BibTex Citation Data :
@article{DLJ13583, author = {Ahmad Syarief*, Yunanto, Herni Widanarti}, title = {TUNTUTAN NAFKAH TERUTANG TERHADAP SUAMI PASCA PERCERAIAN (Studi di Pengadilan Agama Semarang)}, journal = {Diponegoro Law Journal}, volume = {5}, number = {4}, year = {2016}, keywords = {perkawinan, perceraian, nafkah terutang}, abstract = { Perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang sakral antara pria dan wanita sehingga menjadi suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan adanya ikatan perkawinan maka secara otomatis timbul hak dan kewajiban antara suami dan isteri. Namun dalam perjalanannya suatu perkawinan dapat putus karena perceraian. Setelah putusnya perkawinan tidak semata-mata hilang kewajiban suami kepada isteri terutama mengenai nafkah. Terhadap nafkah isteri yang tidak dipenuhi selama perkawinan oleh suami, pihak isteri dapat mengajukan gugatan nafkah terutang/ nafkah madliyah ke Pengadilan pada domisili tergugat. Dari hasil penelitian penulis di Pengadilan Agama Semarang dapat diperoleh kesimpulan bahwa seorang Isteri dapat mengajukan gugatan nafkah terutang terhadap suami melalui dua cara yaitu melalui rekonvensi/ gugat balik dalam perkara cerai talak dan melalui pengajuan gugatan nafkah terutang tersendiri di Pengadilan. Dalam pelaksanannya tuntutan nafkah terutang yang dilakukan oleh isteri di Pengadilan mengalami kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya adalah suami dalam keadaan tidak mampu atau miskin, pihak isteri yang mengajukan gugatan nafkah terutang tidak datang ke pengadilan, suami tidak mempunyai kepentingan atau melakukan keberatan dan Besarnya Jumlah nafkah terutang yang diajukan istri tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses berperkara. }, issn = {2540-9549}, pages = {1--10} doi = {10.14710/dlj.2016.13583}, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/article/view/13583} }
Refworks Citation Data :
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang sakral antara pria dan wanita sehingga menjadi suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan adanya ikatan perkawinan maka secara otomatis timbul hak dan kewajiban antara suami dan isteri. Namun dalam perjalanannya suatu perkawinan dapat putus karena perceraian. Setelah putusnya perkawinan tidak semata-mata hilang kewajiban suami kepada isteri terutama mengenai nafkah. Terhadap nafkah isteri yang tidak dipenuhi selama perkawinan oleh suami, pihak isteri dapat mengajukan gugatan nafkah terutang/ nafkah madliyah ke Pengadilan pada domisili tergugat. Dari hasil penelitian penulis di Pengadilan Agama Semarang dapat diperoleh kesimpulan bahwa seorang Isteri dapat mengajukan gugatan nafkah terutang terhadap suami melalui dua cara yaitu melalui rekonvensi/ gugat balik dalam perkara cerai talak dan melalui pengajuan gugatan nafkah terutang tersendiri di Pengadilan. Dalam pelaksanannya tuntutan nafkah terutang yang dilakukan oleh isteri di Pengadilan mengalami kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya adalah suami dalam keadaan tidak mampu atau miskin, pihak isteri yang mengajukan gugatan nafkah terutang tidak datang ke pengadilan, suami tidak mempunyai kepentingan atau melakukan keberatan dan Besarnya Jumlah nafkah terutang yang diajukan istri tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses berperkara.
Article Metrics:
Last update:
View My Stats
EDITORIAL ADDRESSDiponegoro Law JournalFaculty of Law, Universitas DiponegoroSatjipto Rahardjo Building, Jl. dr. Antonius Suroyo, Tembalang, Semarangdiponegorolawjournal@gmail.comhttps://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr024 - 76918201 (telp) / 024 - 76918206 (fax)