyak ditemukan permasalahan terkait pendaftaran merek di Indonesia yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku, salah satunya berhasil didaftarkannya merek “Open Mic Indonesia” yang termasuk kategori merek deskriptif yang semestinya tidak dapat didaftarkan karena mendeskripsikan langsung jasa yang ditawarkan dan bertentangan dengan Pasal 20 huruf b Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Hingga saat ini, masih banyak merek deskriptif yang berhasil didaftarkan sebagai merek di DJKI akibat ketidakjelasan undang-undang dalam mengatur kategori merek deskriptif yang dapat didaftarkan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan data sekunder yang mengacu pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh kejelasan dari permasalahan yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian, merek deskriptif tidak dapat didaftarkan dan tidak memenuhi syarat perlindungan hukum karena memiliki daya pembeda rendah, namun perlindungan tetap dimungkinkan jika memiliki makna sekunder dan menciptakan asosiasi kuat di mata konsumen. Akan tetapi, pendaftaran merek deskriptif seperti Open Mic Indonesia menimbulkan permasalahan di masyarakat, sehingga akhirnya dibatalkan dan dihapus.

Fulltext View|Download
Keywords: Merek Deskriptif; Makna Sekunder; Open Mic Indonesia

Article Metrics:

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.