BibTex Citation Data :
@article{DLJ10871, author = {Monika Elisabet Lamtiur Butar-Butar*, Nyoman Serikat Putra Jaya, Bambang Dwi Baskoro}, title = {PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI MEDIA ONLINE DILIHAT DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK}, journal = {Diponegoro Law Journal}, volume = {5}, number = {2}, year = {2016}, keywords = {Pembuktian, Tindak Pidana Penipuan, Media Online}, abstract = { Tindak pidana penipuan konvensional mengalami perkembangan dalam hal modus operandinya seiring berkembangnya teknologi menjadi tindak pidana penipuan melalui media online . Penegakan hukum pidana ini harus didukung dengan pembuktian serta pemidanaan yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembuktian tindak pidana penipuan di media online dilihat dari perspektif Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, KUHAP, dan RUU KUHAP Tahun 2012, dan untuk mengetahui pemidanaan yang berlaku. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Pembuktian tindak pidana penipuan di media online jika dilihat dari KUHAP, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan RUU KUHAP 2012 selalu diperbaharui untuk dapat memberantas kejahatan ini. Pada awalnya alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, serta keterangan terdakwa dinilai hanya dapat menyelesaikan penipuan dalam konteks konvensional saja, belum untuk penipuan di media online . Atas kekurangan yang ada dalam KUHAP, maka lahirlah UU ITE guna melengkapi KUHAP dengan penambahan alat bukti informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Sedangkan di dalam RUU KUHAP alat bukti tidak lagi seperti dalam KUHAP, tetapi sudah dimasukkan barang bukti sebagai alat bukti, terdapat bukti elektronik serta alat bukti pengamatan hakim. Pemberantasan tindak pidana ini pun menjadi penting untuk dilihat pemidanaannya. Pemidanaan untuk pelaku tindak pidana penipuan penipuan di media online dikenai pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Kebijakan hukum pidana (penal) masih dinilai kurang keefektifannya, sehingga kebijakan hukum non pidana (nonpenal) perlu dijalankan untuk menekan jumlah penipuan di media online . }, issn = {2540-9549}, pages = {1--14} doi = {10.14710/dlj.2016.10871}, url = {https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/article/view/10871} }
Refworks Citation Data :
Tindak pidana penipuan konvensional mengalami perkembangan dalam hal modus operandinya seiring berkembangnya teknologi menjadi tindak pidana penipuan melalui media online. Penegakan hukum pidana ini harus didukung dengan pembuktian serta pemidanaan yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembuktian tindak pidana penipuan di media online dilihat dari perspektif Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, KUHAP, dan RUU KUHAP Tahun 2012, dan untuk mengetahui pemidanaan yang berlaku. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Pembuktian tindak pidana penipuan di media online jika dilihat dari KUHAP, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan RUU KUHAP 2012 selalu diperbaharui untuk dapat memberantas kejahatan ini. Pada awalnya alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, serta keterangan terdakwa dinilai hanya dapat menyelesaikan penipuan dalam konteks konvensional saja, belum untuk penipuan di media online. Atas kekurangan yang ada dalam KUHAP, maka lahirlah UU ITE guna melengkapi KUHAP dengan penambahan alat bukti informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Sedangkan di dalam RUU KUHAP alat bukti tidak lagi seperti dalam KUHAP, tetapi sudah dimasukkan barang bukti sebagai alat bukti, terdapat bukti elektronik serta alat bukti pengamatan hakim. Pemberantasan tindak pidana ini pun menjadi penting untuk dilihat pemidanaannya. Pemidanaan untuk pelaku tindak pidana penipuan penipuan di media online dikenai pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Kebijakan hukum pidana (penal) masih dinilai kurang keefektifannya, sehingga kebijakan hukum non pidana (nonpenal) perlu dijalankan untuk menekan jumlah penipuan di media online.
Article Metrics:
Last update:
View My Stats
EDITORIAL ADDRESSDiponegoro Law JournalFaculty of Law, Universitas DiponegoroSatjipto Rahardjo Building, Jl. dr. Antonius Suroyo, Tembalang, Semarangdiponegorolawjournal@gmail.comhttps://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr024 - 76918201 (telp) / 024 - 76918206 (fax)