BibTex Citation Data :
@article{DLJ17386, author = {Anita Marlin Restu Prahastapa*, Lapon Tukan Leonard, Ayu Putriyanti}, title = {FRIKSI KEWENANGAN PTUN DALAM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 BERKAITAN DENGAN OBJEK SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN)}, journal = {Diponegoro Law Journal}, volume = {6}, number = {2}, year = {2017}, keywords = {kewenangan PTUN, Objek Sengketa TUN}, abstract = { Peradilan Tata Usaha Negara, merupakan salah satu lembaga peradilan yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia PTUN berwenang dalam memeriksa, memutus serta menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Friksi atau perbedaan aturan mengenai kewenangan terkait objek sengketa TUN terjadi, setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang terkait dengan friksi yang terjadi dalam objek sengketa mengadili yang menjadi kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara, juga untuk mengetahui implikasi atau akibat dari perluasan kewenangan objek sengketa TUN bagi penegak hukum terutama hakim dalam penegakkan hukum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode dengan pendekatan yuridis empiris yang mengacu pada data hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu Hakim PTUN di Semarang, selain itu data juga diperoleh melalui aturan-aturan yang berhubungan dengan ojek sengketa TUN. Perbedaan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 berkaitan dengan objek sengketa TUN adalah mengenai upaya administratif, keputusan fiktif positif, keputusan deklaratif, unsur-unsur yang ada dalam keputusan TUN, dan penyalahgunaan wewenang. Perbedaan aturan mengenai kewenangan PTUN yang ada dalam kedua aturan tersebut dianggap dapat saling melengkapi satu sama lainnya, dan dapat memberikan perlindungan yang lebih kepada masyarakat. }, issn = {2540-9549}, pages = {1--18} doi = {10.14710/dlj.2017.17386}, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/article/view/17386} }
Refworks Citation Data :
Peradilan Tata Usaha Negara, merupakan salah satu lembaga peradilan yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia PTUN berwenang dalam memeriksa, memutus serta menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Friksi atau perbedaan aturan mengenai kewenangan terkait objek sengketa TUN terjadi, setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang terkait dengan friksi yang terjadi dalam objek sengketa mengadili yang menjadi kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara, juga untuk mengetahui implikasi atau akibat dari perluasan kewenangan objek sengketa TUN bagi penegak hukum terutama hakim dalam penegakkan hukum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode dengan pendekatan yuridis empiris yang mengacu pada data hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu Hakim PTUN di Semarang, selain itu data juga diperoleh melalui aturan-aturan yang berhubungan dengan ojek sengketa TUN. Perbedaan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 berkaitan dengan objek sengketa TUN adalah mengenai upaya administratif, keputusan fiktif positif, keputusan deklaratif, unsur-unsur yang ada dalam keputusan TUN, dan penyalahgunaan wewenang. Perbedaan aturan mengenai kewenangan PTUN yang ada dalam kedua aturan tersebut dianggap dapat saling melengkapi satu sama lainnya, dan dapat memberikan perlindungan yang lebih kepada masyarakat.
Article Metrics:
Last update:
View My Stats
EDITORIAL ADDRESSDiponegoro Law JournalFaculty of Law, Universitas DiponegoroSatjipto Rahardjo Building, Jl. dr. Antonius Suroyo, Tembalang, Semarangdiponegorolawjournal@gmail.comhttps://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr024 - 76918201 (telp) / 024 - 76918206 (fax)